13: Melukis Pemilik Sepedα Kuning

155 16 1
                                    

⭐Bantu vote nya teman-teman ^^

📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ



°°°MELUKIS PEMILIK SEPEDA KUNING°°°



📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ

Jenggala berpisah dengan Dewa dan Kahes saat pulang sekolah. Awalnya dia ingin mengajak dua anak laki-laki itu untuk nongkrong di rumahnya tapi setelah mengingat keadaan Dewa yang belum sepenuhnya fit, dan Kahes yang katanya ada janji dengan perempuan dari sekolah sebelah, Jenggala jadi mengurungkan niatnya dan berakhir pulang sendiri.

Ngomong-ngomong, dia dan Kahes menyesal sudah mengajak Dewa lari-lari ke kantin. Pemuda itu jatuh di tengah jalan, di depan banyak orang. Mereka menyaksikan dengan jelas sosok tampan Sadewa yang digadang-gadang memiliki tubuh atletis itu jatuh seperti anak kecil yang dagunya langsung mencium tanah.

Meskipun dua kawannya tertawa sampai terjungkal dulu, Dewa tetap di gotong lagi kok. Jenggala mana tega membiarkan pemuda itu jalan sendiri ketika dia melihat sendiri kaki Dewa tertekuk hingga akhirnya keseleo.

Kasihan.

Semilir angin sore yang diam-diam menghanyutkan itu membuat Jenggala tersenyum tipis. Dia berhenti di tepi jalan untuk membalik topinya kebelakang ketika dirasa rambut-rambut poninya yang mulai memanjang sedikit mengganggu pandangannya.

Langit indah di sepanjang jalan yang mulai kekuningan itu sayang sekali untuk dilewatkan. Kanvas langit kini sedang bahagia, karena ia dengan sukarela menampilkan warnanya pada siapa saja yang mau menatap ke atas sana.

Jenggala dan sore hari itu seperti kawan lama yang akhirnya kembali berbaikan setelah sekian purnama berpisah. Jenggala pernah membencinya hanya karena dia teringat sang ayah ketika gundukan-gundukan jingga itu nampak di ufuk barat.

Padahal senja tidak salah apa-apa, ia tau semuanya, tapi keindahan itu hanya bisa terus melakukan tugasnya tanpa bisa berbuat apapun lagi untuk menarik perhatian Jenggala seperti sedia kala.

Jenggala sendiri sudah beranjak dewasa, dia mulai sadar kalau menangis di setiap penghujung hari itu tak ada lagi gunanya. Ayah tidak akan bangun lagi dari kubur bahkan ketika Jenggala menangis sampai gila. Semuanya sudah telanjur, dan yang harus Jenggala lakukan adalah menjalani hari esok dan menerima hari kemarin.

Seperti petuah Raden pagi tadi, Jenggala tidak lewat jalan yang harus memakan waktu lama untuk sampai di rumahnya. Tapi ketika baru saja melewati pertigaan, sepedanya harus berhenti ketika menangkap keributan di pinggir jalan.

Matanya membola melihat seorang perempuan yang menangis sambil berusaha melawan dua orang laki-laki bongsor yang ingin merebut tasnya. Tanpa pikir panjang, Jenggala turun dari sepeda dan memukul preman berambut gondrong itu dengan balok kayu.

Si preman langsung membalas tanpa hari nurani, dia melempar tubuh Jenggala menjauh dan bersiap untuk memukulnya jika saja anak itu tidak gesit untuk berdiri kembali meskipun pantatnya jadi nyut-nyutan.

"Ganggu gua aja Lo bocah ingusan!"

Bugh!

Badan Jenggala sampai oleng ketika mendapatkan pukulan dari pria bongsor itu. Kekuatannya tidak main-main, bahkan Jenggala jadi takut kalau-kalau dagunya patah atau bengkok.

Tidak ganteng lagi dong nanti.

Ketika dia ingin berdiri, perutnya sudah lebih dulu di tendang menjauh. Membuat Jenggala spontan terbatuk-batuk sambil merasakan sakit di perutnya yang tidak karuan. Belum sempat mengeluh sakit, wajahnya kembali ditonjok hingga sudut bibirnya berdarah. Jenggala langsung tumbang ke aspal.

Lament of Lavender Petals Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang