⭐bantu vote nya teman-teman^^
ꦿ📜ꦿ📜ꦿ📜
•
•
•
•
°°°SETIAP MALAM PUNYA CERITA YANG BERBEDA°°°
•
•
•
ꦿ📜ꦿ📜ꦿ📜Rumah terasa begitu sepi, angin angin dingin dari pintu yang tak tertutup sedari tadi seakan mengusik manusia yang menghuni atap itu, langit semakin kelam, dihiasi banyak bintang dan sedikit menampakkan corak tipis kelabu di kanvas semesta.
Malam yang begitu tenang, indah kala jendela dibuka hanya untuk sekedar melihat pemandangan di luar sana.
Namun, Dhanan sama sekali tidak menikmati suasana ini, malahan pikirannya berkecamuk semakin riuh, kamar itu berantakan, seperti kapal pecah, beberapa cat dengan warna membosankan tumpah ruah di lantai, kertas dengan sketsa acak yang tidak rapi itu bertebaran di sepanjang lantai ruangan.
Dhanan meremas helai rambutnya, memejam lama, berusaha untuk meredam kacau di kepalanya yang menyuarakan hidupnya sepanjang ini.
"KENAPA KELAHIRAN LO ITU SIAL BANGET, HA?!!"
"Lo bikin ibu sakit tau nggak?! Lo kenapa muncul di hadapan dia tolol?! Ibu udah nggak nganggep lo anaknya! Jadi lo jangan ngaku-ngaku!! Bawa masalah aja lo!"
"Maaf?! Maaf Lo bisa bikin ibu sembuh sekarang?! Nggak! Lo bikin dia dipukul sama suaminya gara-gara lo ngaku-ngaku anaknya bego!! Lo bener-bener pembawa sial! Nggak ada manfaatnya lo lahir!"
Dhanan mengusak wajah pucatnya kasar ketika memori jelek itu datang menghantuinya. Mengapa dia membenci dirinya sendiri? Padahal apa yang dia ucapkan memanglah kenyataan.
Kini, dia menatap ke arah cat cat berwarna monoton itu, tatapannya menerawang.
Kenyataan, ya?
Dhanan tau ini semua terjadi karena Jenggala, karena anak itu, ayah dan ibu mereka berpisah sampai membuat semua ini semakin rumit. Karena anak itu ayah mereka hidup kesusahan. Karena anak itu tetangga mencibir dengan begitu kejam. Karena anak itu ibu dibenci sekian dalam. Karena anak itu, ibu merasakan penderitaan dan luka di hatinya. Semua ini karena Jenggala.
Namun ketika setiap tendangan, pukulan, dan cacian itu dia lemparkan, hati Dhanan terkadang ikut ngilu saat rintihan Jenggala terdengar di telinganya.
Dhanan mengambil secangkir air hangat di meja kecil yang ada di dekat kursinya kemudian meneguk air itu, kerongkongannya terasa kering setelah tidak meminum setetespun air sejak pagi tadi.
Brakk!!
Dhanan langsung tersedak, beberapa tetes air keluar dari mulutnya. Lelaki itu bergegas untuk bangkit dan menuju asal suara.
"Bu? Itu Ibu, kan?"
Langkahnya tergesa menuju dapur, namun Dhanan tetap tak berlari, dia masih sadar tentang apa yang seharusnya dia hindari, bahkan untuk hal-hal kecil seperti ini.
Ketika sosok Hera tertangkap oleh netranya, Dhanan langsung menuju ke arah wanita yang terduduk lemas di meja maka itu, wajahnya sembab, rambutnya acak-acakan, serta ada bekas tamparan di pipinya.
Seketika tangan Dhanan mengepak erat, hal ini terjadi lagi, ini semua pasti ada sangkut pautnya dengan anak itu!
"Bu? Ibu kenapa bisa kayak gini? Ibu udah obatin? Ayo Dhanan obatin dulu, Bu." Dhanan menyentuh pundak sang ibu.
Kepala Hera terangkat, dia menatap Dhanan dengan sorot matanya yang sangat terluka. "Dhanan..." Air matanya mengalir deras.
Dhanan tak kuasa melihat Hera menangis, dia langsung memeluk wanita itu, hatinya ikut sakit, dia tidak ingin melihat ibunya menangis lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lament of Lavender Petals
General FictionJudul sebelumnya → Seperti Halnya Hortensia Ganti judul ke → Lament of Lavender Petals Untuk luka masa lalu yang entah kapan akan sembuhnya. Juga kalimat-kalimat pahit yang sialnya harus dia telan meski sudah lelah dijejali itu semua. Dirinya pun...