19: Ronα Delinggαm

127 13 1
                                    

⭐Bantu vote nya teman-teman ^^

📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ



RONA DELINGGAM



📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ

Entah sudah berapa lama Raden tidak merasakan hari Minggu yang sebenarnya, dimana hari yang identik dengan libur itu bisa dia nikmati dengan beristirahat di rumah atau bersantai dan jalan-jalan kemana mana. Sejak lulus kuliah dia mulai terus bekerja, apapun akan dia kerjakan demi mendapatkan uang.

Saat SMA dahulu, hari Minggu adalah hari paling menyenangkan yang dia dapatkan, karena dia bisa bangun jam 9 dan bermalas-malasan di kamar, tapi sekarang tidak.

Jam masih menunjukkan pukul 6 ketika dia sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Dinda. Seperti biasa, membuatkan kue untuk para pelanggan dan membicarakan soal pekerjaan Raden di Singapura.

Sejak awal Dinda begitu setia pada Raden, dia ikut-ikutan, dan ikut melakukan apapun yang Raden lakukan, dia memaksakan banyak hal agar Raden tetap di sisinya, contohnya ya jualan kue ini.

Padahal Dinda adalah orang yang bisa dibilang berkecukupan, sudah banyak panggilan pekerjaan dari kantor kantor di kota tempat mereka tinggal bahkan yang di luar kota, namun dia tetap semangat dalam berjualan kue bersama Raden.

Dua kali semprotan parfum di tengkuknya sebelum Raden membuka pintu dan langsung disambut dengan angin bekas Jenggala berlari kencang menuruni tangga dengan aroma permen dan bunga matahari khasnya.

Sempat terdiam beberapa saat untuk mencerna kejadian cepat itu sebelum dia melirik ke arah jam dinding dan ditampakkan jarum jam di sana masih menunjuk ke arah angka 6.

Ini hari Minggu.

Jenggala sudah bangun? Di hari Minggu? Jam 6?

Raden menggeleng-geleng, Jenggala selalu ada saja tingkahnya.

Lantas pria itu berjalan menuruni tangga dan mendapati Jenggala tengah mengoleskan susu di atas roti tawar yang dia beli sehabis pulang dari rumah Dinda kemarin.

"Mau kemana pagi-pagi begini?" tanya Raden.

Jenggala melirik sebentar, kemudian tersenyum dan memberikan sepotong roti yang sudah dia olesi susu itu pada Raden, kemudian membuat yang baru untuknya sendiri.

"Mau ke toko bunga, Mas. Abis itu Jenggala mau main sama Nadesh Dewa."

Raden tampak bingung karena baru kali ini Jenggala ingin pergi ke tempat seperti itu, meskipun dia akui Jenggala termasuk anak yang mencintai alam, tapi dia tidak pernah tau kalau Jenggala senang berkunjung ke toko bunga.

"Toko bunga yang mana? Ngapain? Mau beli bunga?" Raden berucap sebelum duduk dan melahap rotinya.

"Sarapan udah gua siapin," lanjutnya.

"Hm," Jenggala berdehem kemudian ikut duduk berhadapan dengan Raden. "Gue mau ke toko bunga yang di jalan tempat gue kecelakaan itu, Mas. Mau ketemu putri bunga."

Raden mengerutkan dahinya. "Gua nggak suka, Gal, lo lewat jalan itu, jangan ke sana lagi."

"Bukan lewat, gue mau ke toko bunga yang ada di sana," sangkal Jenggala.

Bola mata Raden berputar malas. "Sama aja, gua nggak peduli, jangan kesana. Mau lo pengen ketemu putri bunga kek, putri pohon kek, putri batu kek, gua nggak mau, Gal."

"Emang kenapa sih? Jenggala bakalan hati-hati, nggak akan jatuh lagi kok," ucap Jenggala berusaha meyakinkan.

Setelah roti Raden habis, dia meneguk airnya kemudian menggeleng seolah tak ingin di bantah.

Lament of Lavender Petals Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang