ꦿ📜ꦿ📜ꦿ📜
•
•
•
•
°°°SEBANYAK APA DENDAM YANG SUDAH KAU SIMPAN SENDIRIAN?°°°
•
•
•
ꦿ📜ꦿ📜ꦿ📜Raden termenung, menikmati letih yang menerjang tubuhnya tanpa jeda, dia menghembuskan nafas beratnya ke udara, menatap langit yang mulai gelap di ujung sana, sambil meminum secangkir kopi pahit yang ada di meja sejajar dengan perutnya.
Mengingat banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini, yang semakin runyam dan tak terkendali, dia bertanya, sebenarnya kapan semua ini bermula? Dan, untuk apa yang sudah dia lakukan pada Jenggala, apakah itu keterlaluan?
Langit-langit toko yang menjadi tempatnya bernaung sekarang seakan menggeleng akan pikiran Raden yang mengembara.
"Menurut Bang Raja, gua bakalan sukses enggak bang?"
Raja menghentikan kegiatannya yang tengah berkutat di meja jahit, bekerja serabutan membuatnya memiliki kegiatan siang dan malam, tentu saja karena pemasukan dari kos dan ruko yang dia punya tidak cukup banyak untuk menghidupi keluarga kecil mereka.
Laki-laki matang dengan kaca mata di hidungnya itu menatap sang adik sambil mengangguk. "Iya dong, lo pasti bakalan sukses, gua selalu doain lo, dan usahain apapun kebutuhan lo selama ngejar pendidikan, jadi lo musti sukses."
Raden mendengar itu hanya mengangguk-angguk pelan, menatap lantai di bawah mereka sambil mengetuk-ngetuk jari di pahanya.
Raja yang menyadari keanehan lantas bertanya kembali, "kenapa nanya gitu?"
Raden mengangkat kepalanya, menatap Raja kemudian menggeleng meskipun bibirnya mengulum tanda tak ikhlas.
"Enggak papa sih bang, Raden cuman takut aja, tiba-tiba kepikiran gimana kalau ternyata Raden nggak bisa sukses," ucapnya mulai lesu.
Raja terkekeh pelan, menyimpan dengan benar kain yang dia pegang, kursi yang dia duduki Raja putar agar bisa berhadapan tepat dengan Raden.
"Den, liat Abang coba."
Raden hanya menurut, menatap sang Abang yang sorot matanya tidak pernah layu setelah semua hal pahit yang sudah dia alami.
"Menurut lo, Abang lo ini gagal nggak?"
Raden terdiam sebentar, mencerna maksud dan tujuan sang Abang menanyakan hal itu. Raden menggeleng pelan.
"Kenapa?"
Matanya menajam, alisnya sedikit menukik, memikirkan alasan benar untuk apa yang sudah dia lakukan.
"Karena, Abang bisa cari uang buat Raden sama Ibu, buat Jenggala juga, padahal Abang sendirian, Abang bisa bikin Raden jadi sejauh ini," ucapnya.
Raja tertawa pelan, khas pria yang sudah melapangkan hatinya untuk menerima semua hal yang akan terjadi.
"Jangan takut gagal, Den. Karena gagal itu nggak ada buat orang yang udah berusaha. Sukses nggak harus punya banyak duit dan kaya raya, punya banyak gedung-gedung tinggi dan pake kendaraan mewah, tapi sukses itu ketika kita udah berhasil ngelawatin rintangan yang bikin kita belajar banyak hal, sukses itu saat dimana kita udah paham tentang apa yang bisa kita lakuin untuk tetap ngelanjutin hidup." Tatapan Raja kini mengarah pada luar jendela.
"Kalau yang lo maksud sukses itu saat dimana lo udah mencapai kepuasan lo, lo nggak akan sukses, karena kepuasan itu nggak akan ada habisnya."
Raja kembali menyorot Raden, dia sekarang memegang bahu lelaki tanggung itu, tersenyum lebar dengan khasnya, menampilkan gaya rapi dan mata yang menyipit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lament of Lavender Petals
Fiksi UmumJudul sebelumnya → Seperti Halnya Hortensia Ganti judul ke → Lament of Lavender Petals Untuk luka masa lalu yang entah kapan akan sembuhnya. Juga kalimat-kalimat pahit yang sialnya harus dia telan meski sudah lelah dijejali itu semua. Dirinya pun...