⭐Bantu vote nya teman-teman ^^
📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ
•
•
•
•
KITA YANG PANTAS ATAU DUNIA YANG GEMAR BERMAIN-MAIN?
•
•
•
📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿSepulang dari toko bunga milik Arunika, Jenggala melanjutkan acara berkeliarannya dengan bersepeda tanpa lelah menuju pantai yang cukup jauh dari tempatnya bernaung.
Anak itu memarkirkan sepedanya, kemudian berjalan dengan pandangan asing yang terarah ke seluruh penjuru pantai yang lumayan sepi. Pantai ini tidak seindah dengan pantai-pantai yang biasa dia kunjungi, namun terasa begitu tenang.
Sepuan ombak nakal yang dengan jail membasahi kaki Jenggala ketika lelaki itu termenung sontak saja membuat Jenggala terkejut sekaligus kesal.
"JENGGALAAA MABESPREN POREPERRRRR."
Jenggala terkejut dua kali, dia langsung menoleh ke belakang, menampilkan Kahes yang berlari sambil tersenyum lebar. Jenggala kemudian menatap ke sekitar, berharap tidak ada yang lihat dan tidak ada yang mendengar teriakan memalukan dari Nadesh.
"GEDE BANGET ITU MULUT!"
"HEHEHEHEHE." Kahes hanya tertawa.
Laki-laki tampan itu merangkul Jenggala ketika dia sudah berada di dekatnya. Di atas sana Matahari tidak terik lagi. Pantas saja, sebab ketika Kahes melirik jam yang bertengger di lengannya, jarum tipis itu mengarah pada angka tiga.
"Dewa mana?" tanya Jenggala, pasalnya Kahes dan Dewa biasanya selau datang bersamaan.
"Lah, dia belum nyampe?" Kahes menggeleng-geleng.
"Bener-bener tuh si bongsor, dia yang ngajak ketemuan dia juga yang dateng paling lambat."
Jenggala mengangguk mantap menyetujui, namun ketika dia menoleh, dia dapat melihat Dewa yang melangkah santai ke arah mereka.
"Eh, itu Dewa. DEWA!!!" Dia melambai dengan senyum lebar.
Kahes yang masih mengoceh terkejut mendengar suara melengking milik Jenggala yang tepat menusuk gendang telinganya.
"Suara lu nying!"
Dewa terkikik geli menyadari hal itu. "Berduaan aje nih, lagi lending, ya?"
"Kurang ajar."
Ah, seharusnya Dewa harus pikir-pikir dulu kalau mau mengatakan hal itu, karena sekarang dia berteriak kesakitan saat tanpa belas kasihan Jenggala menendang tulang keringnya dengan keras ditambah dengan sentuhan kasih sayang Jenggala dengan menarik kencang rambutnya satu kali.
"Patah kaki gua!!" Meskipun Kahes malah tertawa puas melihat Dewa kesakitan.
Setelah puas tertawa, Kahes pun mendongak menatap ngeri tingginya mercusuar tua di samping mereka berdiri.
Jenggala ikut memerhatikannya, mercusuar itu sudah terlihat sangat lama, ada lumut lumut tipis yang menghiasi bagian luar, terlihat kelam dan suram.
"Tinggi banget, Wa. Yakin lo mau naik?" tanya Kahes.
Dewa awalnya ingin mengangguk, dia sudah berkali-kali naik ke sana sendirian. Namun melihat Jenggala yang raut wajahnya sudah seperti anak kecil yang bertemu dengan preman pasar besar dan takut diculik itu, serta kaki Kahes yang bergetar-getar pelan membuatnya tidak tega.
Kahes itu takut ketinggian, dan Jenggala takut dengan hal hal menyeramkan seperti ini.
"Enggak, kita di bawah aja, di sini." Dewa melangkah lebih dulu, di tempat datar yang selaras dengan berdirinya mercusuar tua, dimana air laut tak akan berani menyentuh mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lament of Lavender Petals
Ficción GeneralJudul sebelumnya → Seperti Halnya Hortensia Ganti judul ke → Lament of Lavender Petals Untuk luka masa lalu yang entah kapan akan sembuhnya. Juga kalimat-kalimat pahit yang sialnya harus dia telan meski sudah lelah dijejali itu semua. Dirinya pun...