[48] Pelampiasan amarah

1.7K 157 19
                                    

>> Happy Reading <<

If tomorrow never comes
(Jika esok tidak pernah ada)

Will she know how much I loved her
(Akankah dia tahu betapa aku mencintainya)

Did I try in every way to show her every day
(Sudahkah kulakukan semua cara untuk menunjukkan padanya tiap hari)

"Ra, bisa ganti lagunya nggak?" pinta Mentari seraya menatap lurus jalanan yang mereka lalui. Lagu cinta tersebut mengingatkannya akan Morgan.

Tanpa banyak bertanya Amara pun mematikan audio mobil yang tengah diputar untuk menemani perjalanan mereka.

Mentari menoleh. "Loh kok dimatiin sih?"

"Ya mendingan gue matiin lah daripada tiap lagu yang diputer terus lo minta ganti mulu."

Mentari menghela napas. "Maaf, Ra. Gue bikin lo nggak nyaman."

"Ssstt!! Maksud gue bukan begitu. Gue—"

"Semua lagu yang lo puter tuh ngingetin gue sama dia. Gue nggak mau terus-menerus inget sama dia karena tekad gue udah bulat buat lupain dia."

Amara mengangguk mengerti. Berkali-kali Mentari sudah pernah mengatakan hal ini padanya.

"By the way, weekend ini gue sama temen gue mau ke Gili Trawangan, lo mau ikut nggak? Lo butuh refreshing, Ri. Masalah akomodasi dan segala macamnya biar gue yang tanggung. Lo juga bisa tuh ajak Tante Annisa dan juga Bintang kalau lo mau. Gimana?"

"Gue nggak bisa, Ra. Minggu depan ujian pertama Bintang. Jadi buat persiapan, dia harus banyak belajar."

Amara menghela napas pasrah. Padahal ia ingin sekali mengajak Mentari liburan agar supaya Mentari bisa segera move on dari Morgan yang kabarnya akan segera melangsungkan pernikahan dengan artis terkenal.

Amara tak menyangka kisah cinta Mentari dan Morgan yang sempat membuatnya iri malah berakhir seperti ini akibat kesalahan Morgan sendiri.

Well ... setelah ini Amara berharap Mentari segera dipertemukan dengan pria baik dan tulus yang benar-benar mencintainya seperti Mario bukan Morgan yang hanya singgah sementara tapi memberikan luka yang cukup dalam di hatinya.

***

Rafael tersenyum lebar kala melihat Bintang begitu lahap sekali menyantap pizza dihadapannya. Kebetulan ia berpapasan dengan Bintang yang baru pulang les. Kemudian mengajak Bintang untuk menemaninya makan dan keduanya pun berakhir di restoran pizza ini.

Rafael menyantap pasta sementara Bintang asyik dengan pizza-nya sembari terus berceloteh. Sesekali Rafael membersihkan sisa noda makanan di bibir Bintang.

"Oh jadi minggu depan Bintang ujian karena itu Bintang tiap hari les?"

Bintang menganggukkan kepalanya. "Bintang pengen banget cepet gede terus lulus sekolah terus Bintang kerja biar kaya raya seperti uncle Mo dan uncle Rafael, supaya Mama nggak perlu nangis lagi tiap malam karena mikirin kerjaan."

"Nangis tiap malam karena mikirin kerjaan?" ulang Rafael tak mengerti. Ia merasa tertarik dengan apa yang Bintang katakan.

Lagi, Bintang menganggukkan kepalanya. "Benar uncle, hampir setiap malam Mama nangis. Pas Bintang tanya kenapa, Mama bilang karena mikirin kerjaan."

Rafael ragu Mentari menangis karena memikirkan pekerjaan. Rafael yakin Mentari menangis semata-mata bukan karena pekerjaan melainkan karena... Morgan.

Ya, Rafael yakin sekali hingga saat ini, meski sudah hampir dua bulan Morgan dan Mentari berpisah tapi Mentari belum bisa melupakan Morgan dan begitu pun sebaliknya. Keduanya masih sama-sama cinta tapi keadaan lah yang memaksa mereka berpisah.

LET ME LOVE YOU [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang