Meskipun Sakura sudah tidak ada, rasanya hati Sera masih berbunga-bunga. Apa yang telah Kurona muntahkan ada benarnya, betapa buruk masyarakat menanggapi perbedaan manusia.
Sera, sudah sejak dulu dijauhi karena kekurangan pigmen belaka. Padahal ia masihlah manusia yang sama dengan masyarakat lainnya—atau sebenarnya tidak. Selain memiliki gejala albinisme, Sera juga tidak mempunyai quirk seperti manusia pada umumnya. Oleh karena itulah cita-citanya tidak pernah berjalan satu langkah pun dari garis awal, terhalangi perbedaan dan sempitnya pandangan.
Tepat apa yang Kurona katakan, bahwa makna pahlawan tidaklah sesempit mengalahkan penjahat, menyelamatkan masyarakat, atau memiliki quirk terhebat.
"Lagi pula, memangnya penjahat bukan bagian dari masyarakat?—sehingga lebih utama mengalahkan mereka daripada berusaha menyelamatkan mereka?"
Sera tersentak, merasa merinding di sekujur tubuhnya kala mendengar pertanyaan yang Kurona lotarkan.
"Kau mengerti maksudku, bukan? Aku juga ingin menjadi pahlawan, Kazuhito-san. Tetapi quirk-ku yang tidak mencolok ini tak bakal diterima khalayak, akan dengan segera dilupakan. Jadi yang harus kita lakukan ialah mengembalikan pola pikir masyarakat, bahwa pahlawan bukanlah Dewa yang dapat melindungi mereka setiap saat. Masyarakat harus tahu bahwa Dewa yang menciptakan manusia penuh perbedaan itu memiliki sisi baiknya masing-masing."
"Tu-tunggu! Kenapa jadi membahas Dewa?!" Sera menjauhkan kedekatan yang baru terjalin di antara mereka, lalu menatap Kurona tidak percaya. "A-aku tidak nyaman membahasnya karena aku tidak mempercayai hal begituan. Nanti kita dibenci karena mempermainkan Dewa, tahu ...!"
Kurona membuang muka, memandang rumput hijau sekolah dengan wajah suram luar biasa. "Kupikir tidak apa-apa ... karena kitalah yang akan menjadi Dewa mereka."
Sera menahan napasnya, merasakan degup jantung seolah berhenti berdetak untuknya. "Kau ... gila!"
Pembicaraan ini sudah kelewatan untuknya. Sera bangkit dari kursi, tanpa menolehkan kepala ia berjalan meninggalkan Kurona di belakang. Namun tiba-tiba saja gadis itu muncul di hadapannya, membuat Sera terjatuh akibat didera rasa takut.
"Apa kau yakin?—melewatkan kesempatan untuk menjadi pahlawan hanya karena kepengecutan? Tetap menjadi anak yang cuma bisa diam saat diporoti teman-teman pengemisnya?"
Kepalanya menunduk. Sera termangu efek ditimpa malu. "Aku ... cuma ingin diterima."
"Sampai kapan pun mereka tidak akan menerima seinci bagian tubuhmu. Sudah kubilang kalau manusia lebih butuh uang, bukan?"
Sera meneguk ludah, menatap sepatu hitam Kurona. Gadis di hadapannya ini terdengar serius dan main-main secara bersamaan, sungguh tidak bisa dibaca jalan pikirannya. Mau tak mau Sera pasrah, mengikuti kata hatinya.
Kurona tersenyum melihat anggukan kepala Sera. Ia lantas mengulurkan tangan, membantu si gadis kaya agar berdiri dari rerumputan. "Mari buat sekte Kazuhito bersamaku."
"Eh?"
Sera melongok, hampir membuat dirinya terjatuh lagi kalau tidak ditahan Kurona.
Orang ini sesat banget ..., batinnya.
"Nah, karena sudah sama-sama setuju, ajak aku ke rumahmu, dong!—atau mungkin, istanamu? Yang jelas, aku tidak mungkin bisa menyebutnya sebagai rumah belaka untuk orang kaya sepertimu."
"Mana bisa begitu!" Sera menggeleng sambil mengepalkan dua tangan, langkahnya dimajukan. "Aku tidak pernah membawa temanku sebelumnya! Orang rumah bakal curiga! Apalagi kita baru berkenalan hari ini! Kau hanya akan habis di tangan mereka!"
"Woah, woah!" Kurona menahan bahu Sera yang condong ke arahnya. "Kenapa kau takut pada masa depan yang belum pasti terjadi, sih? Perubahan itu mau kau siap atau tidak mereka bakal tetap tiba, jadi santailah sedikit dan jalani apa adanya. Jangan sampai menyesal karena cuma jalan di tempat, lho—Kazuhito-san."
KAMU SEDANG MEMBACA
TiME COLLAPSE [√]
FanfictionBNHA X OC [BOOK TWO] ... Fungsi Pahlawan mulai melenceng sejak All Might menjadi Simbol Perdamaian. Ditambah lagi quirk memenuhi seluruh dunia, sampah masyarakat ada di mana-mana. Kata 'damai' tak ada artinya meski kejahatan ditekan oleh pahlawan pe...