O4: Aromα di Tengαh Mαlαm

308 81 23
                                    

Bantu vote nya teman-teman ^^

📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ



°°°AROMA DI TENGAH MALAM°°°



📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ

Langit sudah legam, mungkin tanpa bintik-bintik cahaya yang disebut bintang, angkasa itu akan terlihat sangat kelam. Serayu malampun berhembus dingin menyapu kulit, seolah ikut menyapa dengan caranya sendiri.

Hembusan nafas terdengar bersemaan dengan suara benturan benda keras di atas kertas, pulpen itu tergeletak tak bergerak setelah sangtuan meletakkannya dengan tegas.

Lembaran buku yang tadinya kosong sudah berisi banyak coretan angka, beberapa ada kalimatnya. Mungkin soal matematika ini akan menjadi akhir dari petualangan otak Jenggala di buku-buku paketnya.

Tenggorokan pemuda itu terasa sakit dan kepalanya pening yang tidak sedikit.
Kasur empuk dan selimut hangat adalah tempat terbaiknya saat ini.

Namun Jenggala teringat belum ada panggilan dari Raden untuk makan malam ini. Sempat dia bertanya-tanya, di mana pria itu?

Jadilah karna perutnya meraung-raung minta di isi, Jenggala keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju dapur. Tempat itu sepi, dan karna ini Jenggala jadi menyadari betapa sunyi rumahnya malam ini.

"Mas Raden?" panggilnya lirih.

Karna seharusnya di jam-jam segini ada bunyi tv, ada suara keributan di dapur akibat Raden yang bereskperimen memasak ini itu, atau kalau tidak, ada bunyi nyanyian kecil-kecil Raden yang sedang berkutat dengan leptopnya di ruang tamu.

Tak mendapati Raden di dapur, Jenggala beralih berjalan ke arah kamar mandi yang lampunya belum di nyalakan. Tumben sekali.

Alis Jenggala menukik bersama bola matanya melirik tajam kesana-kemari. "Kok jadi horor gini sih?"

Jenggala berlari menuju lantai dua lalu mengetok pintu kamar Raden dengan terburu-buru.

"Mas Raden? Mas Raden di dalam mas?" Pemuda bersuara tertahan itu mengintip di bawah celah pintu untuk melihat keadaan di dalam.

Kamar Raden rapi dan lampunya menyala, gorden jendela di samping tempat tidur masih terbuka dan tak ada tanda-tanda keberadaan Raden di sana.

Kaki pucat itu kembali berlari ke kamar sendiri, menyambar ponsel di kasur dan segera menelepon Raden. Dalam duduknya yang berusaha tetap tenang ada jari yang sedari tadi mengetuk-ngetuk meja belajar dengan risau.

"Ck, mas Raden di mana sih, anjirr?" Dia menatap layar ponselnya dengan kesal.

Panggilannya di acuhkan, jadi lama-lama Jenggala menyerah dan memilih membaringkan tubuhnya yang panas.

Pandangan matanya mengarah ke langit-langit kamar, merenung untuk beberapa saat sembari mengusap poninya yang menutupi dahi untuk menyingkir. Dahi berkeringat itu terasa panas di telapak tangannya.

Biasanya jika Jenggala demam dan dirawat oleh Raden, pria bongsor itu akan bercanda dengan mengatakan dahinya bisa di pakai untuk membuat telur dadar saking panasnya. Diam-diam Jenggala ingin Raden ada di sini, ada yang kurang rasanya saat tak melihat pria itu sejak Jenggala pulang sekolah.

Pelan-pelan mata hangat itu di tutup oleh kantuk, deru nafasnya terdengar dalam kesunyian malam. Posisinya saat itu tertidur bebas di kasur dengan kaki yang masih menjuntai di luar kasur, kepalanya tak dia beri bantal, selimut pun dia biarkan masih terlipat karna merasa tubuhnya sudah panas untuk di selimuti.

Lament of Lavender Petals Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang