Aime Kurona #5

87 27 0
                                    

Aku terbangun dalam keadaan iris mata memerah. Rasanya jadi mengerikan, seolah terinfeksi penyakit mematikan. Jadi ketika tanpa sengaja aku bertemu pandang dengan Katsuki di acara lari pagi mandiri, seketika kami berdua membeku canggung.

"Kenapa dengan matamu?"

"Aku sedang menirumu! Ahaha!"

Mana mungkin dia percaya, bukan? Tapi Katsuki tidak bertanya lagi. Membuatku merasa bersalah karena paham betul dia kecewa olehku yang merahasiakan sesuatu.

"Efek dari quirkku. Aku bakal mati, soalnya."

Katsuki termangu, mengalihkan perhatian dari dedaunan menuju wajahku. Mau tak mau aku tersenyum pasrah, kesulitan menutupi semua masalahku dari Katsuki.

"Kau orang pertama yang kuberitahu, lho? Jadi tolong jaga aibku. Dah, ya!"

Aku kemudian melanjutkan lari, berniat keluar UA untuk mencari kuil yang hampir mati. Namun Katsuki malah mengikuti, meski mulutnya tetap dikunci.

Cukup lama berlari di sepanjang trotoar sepi, mengingat matahari masih sedikit terbit, akhirnya aku menemukan kuil sunyi. Tangganya sangat banyak, membuatku berpikir dua kali untuk terlibat. Tetapi aku harus melakukannya, membangkitkan banyak sekte agar manusia kembali berdoa pada Dewa—bukannya manusia semacam pahlawan yang hidupnya bersifat sementara.

Kuharap Dewa mengampuniku—yang menghalalkan segala cara demi menjaga kedamaian dunia, termasuk memanfaatkan kuil Dewa.

"Apa yang kau rencanakan?" tanya Katsuki setelah lama membisu.

Aku menoleh ke samping, tersenyum miring. "Mulai penasaran, ya?" godaku.

Katsuki menggesekkan giginya, mencengkeram leher jaketku selagi kami terus berlari menaiki tangga.

"BERHENTI BERCANDA, ICHIMATSU!" teriaknya, dongkol.

Aku tertawa terbahak-bahak, lantas mengambil lengannya untuk kupeluk erat. "Marahi aku lagi, dong?"

"KAU—"

Hampir saja aku kena ledakannya kalau tidak segera melepaskan lengan Katsuki dan merunduk demi menghindarinya.

"Uwah, kupikir aku bakal mati."

Aku melanjutkan lari di samping Katsuki yang sedang manyun, membuatku terkikik gemas.

"Katsuki, apa kau tahu kuil Kazuhito?" tanyaku.

"Mana aku tahu!"

"Benar juga. Dewamu cuma All Might, ya?"

"DIAM!"

"Nah, sejujurnya aku dan Sera yang pernah menemuimu dulu, sedang mengurus kuil."

"Lalu?!"

"Bisakah kau bicara santai saja? Kau mengganggu para Dewa."

"AKU TIDAK PEDULI!"

Aku mendesah, menggelengkan kepala. "Tahu begini aku bicara dengan Izuku saj—"

Wajahku dicengkeram Katsuki, telapak tangannya yang dapat mengeluarkan ledakan itu tepat di hadapan. "Kau ngajak berantem?" bisiknya, mengancam.

"Aku bercanda, astaga! Maafkan aku, Katsuki kesayanganku!"

"Tutup mulutmu!"

"Tapi bagaimana caraku bercerita ke telingamu, hah?!"

"AAAH—"

Pada akhirnya kami tiba di puncak kuil dengan napas habis-habisan. Tidak hanya berlari menaiki tangga, kami juga berteriak satu sama lain hingga menguras seluruh tenaga.

TiME COLLAPSE [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang