Ren telah tiada. Quirk yang gadis kuliahan itu dapat dari All For One malah menolaknya.
Mendengar cerita horor tersebut langsung dari mulut Aime, dalam mobil polisi yang mengantarnya menuju suatu lokasi, Sera jadi termenung.
Jika diingat kembali pertemuan pertama mereka, Ren pernah berkata kalau sudah lama dia tidak merasa iri pada quirk orang lain. Namun itu sebatas omongan, Sera tak begitu memasukkannya dalam hati karena dirinya sendiri juga pernah merasa iri.
Super normal. Tetapi tidak Sera sangka kalau Ren bakal senekat itu kala mendengar kisah AFO yang mampu memberi bakat untuk manusia lain.
Sayangnya, yang paling Sera benci adalah ketidakpekaannya terhadap perubahan Ren. Seharusnya dia segera tahu, karena mereka sudah cukup lama bersama. Bahkan ia tidak sadar kalau gaya bicara Ren di dua minggu terakhir sangat berbeda. Yang biasanya kebarat-baratan, berubah menjadi super manis.
Kei pasti juga sama syoknya seperti Sera.
"Di titik ini Anda akan kami jaga."
Sera keluar dari mobil. Ada banyak pahlawan bersamanya. Di antaranya para polisi, juga beberapa manusia yang berprofesi sebagai pahlawan.
"Ai-chan di mana?" tanyanya, selagi memasang earphone di telinga.
"Saya tidak diberitahu tentangnya, katanya itu informasi rahasia."
Sera mendesah dan menggelengkan kepala, sudah tidak terkejut. Ia lalu mendongak, menatap langit malam berbintang sembari tersenyum. Setelah kerjaan ini selesai, ada banyak petualangan yang sudah direncanakannya bersama Aime.
"Aku ingin ke Mal berama Ai-chan," lirihnya.
Polisi perempuan yang berada di samping Sera ikut tersenyum, tidak lupa mengusap bahu gadis SMA tersebut.
"Kurona-san pasti senang mendengarnya."
Sera menoleh, kehilangan senyum.
"Tidak, aku yakin dia bakal merengut karena lebih suka berada di istanaku yang nyaman."
"Eh ...?"
Mereka berdua bertatapan serius sebelum tertawa cekikikan.
Selanjutnya dari suatu mobil, teve dinyalakan. Sera menonton siaran langsung yang diambil dari langit, tepatnya dari helikopter. Lokasinya di Yokohama, reporter mengatakan distrik Kamino. Namun ketika sosok Pahlawan Nomor Satu muncul di layar, seketika para penggemar All Might bermunculan.
"All Might!" pekik Sera dan yang lain. Mereka semua tertawa dengan santai sebelum pertarungan antara All Might dan seorang penjahat hampir mencapai klimaks.
"Bersiap di posisi!"
Sera tiba-tiba mendengar perintah agar dirinya bersiap dari earphone. Itu suara Tsukauchi-san, orang tua wali dari Aime.
Sera meneguk ludahnya, menyatukan kedua telapak tangan sembari memejamkan mata. Ia siap, tetapi detik berikutnya teringat dengan sosok Ren yang sudah mengkhianati mereka.
"Tapi kita kekurangan orang, Ai-chan!" Sera mencoba menyadarkan Aime, bahwa situasi tidak seperti yang sudah mereka rencanakan. "Kau bilang tujuh orang, bukan? Ren tidak ada, lalu bagaimana cara kami memulainya?"
Aime yang sedang membagikan alat komunikasi pada mereka pun menoleh. Ia merengut, membuat Sera mengerutkan kening.
"Jangan khawatir, Sera. Semua orang bisa menjadi pahlawan."
Sera tersenyum kecil, mulai mengucapkan mantra ketika rekan-rekannya berbicara dari alat komunikasi mereka.
“Wahai Dewa—
yang menjadikan tanah ini
sebagai wadah tinggal
manusia tak sempurna,
berikanlah kami kekuatan
untuk menyegel
makhluk tak terpuji ini
dari bumimu yang berharga.
KAMU SEDANG MEMBACA
TiME COLLAPSE [√]
Fiksi PenggemarBNHA X OC [BOOK TWO] ... Fungsi Pahlawan mulai melenceng sejak All Might menjadi Simbol Perdamaian. Ditambah lagi quirk memenuhi seluruh dunia, sampah masyarakat ada di mana-mana. Kata 'damai' tak ada artinya meski kejahatan ditekan oleh pahlawan pe...