O9: Demi Si Lemαh

252 35 10
                                    

⭐Bantu vote nya teman-teman ^^

"Yang lama belum tentu dekat, dan yang sebentar belum tentu bersekat."
_GGBB

°
°
°
°
°
📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ
°
°
°
°
°

Jenggala sudah pernah bilang belum kalau masa kecilnya sangat buruk? Saking buruknya, jika Jenggala mengingat-ingat masa itu maka senyumnya akan menghilang, dan hatinya terasa di tonjok-tonjok sampai lebam dan hancur berserakan.

Di masa itu, yang ada di hidup Jenggala hanya Ibu yang selalu marah, Abang Dhanan yang dingin terhadapnya, dan Ayah yang jarang di rumah. Hidupnya terus berputar pada hari-hari melelahkan dimana dia harus menjadi anak baik agar tidak mendapat bentakan dan hinaan dari ibunya.

Sementara itu, definisi 'anak baik' bagi ibu untuk Jenggala adalah, tidak mengeluh tentang apapun, tidak meminta makan, mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, dan tidak boleh mengajaknya mengobrol tentang apapun.

Jenggala tidak apa, dia bukan anak yang banyak mengeluh, dia tidak akan memaksa agar diberi makan, dia makan hanya saat ayahnya pulang, dan Jenggala juga tulus mengerjakan pekerjaan rumah setiap hari. Tapi, waktu itu Jenggala ada di masa kanak-kanaknya.

Di depan ibu Jenggala akan berusaha tidak cerewet, dia akan menyamar menjadi anak bisu, padahal banyak sekali hal yang ingin dia obrolkan pada wanita cantik itu.

Tapi di depan ayah? Jenggala hanyalah anak manis yang menceritakan semuanya, yang mengagumi apapun yang baru diketahuinya, yang memiliki banyak mimpi sederhana, yang penuh candaan ringan yang terdengar konyol untuk anak seusianya. Ya, Jenggala adalah anak-anak.

Namun Jenggala pikir, ibu ingin mendewasakannya lebih cepat. Dari perlakuan dan perkataan yang diberikan ibu sudah cukup untuk membentuk Jenggala menjadi sekuat baja.

Tapi Jenggala selalu saja membuat ulah hingga memicu amarah Hera yang selalu berapi-api dan tidak terkontrol jika berhadapan dengan Jenggala. Bahkan, saat Jenggala masih bayi, ibu mengidap depresi ringan.

Hingga kini, mungkin kondisi mental ibu belum stabil. Dan Jenggala sangat ingat kalau ibu akan selalu terlihat frustasi ketika memarahinya. Tapi dia tidak pernah mengira kalau ibu semarah itu padanya hingga tragedi paling menyakitkan yang terjadi di masa kecilnya terjadi.

Udara dingin berhembus menyapu kulit Jenggala, lantas anak itu mengambil jaket kuning yang diberikan ayahnya lalu memakainya sambil berjalan ke ruang tamu.

Ayah tidak pulang malam ini, dan Abang Dhanan menginap di rumah temannya. Sehingga kemungkinan besar dia hanya berdua bersama ibu di rumah kalau wanita itu tidak ikut pergi meninggalkannya sendirian.

Ketika sedang merapikan jaket berwarna cerah itu, tak dia sadari ada langkah lain mengarah padanya, sehingga kaki jenjang yang dibalut celana bahan berwarna hitam itu menabraknya hingga mundur beberapa senti.

Jenggala terbelalak karena terkejut. Dia pikir itu ibu, tangannya sudah bergetar ketakutan sebelum menyadari bahwa kaki yang menabraknya memakai sepatu laki-laki.

Lantas dia mengangkat pandangannya, langsung bertubrukan dengan mata coklat terang yang sama persis dengan matanya, hanya saja mata itu terlihat sedikit tajam dari dirinya.

"Kau ... siapa?" tanya laki-laki itu sambil mengerutkan dahi.

Jenggala terdiam. Dia bingung harus menjawab apa. Jujur saja, dia tidak pernah mengira akan ada pertanyaan seperti ini yang akan di lemparkan untuknya selama berada di rumah ini.

Lament of Lavender Petals Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang