18: Menjelαng Mαghrib yαng Berαntαkαn

146 14 0
                                    

⭐Bantu vote nya teman-teman ^^

📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ



MENJELANG MAGHRIB YANG BERANTAKAN



📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ

Angin dingin sore menyapu lengan telanjang Jenggala yang kotor, anak-anak rambut pemuda itu sesekali bergoyang ketika sarayu menjadi sedikit kencang. Hawa sudah dingin ketika beberapa langkah lagi dia akan sampai di rumah hangatnya.

Namun, bahkan burung-burung gereja yang senantiasa nangkring pada kabel listrik di atas sana memiringkan kepala menatap anak itu yang malah berhenti membatu.

Masih terekam jelas dalam ingatan anak itu bagaimana pukulan kemarahan Dhanan menghantam tubuhnya, kaki kaki jenjang laki-laki itu bahkan tak segan untuk membuat Jenggala merasakan patah tulang beberapa detik, di tambah lagi, banyak sekali kalimat-kalimat menusuk dan umpatan-umpatan kasar yang keluar dari bibir pucatnya.

Senyum tipis Jenggala terukir pedih, siapa yang mengira bahwa Dhanan akan sakasar itu? Siapa yang menebak bahwa pertemuannya akan semenyakitkan ini? Bukan hanya soal fisik yang terasa retak, namun hatinya ikut terbelah.

"KENAPA KELAHIRAN LO ITU SIAL BANGET, HA?!!"

"Lo bikin Ibu sakit tau nggak?!"

"Lo bener-bener pembawa sial! Enggak ada manfaatnya lo lahir!"

"Anak sialan lo, enggak guna."

"Lo selalu bikin Ibu sedih, kenapa lahir sih?"

Jangankan Dhanan, Jenggala saja tidak tau mengapa kehadirannya memunculkan efek berantakan seperti ini.

Kalau begini, bagaimana dia bisa berbicara dengan Ibu dan meminta wanita itu untuk menceritakan masa lalu? Masih banyak sekali hal abu-abu dalam hidupnya, mulai dari mengapa kebencian itu datang, mengapa kemarahan sebesar ini harus dia hadapi, dan mengapa dia harus ditinggalkan?

Sebelumnya, Jenggala pernah berharap agar suatu saat nanti, ketika dia dan Ibu bertemu lagi, maka bukan lagi rasa benci dan penyiksaan yang dia dapatkan, melainkan kasi sayang dan perlakuan lembut sebagaimana wanita itu bersikap pada Dhanan.

Kini dia mendongak menatap langit sore yang begitu indah, namun sayangnya tumpahan warna yang begitu menyejukkan warna di kanvas langit itu tak seindah jalan hidupnya dan kejadian yang tengah dia alami saat ini.

"Nanti ibu bakal sayang gue nggak ya?" monolog yang terdengar penuh khawatir itu mengudara ke langit.

"Bang Dhanan juga bakalan sembuh nggak ya? Dia kan nggak mau terima donor jantung dari gue, padahal kan gue udah baik hati mau nawarinnya," lanjut anak itu sebelum menurunkan arah pandangnya.

Helaan nafas berat pun terdengar, dia melangkah sambil menggendong tasnya pada satu punggung. Tas yang biasanya selalu bersih itu sudah seperti baru di pungut di tempat pembuangan sampah, untung saja hanya kotor, tidak ada yang rusak sama sekali, namun tetap saja Jenggala sedih jika ada noda yang tidak bisa hilang.

Setibanya di depan rumah, dia langsung melepas sepatu dan kaos kakinya, namun sebelum membuka pintu, pintu itu sudah dibuka terlebih dahulu oleh Raden yang sepertinya mengintai dari balik jendela sedari Jenggala berjalan dari jauh.

"Eh, Mas Raden," sapa Jenggala kikuk sekaligus kaget.

"Mati nih."

Lament of Lavender Petals Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang