- 03 -

131 36 0
                                    

Yang Sera ingat di satu semester ini; Aime Kurona itu pendiam, tetapi tidak dijauhi. Ia cantik. Rambut hitam panjangnya selalu diikat gaya ekor kuda, sementara poninya acak-acakan. Cara berjalannya juga sangat awas, seperti tentara yang sedang berada di medan perang. Ia sangat blak-blakan, tapi tidak bisa dimengerti. Kebanyakan anak kelas tak pernah mengangkat quirk mereka ke permukaan, termasuk Aime Kurona.

Pada akhirnya ia meminta bertemu dengan Kurona daripada berkomunikasi melalui line. Pun Sera memasuki payung yang dikembangkan Nanny usai dirinya keluar dari mobil, kemudian menatap gedung mal di hadapan. Ada banyak orang, padahal ia masih di parkiran.

Sera mendesah, mengabaikan penampilan tertutupnya yang paling mencolok di musim panas ini. Set blazer lengan panjang dan rok selutut berwarna hijau emerald dengan motif kotak-kotak. Kemudian celana ketat, tas selempang mungil, dan kacamata yang hitam. Terakhir, sarung tangan, masker, dan sepatu bot semata kaki yang kesemuanya serba putih. Jangan lupa, mereka bermerek.

Dan tentu saja Sera mendapat perhatian dan menjadi bahan bisikan. Namun ia orang kaya, tidak ada yang berani mengejek terang-terangan di hadapannya. Kecuali satu orang sesat itu ....

"Ahaha! Berlebihan sekali! Nona Muda mau masuk kantor, ya?!"

Sera melotot, menatap Kurona yang mendekat sembari menunjuknya dengan maksud mengejek. "Ka-kau sendiri sangat aneh!" balasnya, terkejut melihat penampilan musim dingin Kurona.

Jaket bulu warna putih berkerah tinggi, celana jin biru muda semata kaki, sepatu kets, dan rambut yang digerai seolah tak merasakan udara menyengat musim panas sekarang ini.

"Oh, iya, apa pelayanmu bakal ikut?" tunjuk Kurona pada Nanny.

Sera mendongak ke belakang, lalu menggeleng. "Tidak, tapi dia akan menungguku di sini."

"Oh? Yakin, nih?" Kurona berdiri ke hadapan Nanny, mengulurkan tangannya untuk bersalaman. "Kenapa tidak ikut ke dalam saja? Mengikuti dari jauh juga tidak apa-apa. Omong-omong, nama saya Kurona Aime."

Nanny menaikkan sebelah alisnya, menerima uluran tersebut. "Panggil saya Choco, itu kode nama saya."

"Oh, seperti panggilan hewan peliharaan?"

Mendengar ucapan blak-blakan itu, sontak Sera tersentak dan mengepalkan kedua tangannya dengan gemas. "Ti-tidak sopan! Dia Nanny-ku tahu!"

Nanny memejamkan mata, meletakkan tangan di depan dada sebelum menundukkan kepala. "Dia ada benarnya, Nona. Saya ini peliharaan Anda."

Sera menganga, sementara Kurona menganggukkan kepala. "Hngg, menjadi peliharaan dari orang semanis Kazuhito-san adalah anugerah."

"Anda mengerti dengan baik."

Kedua manusia yang baru mengenal satu sama lain itu saling memicingkan mata, sedangkan Sera terabaikan di antara mereka.

"Ka-kalian berdua tidak waras!"

Pada akhirnya Sera berjalan lebih dulu, meninggalkan Kurona yang rupanya masih menawari Choco untuk ikut. Katanya, lebih baik menunggu di dalam daripada di luar. Setidaknya bisa makan dan minum sambil menertawakan orang-orang.

Sungguh tujuan yang mulia.

"Kalau begitu saya akan menunggu kalian di kedai es krim."

Sera mengetuk sepatunya ke lantai, memperhatikan percakapan dua orang di belakangnya dengan sabar.

"Kedai es krim, ya? Sungguh nostalgia," balas Kurona.

Telinga Sera seolah berdengung, lantas ikut bergabung. "No-nostalgia? Kau pernah kencan di sana?!"

Kurona mengusap lengannya sendiri, terlihat bergidik. "Daripada disebut kencan, itu seperti kejadian mematikan."

"Huh, mencurigakan ...?" Sera memiringkan kepala, mulai merasakan kenyaman dalam bersikap saat bersama Kurona. "Lalu kau hendak membawaku ke mana?" tanyanya usai ditinggalkan Sang Nanny.

Kurona melirik Sera, menaikkan sebelah alisnya. "Sepertinya kau sudah terbiasa dengan sikapku di dua hari terakhir mengamatiku, ya?"

Ketahuan! Sera membeku, balas melirik Kurona dengan kikuk. "Hanya kebetulan ...?"

"Lalu, sudah tahu quirk milikku?"

Sembari mengikuti langkah Kurona dalam menaiki eskalator, kepala Sera menggeleng selagi berusaha mengabaikan tatapan orang-orang yang tertuju pada mereka berdua. "Uhm ... masih belum."

"Hngg, kau harus bisa menebaknya hari ini."

"Kenapa harus ditebak?"

"Biar seru saja, sih."

"Aku tidak mengerti ...."

"Seru-seruan, masa kau masih tidak mengerti?" Kurona berhenti berjalan, berdiri di pinggir pagar pembatas dan menatap ke lautan manusia di bawah mereka. "Intinya jangan terlalu serius kalau cuma masalah sepele."

Saat berbicara begitu, Sera lihat postur tubuh Kurona sama sekali tak menampakkan kesantaian. Kurona terlihat serius, setiap saat, meskipun kata-kata dan ekspresinya selalu menampilkan yang sebaliknya. Jadi Sera tidak akan pernah mengerti dengan Kurona.

"Biar kuberi clue. Sebentar lagi akan ada anak UA di antara orang-orang itu."

Sera melirik Kurona yang tegap, sementara dirinya sendiri menopang dagu. Selanjutnya ia memperhatikan ke bawah, mulai menghitung kemunculan anak-anak kelas pahlawan dari UA. Satu persatu mereka datang, entah kebetulan atau memang direncanakan.

"Mu-mungkinkah ... quirkmu melihat masa depan ...?" tanya Sera gemetaran, menurunkan tangan dari pagar pembatas. Ditatapnya Kurona yang kini bertopang dagu, malah menyajikan senyuman mengejek daripada memberikan penjelasan. "Ja-jawab, dong!"

"Hampir tepat, tapi sangat keliru."

"Aku tidak mengerti!" pekik Sera cepat, kesal setengah mati. Ia merasa dipermainkan dan dijadikan bahan lelucon. "Meskipun aku pintar dan sekolah di salah satu SMA terbaik, bukan berarti aku bisa memahami orang lain!"

Mereka lantas berdiam-diaman dengan Sera yang sibuk memijat kepalanya sendiri. Itu membuat Kurona tertawa, lalu menepuk bahu temannya secara berulang. "Santai saja, Sera-san! Jangan terburu-buru dan mengacaukan emosimu! Nanti menyesal, lho?"

Sera termangu, lantas menepis tangan itu dan membuang pandangan. "Ha-harusnya aku yang bertanya, mengapa kau tidak pernah terlihat menyesal dengan semua yang telah kaulakukan?"

"Habisnya—aku hidup cuma sekali. Dan waktuku tidak bisa dihabiskan hanya untuk menyesali banyak keputusan." Kurona menunduk, memandang anak UA yang sepertinya sudah berkumpul bersama sebelum mulai berpencar ke masing-masing tujuan. "Berhati-hati itu memang bagus, tapi terlalu menguras energi. Jadi, bukan 'kah lebih baik membiarkan semuanya mengalir?"

Tidak bisa begitu. Sera meremas tali tasnya, melirik ragu-ragu pada Kurona yang tersenyum memperhatikan anak UA. "Entah mengapa ... aku tidak suka dengan pemikiran itu."

Sera baru menyadarinya. Perasaan kesal ketika membayangkan orang-orang dengan mudah bangkit dan lupa melihat ke belakang. Mungkin karena Sera memiliki sesuatu yang berharga, yaitu keluarga. Jadi kalau mereka menghilang, Sera akan menyesali pilihan hidupnya tanpa membiarkan semuanya mengalir begitu saja.

Kurona pun menyadari kesalahannya. Ia tersentak, menoleh pada Sera. "Ah, maaf. Tidak seharusnya aku memaksakan pemikiranku padamu."

Mendengar permintaan maaf Kurona, ketidaknyamanan Sera jadi terangkat. Gadis itu menggeleng, terkekeh kikuk. "Tidak apa-apa. Mengenal Kurona-san membuatku menemukan banyak pandangan baru, jadi untuk sekarang aku tidak menyesalinya."

Kurona tersenyum. "'Untuk sekarang', 'kah?" gumamnya. "Kalau begitu akan kukatakan seluruh rencana dari orang yang telah mengulang waktu." []

27 Oktober 2022.

TiME COLLAPSE [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang