[21] Pembohong besar!

2.1K 142 7
                                    

>> Happy Reading <<

"Gue titip buat Bintang." Amara memberikan paper bag berukuran sedang pada Mentari berisi oleh-oleh khas dari salah satu kota di Jawa barat. Ia memang selalu seperti ini setelah dari luar kota.

"Ya ampun, Ra. Pake repot-repot segala," balas Mentari sembari membersihkan meja yang Amara tempati.

"Gue tuh kalau kemana-mana suka inget aja gitu sama Bintang. Apalagi Bintang kan suka banget mochi kacang."

Mentari tersenyum hangat. Amara benar-benar tulus menyayangi Bintang.

"Kenapa cuma semalam doang lo di sana? Gue pikir sampai berhari-hari."

"Abis ini gue mau ketemuan sama tamu penting, Ri. Dan dia mau bayar gue tiga kali lipat."

Mentari berjalan ke area kasir untuk mengambil minuman pesanan Amara.

"Terus Om lo tahu?" Mentari meletakkan minuman tersebut di hadapan Amara.

"Nggak sih." Amara tertawa kecil. "Pulang dari Sukabumi dia langsung cus ke Turki. Biasa lah ada kerjaan."

"Kenapa lo nggak ikut ke sana?"

"Lo gila, anak bininya di bawa ke sana."

Mentari terkekeh pelan. Padahal ia sengaja ingin menggoda Amara saja.

Mentari pun kembali ke area kasir untuk melayani tamu. Sementara Amara tengah asyik berbalas chat dengan seseorang. Selama Om nya berada di Turki untuk beberapa hari ke depan, tidak ada salahnya ia menerima tamu. Bukan karena uang melainkan demi kehangatan yang ia butuhkan malam ini terlebih udara di luar begitu dingin menusuk tulang karena sedang turun hujan. Jika boleh jujur semalam saja tanpa seks terasa ada yang kurang dalam hidupnya. Ia tidak sama seperti Mentari yang hidupnya lurus-lurus saja.

Lima menit kemudian, Amara bangkit dari duduknya kemudian menghampiri Mentari.

"Ri, gue cabut dulu. Tamu gue udah nungguin."

Mentari menanggapinya dengan senyuman dan anggukan.

Mentari memperhatikan Amara yang perlahan hilang dari pandangannya. Jauh dari lubuk hati terdalamnya, sebagai seorang sahabat, terkadang Mentari ingin Amara berhenti dari pekerjaannya ini tapi kembali lagi, itu sepenuhnya adalah hak Amara. Bukan ranahnya juga untuk ikut campur dan mengatur-atur. Lagi pula Amara terlihat nyaman-nyaman saja dengan pekerjaannya memberikan kehangatan pada pria hidung belang yang membutuhkan jasanya.

Mentari berharap suatu saat nanti Amara dipertemukan dengan seseorang yang tepat yang bisa membuat Amara berhenti dari pekerjaan ini.

Mentari kembali membersihkan meja yang baru digunakan oleh pelanggan. Tak jauh dari sana, Mentari menemukan sesuatu. Dompet milik Amara yang tertinggal.

"Kebiasaan banget ini anak," gerutu Mentari seraya memasukkan dompetnya ke dalam appron yang dikenakannya.

***

Mentari tiba di depan sebuah pintu kamar hotel dengan nomor triple satu. Benar, kamar tersebut merupakan kamar yang selalu Amara tempati bersama para tamunya kala menginap di hotel ini.

 Benar, kamar tersebut merupakan kamar yang selalu Amara tempati bersama para tamunya kala menginap di hotel ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LET ME LOVE YOU [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang