Aime Kurona #9

93 28 0
                                    

"Apa kau serius, mengatakannya?"

Ketika tiba di luar karena Dabi tak berniat melanjutkan pembicaraan, aku diberi pertanyaan.

Kutatap Shoto yang mengerutkan kening, sementara ibunya terlihat khawatir akan kondisiku.

"Tentu saja tidak. Sebagiannya bohong, kok. Dabi bukan tipe orang menyesal dengan pilihan hidupnya. Padahal aku berharap banyak dengan kalian agar bisa menyelamatkannya, tetapi sepertinya dia masih membekukan hatinya."

Aku menerima tisu dari Rei, mendengkus saat menyaksikan ekspresi syok Shoto setelah mendengar jawabanku.

"Tapi aku serius saat bilang kalau aku suka melihat mereka tertawa bahagia meskipun dunia dilanda kekacauan. Mereka orang-orang yang berarti buatku, soalnya—tapi, ah, tidak seharusnya aku mengatakan itu. Semoga aku tidak dimasukkan dalam Tartarus juga."

Tapi tak kusangka jika Todoroki Rei bakal tertawa, yang sebenarnya ucapanku tidak lucu juga. Wanita itu menutup mulutnya, mengeluarkan suara yang terdengar renyah di telinga.

Aku melirik Shoto yang tersenyum menatap ibunya, lantas merasa iri.

Aku dan ibuku dulu sangat kompak. Tetapi sejak aku memutuskan kabur dari genggaman, ibu membalas berontakanku dengan meninggalkanku sendirian.

"Tetapi alasanku bertindak sejauh ini ialah, karena aku mengagumi All Might, sama seperti yang lain." Aku meremas tisu, tersenyum kecil sebelum menunjuk Dabi di dalam ruangan. "Seingatku, dulu, aku ingin membangun rumah sakit jiwa, tentunya buat Touya. Ahaha! Maaf kalau tidak sopan, tapi di masa depan, Touya itu sangat sinting. Aku bahkan sempat merasa kasihan, dengan Endeavor yang sudah membuat kalian menderita."

Kemudian kurasakan mimisanku semakin banyak, sementara tenggorokanku seolah terbakar. Lagi-lagi aku terbatuk, sakitnya seperti seseorang secara paksa menarik sulur berduri dari dalam mulut.

"Kita harus ke rumah sakit!" Shoto berteriak, menarik tanganku menyusuri lorong. Sayangnya kepalaku begitu pusing, aku melangkah tidak konsisten sebelum hilang kesadaran di pelukan Shoto.

 Sayangnya kepalaku begitu pusing, aku melangkah tidak konsisten sebelum hilang kesadaran di pelukan Shoto

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau diteruskan atau tidak, semua manusia juga bakal mati. Jadi akan lebih baik melanjutkannya daripada habis usia dengan tidak berguna."

Jawabku atas permintaan Shoto, yang menginginkan agar aku berhenti menggunakan bakat pemberian Dewa.

"Kau juga pasti merasa bersyukur, bukan? Dipertemukan dengan Touya olehku?"

Shoto menunduk di kursinya. Dia dan Aizawa-sensei yang mengantarku ke rumah sakit. Kuharap Katsuki datang menjenguk, habisnya dia selalu bikin good mood ketimbang manusia origin ini.

"Tolong ponselku."

Aku menunjuk tas di atas meja, minta ambilkan.

"Trims."

Kubuka ponsel yang berisi notifikasi dari Shigaraki, yang mana membuat mataku berbinar kembali. Aku terduduk di ranjang, membalas pesan.

Shigashigy
Ayo main

TiME COLLAPSE [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang