Bagian 20

2.3K 307 8
                                    

Attention
-Jingga Senja-

○○○●●●○○○


"Kakak sayang!"

Nayla membalas pelukan Sunny disertai senyuman kecil yang menghiasi wajahnya, gadis itu mendongak dan melihat muka cantik ibu tirinya itu tengah memandangnya penuh dengan binar kebahagiaan. Selama itukah dirinya tidak datang kesini sampai kedua orangtuanya seantusias ini menyambut dirinya?

Jujur, Nayla senang. Bisa menginjakan kedua kakinya ke rumah sang Papa, meskipun terasa sedikit asing. Padahal ini bukan kali pertama bahkan sudah sangat sering. Entah kenapa.

Kayan menjemputnya tepat setelah Nayla mengatakan bahwa dirinya dibully kembali, itupun atas paksaan Jo. Nayla tidak menelepon mamanya karena tahu sang mama pasti akan langsung panik dan tidak akan berpikiran jernih, jadi untuk mengambil jalan aman dia hanya bisa menghubungi Papanya. Biar Kayan yang memberitahu sang Mama nanti, sekarang Nayla hanya ingin menenangkan diri.

"Lala mau mandi dulu? Nanti kita makan siang bareng. Mami nanti masakin makanan kesukaan Kakak," ujar Sunny sembari merangkulnya dan berjalan beriringan menuju kamar Nayla.

"Aku mau mandi aja terus istirahat." Jawaban tersebut keluar dari mulutnya dan sukses membuat Sunny mengernyit.

"Gak makan dulu?" Dengan cepat Nayla menggeleng.

"Aku capek," timpalnya diakhiri senyuman kecil bersamaan dengan sensasi sesak dalam dadanya.

Rasanya ingin langsung berbaring diatas ranjang yang empuk lalu tertidur dengan nyenyak tanpa ingat apapun. Sayangnya tidak akan semudah itu.

Nayla merebahkan tubuhnya ke atas ranjang setelah membersihkan diri. Gadis itu mengulurkan tangannya dan mengusap bagian leher yang terasa perih. Cekikan Leo benar-benar kasar, telapak tangannya yang keras seolah mencabik-cabik kulit lehernya. Andai saja Nayla tidak bisa mengendalikan emosi sudah pasti dia akan menendang kelemahan pemuda itu, namun sepertinya hari ini akal sehat Nayla bekerja dengan baik jadi niat tersebut terurungkan.

Sebuah helaan nafas kasar Nayla hembuskan, ditatapnya lekat langit-langit kamar yang menunjukan kertas origami berbentuk angsa, masih tergantung. Nayla masih ingat, dulu dia membuatnya bersama dengan sang Papa dan juga Sam. Mereka berbahagia hanya karena sebuah origami dan menertawakan origami milik Sam yang jelek.

"Kak?" Suara berat itu menginterupsi Nayla untuk lepas dari lamunan, kepalanya menoleh dan melihat sosok pria tinggi yang baru saja masuk lalu duduk disampingnya. "Mau tidur, ya?" Kayan bertanya seraya meletakan sebuah plastik ke atas nakas.

Nayla mengangguk, "Kenapa?" Gadis itu balas bertanya.

Kayan tersenyum simpul, dia mengulurkan tangan dan mengusap puncak kepala putri sulungnya itu penuh dengan kelembutan. "Papa mau nemenin, boleh?" Sebelah alis Nayla bertaut. Gadis itu membenarkan posisinya dengan menaikan kedua kaki ke atas ranjang dan menepuk tempat kosong disisinya, seolah mengizinkan sang Papa untuk menemaninya siang ini.

Akhirnya, setelah sekian lama Nayla kembali bisa tertidur dipelukan Papanya. Nayla tahu kalau Papanya itu adalah orang yang sibuk, terkadang dia berangkat pagi sekali dan pulang larut malam. Papanya adalah orang yang sangat pekerja keras, namun Nayla menyayangkan satu hal. Baginya, Papa adalah sosok yang kurang tegas. Papanya itu hanya mengandalkan telunjuk untuk menyuruh orang lain, serta bersikap galak saja, tetapi ketidak tegasannya terhadap seseorang membuat Papa seringkali dihina oleh keluarganya sendiri.

Dan mungkin jika Papanya bisa tegas sejak dulu, Nayla tidak harus berpisah dengannya selama bertahun-tahun.

Gadis itu mengeratkan pelukannya pada perut Kayan, menghirup aroma harum pakaian sang Papa yang kali ini berhasil membuatnya tenang. "Makasih, ya? Karena udah mau cari Papa kali ini. Makasih karena udah mau jujur sama Papa. Makasih banyak." Nayla memejamkan kelopak matanya namun telinganya masih setia mendengar penuturan Kayan.

Attention - Goodbye Winter✔ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang