ꦿ📜ꦿ📜ꦿ📜
•
•
•
•
°°°SURAT CINTA DARI SEKOLAH°°°
•
•
•
ꦿ📜ꦿ📜ꦿ📜VOTE WOI JANGAN CUMAN BACAA
Hawa masih begitu sejuk, matahari masih sejajar dengan dada ketika dipandang dari lantai dua gedung kelas, sesekali kicau burung terdengar seolah menyambut hari yang baru.
Cuaca yang pas untuk ketenangan dan kegembiraan bukan? Mari lupakan masalah sejenak dan menghirup udara sepuas mungkin, masalah tidak akan lenyap hanya karena selalu dipikirkan, jadi, istirahatlah dan duduk sebentar.
Beberapa menit yang lalu Hebian dan Jenggala masih bersenandung ria di tepi jendela dengan gitar milik lelaki berkulit Tan di sebelah Jenggala itu. Sampai-sampai temen-temen mereka yang lain terutama yang cewek-cewek terpana. Wih, bagus. Begitulah kira-kira kata mereka.
Mereka berdua bernyanyi begitu syahdu, terlalu mendalami sampai Jenggala mengalunkan harmonisasi yang unik, suara khas Hebian yang cempreng tapi merdu berpadu dengan untaian nada halus dan lembut milik Jenggala.
"Oneurindeuthae, deudideo neowa naega. Oh underneath the same light. Ouoh hoo hoo~" Suara Jenggala mengalun indah, matanya terpejam menikmati suaranya sendiri.
"Ojik neoyeoyaman hae. Even if there ain't no time. Just take my hand and just fly~" Hebian menyahut, ikut menguadarakan suara candunya
Tapi Hebian akhirnya sedikit terusik ketika menyadari batuk yang terus keluar dari mulu Jenggala, akhirnya lagu berhenti.
"Batuk mulu lu!" ujar Hebian sambil menepuk keras bahu Jenggala sampai bikin Jenggala latah.
"Anj! —astagfirullah!" Masalahnya Hebian nepuknya sampai bikin Jenggala kepentok saking kerasnya, mungkin dia pake tenaga dalam.
"LO NYARI MASALAH?!" teriak Jenggala sambil mengelus keningnya.
Hebian yang awalnya kelihatan pundung langsung ciut saat itu juga. "Maksud Aa bukan gitu, Manis, gini loh."
Bukannya Hebian takut dipukul balik, kalau begitumah dia udah pasti lebih kuat, masalahnya tatapan Jenggala udah kayak Banaspati.
"Halah!"
Seekdar informasi bahwa Jenggala jadinya tetap berangkat sekolah meskipun keadaannya memprihatinkan, pemuda itu lelah namun dia tidak mengantuk. Akhirnya Jenggala memaksakan diri untuk mandi dan berangkat tanpa sarapan karena takut melihat tatapan Raden di meja makan ketika dia melewati dapur.
Jenggala biasanya akan langsung meminta maaf jika mereka bertengkar, tapi kali ini entah mengapa dia sangat tidak berani, pikirannya secara otomatis memutar memori saat Mas Raden memukulnya sehingga itu memberikan perasaan terancam.
"Lo ini dari awal udah bikin pikiran gua kemana-mana, muka bonyok, jalan pincang, batuk-batuk lagi, abis dikeroyok preman pasar mana lu?!" Emosi Hebian ikut naik setelah tadi dia kehilangan kata buat ngeles lagi sama Jenggala sampai akhirnya kena jambak brutal.
"Kepo amat sih musang!"
Hebian diam menatap Jenggala dengan alis menukik tajam. Kalau nggak kasian udah dia tendang nih anak dari tadi. Makin lama makin nantangin!
"Oke siap ya, samaan. Satu, dua, tiga."
"PAGI WANKAWAN! ANNYEONGHASEO! OHAYO! GUTMORNING! DUA PRIA RUPAWAN DATANG! BUKA JALAN, GELAR KARPET MERAH!" Teriakan kompak dari arah pintu dari dua orang mengalihkan perhatian semua orang, terutama Jenggala yang menyadari suara itu berasal dari dua orang sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lament of Lavender Petals
Ficción GeneralJudul sebelumnya → Seperti Halnya Hortensia Ganti judul ke → Lament of Lavender Petals Untuk luka masa lalu yang entah kapan akan sembuhnya. Juga kalimat-kalimat pahit yang sialnya harus dia telan meski sudah lelah dijejali itu semua. Dirinya pun...