⭐Bantu vote nya teman-teman ^^
📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ
•
•
•
°°°ES YANG RELA MENCAIR°°°
•
•
•
📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿSiang itu, sepertinya angkasa sedang ingin memperlihatkan pada orang-orang bahwa langit biru akan tetap terlihat cantik bahkan ketika tak ada awan yang tersebar di antaranya. Sinar matahari begitu terik, ketidak hadiran awan di hari ini membuat sang mentari bebas menyinari apa saja.
Suara bel istirahat menggema ke seluruh penjuru sekolah, bersamaan dengan pekikan Jenggala ketika tubuh Dewa jatuh ke arahnya. Kepala mereka berdua terbentur dan Jenggala langsung menabrak tepian jendela ketika bobot tubuh Dewa dia terima dengan tiba-tiba.
Tak ada yang menyadarinya, sebagian besar murid langsung berhambur keluar kelas, sedangkan Nadesh yang duduk tepat di depan mereka malah sibuk mengacak-acak lacinya seperti tengah mencari sesuatu.
Jenggala menahan bahu Sadewa dan menyadari bahwa kawannya itu bernafas dengan susah payah, keringat dingin bercucuran di dahi, ruam-ruam merah mulai tercipta di lehernya yang jenjang begitu pula dengan wajahnya.
"Hey? Lo kenapa bisa kayak gini?" Jenggala menepuk-nepuk pipi Dewa.
Dewa tak bisa berucap apapun, dia hanya menunjuk kotak bekalnya di laci meja dengan tangan yang bergetar. Ketika Jenggala mengecek benda itu, jantungnya langsung berpacu lebih cepat dari sebelumnya.
"Udang? Lo alergi udang!! Siapa yang ngasih lo ini?!" Jenggala meletakkan kasar nasi goreng dengan udang-udang kecil.
"Kenapa lo makan udangnya juga sih?!" Kedengaran marah memang, tapi jika wajah Jenggala diperhatikan, maka kekhawatiran dan rasa takut akan terpancar begitu dalam.
Dewa ingin berucap sesuatu tapi tubuhnya lebih dulu ambruk ke belakang, jika saja Jenggala tidak sigap menahannya maka Dewa akan langsung menghantam lantai.
Kepala pemuda itu terkulai lemas, matanya tertutup dalam sakit yang tak tertahan. Jenggala langsung memeluk bahunya dan menahan kepala anak itu.
"Apa sih ribut-ribut? Liat tipe-x- DEWA?!"
Teriakan Kahes yang tak kalah terkejut ikut terdengar dan mengalihkan etensi semua orang yang ada di sana ketika mendapati sahabatnya yang sudah pucat dengan mata tertutup.
Hebian dan Chanu yang baru saja ingin pergi ke kantin jadi kembali lagi dan ikut memeriksa keadaan Dewa yang terlihat sangat memprihatinkan.
"Gendong Sadewa ke UKS sekarang!!" teriak Jenggala.
Namun orang-orang di sana malah diam mematung, hal itu membuat Jenggala naik pitam dan langsung menjambak rambut Hebian dan Kahes membuat dua laki-laki itu memekik kesakitan.
"ANGKAT SADEWA KE UKS SEKARANG! KALIAN BUDEG?!" pekiknya tepat di depan wajah mereka.
Dewa digotong menuju UKS dengan sempoyongan. Sedangkan Jenggala kini menatap Chanu yang terlihat tak se-sewot pagi tadi.
"Lo cari Ejin! Yang pegang kunci rak obat dia!" Jenggala menyebutkan seorang petugas PMR yang pernah merawatnya ketika dia pura-pura pingsan di lapangan.
"Dimana?" Chanu berusaha menutupi perasaan gugupnya dengan wajah pundung namun dia malah mendapat gertakan.
"NGGAK MAU TAU POKOKNYA CARIIN!! MAU TUH ANAK ADA DI ZIMBABWE ATAU DI PADANG MAHSYAR, CARIIN!"
"Y-ya, nggak usah teriak!"
Chanu lantas lari terbirit-birit meskipun dalam hati sudah mengomel tiada henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lament of Lavender Petals
Fiction généraleJudul sebelumnya → Seperti Halnya Hortensia Ganti judul ke → Lament of Lavender Petals Untuk luka masa lalu yang entah kapan akan sembuhnya. Juga kalimat-kalimat pahit yang sialnya harus dia telan meski sudah lelah dijejali itu semua. Dirinya pun...