Ch. 10: Impulsive act

6.5K 827 56
                                    

Happy weekend untuk semua teman-teman yang baca cerita ini! Jangan lupa kasih vote dan comment yang banyak biar aku semangat lanjutin cerita Anye dan Alex ˗ˏˋ ♡ ˎˊ˗

Semoga 3000 words ini cukup buat menghapus kerinduan ke pasangan ini (ceileh pasangan>< jadian aja belum haha)

Anyway, happy reading!˚₊‧꒰ა ☆ ໒꒱ ‧₊˚

*


Di malam tahun baru seperti ini, bunyi letupan kembang api sudah terdengar sejak hari berganti malam. Meja kerja yang menghadap jendela membuatku dapat melihat mobil yang berlalu-lalang dan beberapa anak kecil berlarian. Sometimes I miss being a kid who can play around without feeling guilty about it. Orang dewasa memiliki terlalu banyak tanggung jawab dan kewajiban hingga rasanya sulit menikmati hidup.

Buktinya saja, aku harus lembur untuk menyelesaikan pekerjaanku di saat seharusnya aku berada di tempat lain untuk berlibur. Bali, Lombok, atau Singapura terdengar seperti destinasi liburan yang menjanjikan saat tahun baru. Sayangnya aku tidak mungkin menginjakkan kaki di tempat-tempat itu ketika peak season seperti ini. Pengajuan cutiku pasti tidak akan disetujui oleh para manajer. Weekend getaway pun terasa terlalu singkat dan melelahkan.

Aku harus berpuas diri berada di rumah, alih-alih kantor, meski ujungnya aku juga harus bekerja. Brian, Tanya, dan Siska sudah offline sejak sore setelah menyelesaikan pekerjaan mereka masing-masing dan menyerahkan sisanya untuk di-review olehku dan Alex. Mas Fauzi baru saja offline sepuluh menit yang lalu setelah berdiskusi mengenai risk assessment yang dia buat.

Helaan napas lelah berembus. Kepalaku terasa nyeri meskipun sudah meneguk obat pereda sakit kepala sore tadi. Notifikasi Teams di laptopku berbunyi ketika aku sedang mengusap mata yang sudah berair.


Amoux, Alexander P.: Anak-anak yang lain sudah offline, kenapa kamu masih online?

Danurdana, Anyelir P.: Saya masih review working paper punya Tanya, Pak.

Amoux, Alexander P.: I see.

Amoux, Alexander P.: Siska gimana? Sejauh ini dia bisa mengikuti pace kerja kita?

Danurdana, Anyelir P.: Bisa, Pak. Tapi masih butuh banyak bimbingan.

Amoux, Alexander P.: Namanya juga fresh grad. Apalagi ini klien pertama dia.

Amoux, Alexander P.: Kamu sudah minta tolong dia untuk prepare deliverables ke group auditor?


Aku mengerjapkan mata ketika membaca pesan terakhir dari Alex. Deliverables. Aku menggigit kuku jariku seraya mencari template deliverables di folderku. Tidak ada. Apa Alex sudah pernah mengirimkannya tapi aku lupa? Ketika aku beralih untuk membuka email, call Teams dari Alex muncul di pojok kiri layar laptopku. Aku menerima panggilannya dan segera menyambar tanpa memberikan sapaan.

"Bapak sudah pernah kirim template deliverables-nya ke saya?" tanyaku. Aku kembali menyusuri ratusan email-ku. Sadar bahwa cara itu tidak akan memberikan hasil yang cepat, aku memasukkan alamat email Alex di kolom pencarian.

"Sudah pernah saya kirimkan di awal-awal. Mungkin sekitar tiga bulan yang lalu. Di email yang sama ketika saya kirim engagement letter ke kamu," ujar Alex.

Long Overdue [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang