21: Remuk Redαm

183 17 2
                                    

⭐bantu vote nya teman-teman^^

📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ




°°°REMUK REDAM°°°



📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ

Selama hampir delapan tahun dia tinggalkan, sejak kejadian hari itu Hera tak lagi bertemu dengan Jenggala. Anak bungsu yang sejak dulu kehilangan kasih sayang miliknya.

Hera tak memiliki sedikitpun niat untuk bertemu kembali atau mencari Jenggala. Bahkan dia berharap anak itu tidak muncul lagi di kehidupannya. Jenggala banyak membuat hidupnya menderita, dia tertimpa sial ketika anak itu lahir.

Namun sekarang, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia kembali bertemu dengan anak bungsunya. Ah, sebenarnya bukan pertama kali, Hera sejujurnya mengenali Jenggala kala anak itu kekeuh memanggilnya ibu di depan minimarket kala itu.

Suara tamparan yang kedengaran lebih nyaring dari hujan ketika anak itu ditampar oleh suaminya masih bisa membuat Hera meringis ngeri. Bahkan saat itu Jenggala sampai jatuh ke tanah akibat kuatnya tamparan yang dia terima.

Anak itu benar-benar sialan, Hera tak tau lagi caranya mengungkapkan kekesalan yang ada pada hatinya. Sepulang dari minimarket itu, Hera ikut dipukul oleh suaminya, luka bekas pukulan laki-laki itu masih ada dibalik bajunya.

Sekarang, mereka tengah berada di samping toko bunga yang lumayan sepi, tak ada yang akan melihat mereka ataupun mendengar perbincangan mereka di sana. Dia menyuruh suaminya untuk menunggu di dalam dengan alasan ingin berbincang berdua dengan Jenggala.

Suaminya sudah melotot ketika Jenggala kembali muncul dan lagi-lagi memanggil istrinya dengan sebutan ibu, untung saja Hera cepat-cepat menyuruhnya untuk segera masuk, jika tidak, mungkin Jenggala akan kembali menerima bogemannya.

"Lo kalau mau pulang duluan, nggak papa, Wa," ucap Jenggala.

Dewa menatap Jenggala khawatir, dia tidak mau pulang, tapi dia teringat bahwa dia ada janji dengan keluarganya di rumah. Lantas dengan berat hati, dia meninggalkan sepeda Jenggala di depan toko dan pamit untuk pulang.

Sekarang, yang tersisa hanya Hera dan Jenggala. Dapat Hera lihat sorot mata Jenggala yang begitu rindu padanya, namun dia juga menangkap sebuah ketakutan yang bergetar dari mata bening yang berkaca-kaca itu.

"Apa yang kamu mau?" Hera menatap dari atas sampai bawah penampilan pemuda itu.

Sejenak dia dengan seseorang yang dulunya begitu dia cintai.

"A-anda, ibu kan?"

Namun Hera hanya menatapnya datar seolah dia sama sekali tidak tertarik dengan pertanyaan itu.

"Ini Jenggala, Bu."

"Terus?"

Jenggala menghirup banyak-banyak oksigen ke dalam paru-parunya, hatinya terasa sakit.

"Ini ibu kan? Ibu nggak kangen sama Jenggala?" Jenggala berharap pertanyaannya itu dibalas dengan kata "rindu" juga dan dia dipeluk erat dengan penuh kasih sayang.

Hera mengusak rambutnya ke belakanh dengan kasar.

"Saya tanya kamu mau apa? Kamu mau uang? Saya kasi ke kamu sekarang juga."

Jenggala menggeleng. Tidak, bukan uang yang dia mau, melainkan rindu yang terbalaskan. Rasanya dia benar-benar patah sekarang.

"Jenggala nggak mau uang, Jenggala cuman mau Ibu. Bu, bilang kalau ibu itu ibu aku," ucap Jenggala seraya berusaha untuk menggapai tangan ibunya.

Hera menghindar dengan cepat, dia melangkah ke belakang untuk menjaga jarak seolah Jenggala memiliki sebuah penyakit menular yang dapat membunuhnya kapan saja.

Lament of Lavender Petals Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang