- 16 -

111 29 2
                                    

"Dengan satu syarat, dilarang membicarakan diriku pada siapa pun. Kau mengerti?"

Menjadi pemimpin bukanlah perkara mudah, apalagi bagi seseorang yang baru pertama kali terjun ke lapangan dan melakukan banyak hal. Namun Sera menerimanya. Kalau tidak sekarang, kapan lagi ia berubah?

"Aku mengerti," balas Sera, tidak pernah sepercaya diri ini dalam hidupnya. Bahkan dalam berpakaian maupun sajian sehari-hari ia masih ditentukan orang lain.

"Mengerjakan semuanya sendirian memang sulit, oleh karena itulah aku meminta bantuanmu sekarang ini. Jadi kalau kau butuh sesuatu, katakan saja padaku. Pahlawan tidak pernah berdiri sendiri, kau mengerti?"

Sera menggigit bibirnya, menahan perasaan membuncah di hatinya. Aime terlalu dewasa, padahal baru ditinggal mati ibunya.

"Aku mengerti."

Tanpa ragu-ragu Sera mengangguk, memberi pelukan terakhir sebelum Aime memasuki jemputan Tsukauchi.

"Aku akan mempercayaimu hingga akhir, Ai-chan."

Sontak Aime berhenti dari jalan, menoleh ke belakang ketika mendengar penuturan serius dari mulut Sera.

"Terima kasih," balasnya. Aime membuka pintu mobil, memberikan jempolnya. "Akan kukumpulkan empat orang sisanya untuk menjadi muridmu."

Sera tertawa, melambaikan tangan saat mobil itu pergi. "Murid apanya?" gumamnya.

Sera terkekeh konyol, lalu memasuki mobilnya menuju rumah.

Besoknya, markas besar dari Pasukan Pembebasan yang berada di kota Deika masuk dalam topik utama setiap saluran berita. Kelompok berbahaya tersebut memiliki tujuan agar masyarakat dibebaskan dalam menggunakan bakat mereka.

Dahulu, Destro, penggerak kelompok Pasukan Pembebasan sudah ditangkap oleh pemerintah. Namun rupanya benih dari ide tersebut telah tertanam di banyak tempat. Salah satunya pada diri Re-Destro, anak kandung Destro.

Untungnya pemerintah cepat tanggap dan melakukan penangkapan besar-besaran lagi usai melenyapkan grup mafia beberapa hari lalu.

"Pasukan Pembebasan adalah ancaman alami manusia. Ungkapan kebebasan tidak bisa dijadikan pedoman begitu saja. Malah, kebebasan adalah suatu tanggung jawab yang besar. Hanya orang-orang egoislah yang menganut paham kebebasan," ungkap Tsukauchi, pimpinan operasi.

Sera termangu, baru tahu kalau kebebasan juga bisa ditetapkan sebagai sesuatu yang berbahaya. Mungkin mulai sekarang ia harus sering bertanya pada Aime kalau merasa ragu dan salah jalan, soalnya sang kawan selalu memberikan omongan bijak.

Sera bangkit dari sofa, merenggangkan kedua tangannya ke atas. "Sore ini sepertinya aku harus ke kuil dan bermeditasi dengan yang lain."

Tring! Tring!

Jalan Sera menuju lemari baju dibuat berhenti ketika ponselnya berbunyi. Bergegas ia ke nakas di samping ranjang, lalu menatap layar.

Ai-chan memanggil.

"Sera, aku sudah mengambil alih kuil di dekat UA menggunakan nama Kazuhito."

Mata Sera membola, bibirnya gelagapan. "Su-serius?! Ini belum sehari kau di sana 'kan?!"

"Kau keberatan? Jujur, kuilnya lebih besar dari yang di sana. Jadi bisa kau mengirimkan dua orang untukku?"

"Tidak ...! A-akan kukirimkan!" Sera meneguk ludahnya, tidak mengiyakan saat Aime berniat memutus panggilan mereka. "Tunggu, Ai-chan."

"Hngg? Kau butuh sesuatu?"

"Tolong jaga kesehatan, ya?"

Cukup lama tidak ada jawaban dari seberang sebelum tawa Aime terdengar menyebalkan

TiME COLLAPSE [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang