Aime Kurona #2

110 28 0
                                    

Keesokan harinya aku bertemu lagi dengan Todoroki Shoto, tepatnya di rumah sakit. Aku yakin dia sehabis bertemu ibunya, dan mungkin saja mengatakan semua yang sudah kuberitahu padanya mengenai Touya—anggota keluarga yang sudah mereka anggap tiada.

"Aku ingin bertanya, bagaimana caraku menghadapi Touya-nii jika kami memang bertemu nanti. Kau sepertinya kenal baik dengannya, sampai tahu kalau dia tidak suka makan ikan."

Aku termangu, mengeluarkan tisu yang menyumpal dari dalam hidung usai mimisan parah.

"Katakan saja kalau selama ini kalian selalu mengawasinya. Dia cuma ingin keberadaannya diakui, diperhatikan, sesimpel itu."

"Tapi ... itu berbohong."

"Kebohongan tidak selalu buruk, kok. Malah—"

Aku terdiam, tidak bisa melanjutkan ucapan akibat suara yang hilang. Selanjutnya mulutku terbatuk hingga mengeluarkan darah, sudah terlalu banyak membeberkan masa depan yang kuketahui.

"Oi! Kau tidak apa-apa?! Akan kupanggilkan dokter!"

Aku menggeleng, menahan Shoto yang hendak berlari menuju perawat menggunakan jari yang masih bersih.

"Aku baru selesai diperiksa. Ini efek dari quirkku saja," balasku sembari menutup mulut.

"Tetapi—"

"Sudah dulu, ya? Cuma itu yang bisa kusarankan."

Uang yang kuterima dari Endeavor sudah kumasukkan dalam bank, jadi begitu aku pergi dari rumah sakit, aku memutuskan pulang dan beristirahat.

Di atas ranjang, aku membuka ponsel. Membaca situs-situs pembicaraan hal gaib, yang dulu tak sengaja kutemukan. Kemudian orang-orang tanpa quirk, dan mengenai Dewa-Dewi.

Aku bakal menyelesaikannya di kehidupan ini dengan memanfaatkan mereka yang tidak berbakat. Jika gagal, aku tinggal mengulang waktu lagi meskipun harus mati.

"Bukannya aku terburu-buru, aku hanya merasa tidak sabar dengan perubahan dunia baru."

Dan Sera pun menyetujui saranku untuk mempelajari sihir. Itu benar-benar manjur, menjanjikan kalau dirinya juga bisa menjadi pahlawan walaupun tidak memiliki quirk ideal.

Yang tidak aku kira, sihir sungguh muncul dalam diri mereka yang tanpa bakat. Namun yang aku salah perhitungan, seseorang juga bisa berkhianat.

Ren. Gadis itu mengacaukan rencana kami dengan menjual informasi demi quirk yang sedari dulu membuat manusia selalu dilanda rasa iri. Tetapi aku mengerti, karena aku juga pengkhianat yang menjual informasi.

Maka dengan terpaksa aku mengulang kembali waktu dan memilih untuk membuat jalur baru, yaitu rencana menghubungi semua orang tanpa bakat agar saling membantu, tidak lupa menuju kantor polisi demi membangun hubungan baru. Namun tidak ada Tsukauchi di sana, padahal aku membutuhkannya. Mau tak mau aku dan Sera ke UA, menjual informasi pada orang kaya lainnya.

Kini aku dan Sera berdiri di depan gerbang SMA UA setelah membuat janji dengan Katsuki-ku tercinta.

Sera terlihat terkagum-kagum dengan sekolah tersebut. Berbeda denganku yang biasa saja, soalnya aku sudah pernah sekolah di sini.

"Selamat sore!" sapaku. "Kau terlihat sangat sehat, Katsuki!"

Katsuki memicingkan mata. "Ah? Kau pikir manusia sepertiku bisa sakit?"

Aku mengerutkan kening, mengapit dagu dengan jari sebelum melirik Sera di belakang. "Entah mengapa aku pernah mendengar kalimat sejenis itu dari mulut seseorang? Yah, siapa peduli? Sepertinya memang ada iblis yang tidak bisa sakit sepertimu," tunjukku pada Katsuki.

"AH?! KAU NGAJAK BERANTEM HAH?!"

Aku tertawa selagi menutupi wajah dari amukan Katsuki. Lalu teringat dengan keberadaan Sera dan segera memperkenalkan mereka berdua.

Setelah itu kami menaiki lift menuju lantai teratas, menuju ruangan di mana Katsuki sudah membuatkan janji dengan wali kelasnya. Namun belum sempat kami sampai, tiba-tiba kami bertemu dua laki-laki. Satunya berambut hitam dengan badan tegap, sedangkan satunya berambut kuning agak membungkuk.

"Oh! Tsukauchi-san! Kebetulan sekali!" seruku yang membuat Sera dan Katsuki terkejut.

Dua pria asing itu bahkan ikut kebingungan. Lekas aku memperkenalkan diri pada Tsukauchi yang pernah menjadi atasanku, dan All Might yang pernah menjadi teman mengobrolku. Kemudian kuajak mereka untuk bergabung dalam rencanaku sembari melirik Katsuki, mengode sahabatku agar dia melanjutkan jalan menuju ruangan kecil berisi satu orang lelaki berambut panjang.

Eraser Head bangkit, terheran-heran ketika menemukan rombongan kami.

Aku membungkuk sopan untuk menyapa sebelum beralih menuju Katsuki dan menepuk bahunya. "Terima kasih banyak, Katsuki! Kau boleh pergi!" usirku.

Urat kemarahan tercetak jelas di pelipis Katsuki. Segera aku mendorongnya keluar dan menutup pintu. Mengabaikan amukan Katsuki dengan hati sedih. Soalnya, di antara dua sahabat kecilku, Katsuki-lah yang lebih perhatian denganku daripada Izuku.

"Maaf, Katsuki, tapi aku tidak bisa membiarkanmu ikut campur."

Aku kembali menghadap perkumpulan, memperkenalkan diri secara lengkap dan menjelaskan quirk yang aku punya agar lebih mudah mengobrolkan masa depan. Dimulai dari Kamp Pelatihan, sampai tawar-menawar.

"Jadi kau datang kemari karena membutuhkan uang?" tanya Tsukauchi.

Aku mengangguk jujur. "Ini kali kelima saya mengulang waktu, dan AFO selalu selangkah lebih maju."

Selanjutnya aku dan Sera menjelaskan tujuan kami dengan membungkuk.

"Ka-kami berniat menurunkan tingkat kejahatan masyarakat, setidaknya dengan memberikan bantuan berupa kebutuhan sehari-hari pada mereka yang memerlukan."

"Kalian bisa menyerahkan urusan itu pada pemerintah."

"Tidak bisa," Aku mendongak, membalas ucapan Eraser Head dengan cepat. "Sudah terlalu banyak beban yang ditanggung pemerintah, banyak juga orang yang dikorbankan oleh mereka. Kalian pikir, apa yang mereka lakukan terhadap Lady Nagant itu bisa dimaafkan?"

Aku tahu betul apa yang terjadi dengan Lady Nagant. Dia bekerja di balik kegelapan, sama seperti Hawks yang sudah membunuh Twice di waktu pertamaku.

"Lagi pula bantuan kami tidak seberapa. Tidak pula membahayakan. Kami cuma ingin meredakan kekhawatiran masyarakat. Memang terdengar memanjakan, tapi setidaknya kami ingin masyarakat tak perlu memikirkan apakah esok mereka bisa makan atau tidak." Aku menyentuh tangan Sera yang mengepal, lalu tersenyum tipis ketika gadis itu menoleh ke arahku. "Begini-begini kami penggemar All Might dan ingin menolong orang lain juga."

Itu adalah perasaan paling tulus yang pernah aku ungkapkan. Aku ingin menyembuhkan bibit-bibit yang mampu merusak kehidupan makhluk lain. Aku ingin Shigaraki tahu bahwa tidak semua hal boleh dihancurkan, dan membiarkan diriku yang lebih dulu menghancurkan bibit tersebut.

Dan beberapa hari sesudahnya aku dan Sera dipertemukan dengan sang pengkhianat. Tanpa berusaha menyingkirkan si penganggu, Teruhashi Ren, aku membiarkan mereka berteman. []

13 November 2022.

TiME COLLAPSE [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang