Sera menanggapi permintaaan Aime dengan serius. Ia menghabiskan libur musim panas dengan mempelajari ilmu sihir selagi temannya mencari tambahan uang saku. Oleh kesibukan itulah ia dibuat terkejut saat menemukan kontak Shoto melintas di ponsel Aime.
Shoto
Maaf baru menghubungi.
Saranmu sangat tepat.
....Cuma sampai situ, Sera tidak bisa melihat atau membukanya. Notifikasi di luar kunci itu benar-benar godaan. Jadi ia memberanikan diri untuk bertanya pada Aime yang sedang mencatat pengeluaran serta pemasukan mereka.
"A-aku lihat ada chat dari Shoto di ponselmu."
"Ah?" Aime mendongak, melirik ponselnya yang layarnya telah mati. "Apa katanya?"
"Ma-mana aku tahu?!" gemas Sera. Setelah libur musim panas berakhir ia pindah duduk di depan Aime, meminta bertukar dengan teman sekelas meskipun bersyarat uang. "Aku juga ingin tahu!—bagaimana kalian bisa bertukar nomor!"
Aime membuka mulutnya, baru mengerti. "Oh, malam setelah pulang dari kantor Endeavor itu aku tidak sengaja bertemu dengannya lagi. Dia meminta saran dalam menghadapi kakaknya. Jadi kuberi tahu, deh. Apa dia mengirim ucapan terima kasih?"
Aime mengambil ponselnya, membuka isi pesannya dengan diintip Sera.
Shoto
Maaf baru menghubungi.
Saranmu sangat tepat.
Aku pikir kau harus berhenti
menjual informasi.
Jika kau butuh uang,
kami siap melayani.Sera memiringkan kepala dan kembali ke tempat semula. "Apa dia marah?" tanyanya.
Aime cuma diam di tempatnya, ekspresi gadis itu terlihat kesal dengan mengerutkan keningnya. Sera jadi tidak bisa menentukan, siapa yang lebih marah di antara Shoto dan Aime. Namun detik berikutnya Aime sudah kembali tersenyum, mematikan ponselnya dan menatap Sera maklum—entah karena apa, yang jelas membuat Sera tidak nyaman.
"Apa kau sudah mengalami kemajuan?"
Ah! Seketika Sera teringat dan mengangguk, lalu memajukan tubuhnya sekali lagi untuk berbisik. "Sejujurnya aku ragu, apakah kekuatan ini muncul karena rasa percayaku padamu. Tapi cahaya ini!—itu sungguhan ada! Suatu sinar keluar dari tanganku!" ujarnya, antusias.
"Berarti benar tebakanku." Aime mengapit dagu dengan jari jempol dan telunjuk. "Aku juga berlatih sepertimu, tapi tidak berhasil. Lalu aku mencapai sebuah keputusan dan berpikir bahwa, mungkin karena aku memiliki quirk sehingga tidak punya sihir murni dalam tubuhku. Sederhananya, aku telah tercemar, sedangkan Sera tidak."
Sera mengangguk mengerti, lalu menatap telapak tangannya kagum. Masih tidak percaya kalau ia bisa belajar sihir hanya dengan melalui latihan spiritual mandiri. "Tapi sihir punyaku masih kecil, sih. Setelah pulang sekolah akan kuperlihatkan."
"Tentu. Tapi sebelum itu, kita akan pergi ke kantor polisi."
"Eh ...?" Sera melongok, lantas berubah menjadi panik. "Ka-kau mau melaporkanku?! Ki-kita mau menyerahkan diri setelah mempermainkan Dewa?!"
Aime melirik ke sekitar, menatap anak-anak kelas yang mulai memperhatikan mereka berdua akibat kehebohan Sera sebelum tersenyum penuh ancaman pada gadis di hadapannya.
"Akan kulaporkan pada polisi sungguhan kalau kau banyak bicara."
Sera tersedak. "Baik ...."
✴✴✴
Kedua gadis itu berdiri di depan kantor polisi pusat. Mereka menaiki kereta kemari, masih dengan pakaian sekolah lengkap.
Aime menarik tangan Sera yang dilapisi sarung tangan, mengajak tubuh kurus itu masuk ke dalam gedung. "Anu, permisi, apa Tsukauchi-san ada?"
"Eh?" Petugas yang melayani tamu itu tersentak kala mendengar pertanyaan gadis sekolah di hadapannya. "Apakah Anda kerabat beliau?" tanyanya, tidak lupa menyipitkan mata memperhatikan dua gadis asing tersebut.
Aime menggeleng. "Nama saya Kurona Aime. Saya bukan kerabat atau kenalan beliau, tapi kalau diizinkan, saya ingin berbicara dengan Tsukauchi-san. Seingat saya beliau berteman dengan All Might."
Di balik kacamata hitamnya Sera melotot, sama seperti petugas di depan mereka. A-apa yang Aime katakan?! Bukan kerabat atau kenalan, tapi minta bertemu!
Sera memasang ekspresi gugup, kesulitan mengontrolnya kala ditatap sebegitu tajam oleh petugas.
"Kebetulan beliau sedang keluar. Apakah Anda berniat meninggalkan pesan?"
Aime merengut, terlihat kecewa. Sera pun meremas tangannya, membuat Aime menoleh sebelum kembali menghadap petugas.
"Saya ingin menjual informasi."
"Ha?" Petugas itu membuka mulut, lalu segera tersadar. "Oh, lelucon anak sekolahan. Baik, baik. Nanti saya sampaikan."
Sontak Aime dan Sera mengerutkan kening secara bersamaan. Mereka menatap petugas tersebut dengan jengkel.
"Sial, moodku sudah sangat jelek malah diberi ujian begini."
Sera mengepalkan tangannya yang lain, sementara Aime menahannya.
Aime menarik napas panjang dan mengembuskannya. Gadis itu mendesah, mengajak Sera untuk pergi.
"Tapi kita sudah jauh-jauh ke sini," bisik Sera, mengambil tempat di bangku depan gedung.
"Tidak masalah, kita jual saja informasi ke tempat lain." Aime mengeluarkan air putih dari tas, memberikannya pada Sera yang tidak mempersiapkan apa-apa dalam perjalanan mendadak mereka. "Orang yang berdoa di kuil semakin bertambah, belum lagi kita juga harus menyejahterakan fakir."
Aime membeli minuman kaleng di pinggir trotoar, duduk di samping Sera. "Mari ke UA," ajaknya setelah istirahat cukup lama.
"Eh?"
"Aku akan menghubungi Katsuki dulu."
"Ah, oh. Oke."
Sera kira Aime bakal pergi untuk melakukan panggilan, tetapi gadis itu tetap di sampingnya sambil menempelkan ponsel ke telinga.
"Selamat sore, Katsuki."
Aime menyapa sangat sopan, tetapi balasan di seberang membuat Sera tersedak minumnya.
"Tak usah basa-basi, Ichimatsu!"
Sera melongok, menatap horor Aime yang terlihat biasa saja dengan kekasaran tersebut.
"Kau sudah di asrama?"
"Memang apa urusannya denganmu, aah?"
"Bisa 'kah kau mempertemukanku dengan Eraser Head?"
"Kalau cuma untuk berfoto akan kuledakkan kau!"
"Yah, berfoto bersama juga bagus—tapi bukan itu tujuanku! Kau memandangku sepayah itu, hah?!
"Di mataku kau memang sepayah itu!—APA YANG KAULIHAT DEKU?!"
Sera menutup mulutnya, melihat Aime akhirnya marah juga setelah direndahkan Bakugou. Lalu siapa Deku?
"Oh! Ada Izuku juga? Yah, lebih baik aku meminta bantuannya daripada si tidak berguna Katsuki ini—"
"APA MAKSUDMU?! AKU BERGUNA! NIH, SUDAH KUBUATKAN JANJI!"
Aime menjauhkan ponselnya, melirik Sera yang syok di sebelahnya. "Maaf, Sera, iblis satu ini memang tidak bisa berhenti berteriak."
"AKU MENDENGARMU, SIALAN!"
Sera tersentak, mengangguk patah-patah. Seharusnya ia tidak begitu terkejut usai menonton festival olahraga UA, tapi menyaksikan langsung keberingasan Katsuki sungguh membuatnya takut.
"Ti-tidak apa-apa, sepertinya dia baik ... sudah menuruti maumu ...."
"Ahaha! Katsuki memang baik!—kau dengar itu? Kubilang kau 'baik', Tsuki. Jadi aku akan ke UA secepatnya."
"AAAAH—"
Aime mematikan panggilan, tersenyum menatap layar ponselnya sebelum menoleh pada Sera yang masih syok.
"Mari kita pergi?" []
30 Oktober 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
TiME COLLAPSE [√]
FanfictionBNHA X OC [BOOK TWO] ... Fungsi Pahlawan mulai melenceng sejak All Might menjadi Simbol Perdamaian. Ditambah lagi quirk memenuhi seluruh dunia, sampah masyarakat ada di mana-mana. Kata 'damai' tak ada artinya meski kejahatan ditekan oleh pahlawan pe...