Ch. 37: Together forever

7.2K 597 21
                                    

Ibunya Alex dirawat di salah satu rumah sakit yang berada di Denpasar. Jam sembilan pagi, mobil yang kami kendarai sudah melaju menuju rumah sakit. Beberapa kali, Alex memastikan bahwa aku tidak keberatan atau merasa tertekan untuk datang mengingat pengalamanku dengan rumah sakit tidak pernah baik. Meskipun Alex mengetahui tidak terjadi apapun ketika terakhir kali aku mengantar Mama ke rumah sakit, dia masih cemas. Sebelum berangkat, dia bahkan nyaris membatalkan janji temu itu. Butuh usaha dan bujuk rayu yang besar agar Alex tidak berubah pikiran.

"Lho... driver yang kemarin" Mataku mengerjap begitu melihat wajah yang familiar—driver yang sempat menjemputku di bandara dan mengantarku ke villa—keluar dari ruangan yang Alex bilang sebagai tempat ibunya dirawat. Driver itu, laki-laki yang memiliki tinggi badan tidak jauh berbeda dengan Alex, melemparkan senyum kecil padaku sekilas.

"Datang sendiri atau sama keluarga, Kaf?" tanya Alex.

"Sendiri. Mama masih sibuk di restoran karena hari ini ada pesanan untuk catering lumayan banyak. Karena Uwa sakit jadinya Mama yang sibuk atur ini dan itu." Laki-laki itu mengangkat tangan kanannya yang terpasang jam tangan. "Kemungkinan jam dua siang baru bisa datang ke sini. Aku datang duluan karena hari ini harus cek kondisi villa yang ada di Canggu dan Ubud. Sebentar lagi libur semester pasti banyak yang mau liburan."

Alex mengangguk pelan. "Renovasi villa yang di Kuta itu sudah selesai, kan?"

"Sudah." Laki-laki itu meringis pelan. Mungkin, melihatku yang memandangnya kebingungan, laki-laki itu mengulurkan tangannya padaku untuk berkenalan. "Kafa, adik sepupunya Alex."

"Oh." Aku melirik Alex dari sudut mataku. Semua tanda tanya di kepalaku terjawab sudah. Alex mengangkat bahunya acuh tak acuh sedangkan aku bergerak untuk membalas uluran tangan Kafa. "Anye," ujarku, memperkenalkan diri dengan senyuman. "Aku kira kemarin—"

"Kami nggak pernah menyediakan service tambahan seperti itu. Biasanya tamu yang datang langsung ke villa." Kafa mengulas senyum ramah. Meski service tambahan yang dia bilang itu tidak pernah ada, raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan keberatan. Lirikan mata iseng yang tertuju pada Alex membuatku paham kenapa laki-laki itu harus datang menjemputku di bandara kemarin. "Alex bilang tamunya kali ini spesial jadi service yang diberikan juga harus spesial."

"Kaf." Alex menegur adik sepupunya itu sambil menarikku ke dalam rangkulannya. Aku tidak tahu hal lain apa lagi yang dia lakukan di belakangku, tetapi aku sadar, Alex tidak pernah main-main dengan ucapannya kala itu. Tentang dia yang hanya ingin aku merasakan kemudahan selama menjalin hubungan dengannya. "Tamu itu sudah di-blacklist, kan? Jangan sampai dia booking lagi di villa kita yang lain."

Walaupun aku tidak berkomentar apa-apa, manik mata Kafa tertuju padaku, lalu dia menjelaskan, "Waktu itu ada tamu yang datang lalu entah apa yang mereka lakukan—mungkin mabuk atau ada perkelahian—tapi mereka check out dengan kondisi villa yang hancur berantakan. Meja dan sofa penuh abu dan puntung rokok, tirai jendela lepas dari tempatnya, kursi ada yang patah, floor to ceiling window ada yang pecah, dinding kotor, kondom bekas ada di mana-mana, dan kolam renang penuh sampah makanan."

Aku terperangah. Beberapa kali, aku memang pernah mendengar cerita di internet tentang tamu-tamu hotel atau villa yang tidak bisa menjaga properti di dalamnya kemudian meninggalkan tempat itu dengan kondisi yang mengenaskan, tetapi aku tidak menyangka bisa mendengarnya langsung dari orang terdekatku.

"Aku sudah masukin nama tamu itu ke database blacklist kita. Semoga aja nggak lolos untuk kedua kalinya," ujar Kafa. "Sampai kapan di Bali, Lex? Ada yang mau aku obrolin soal pembangunan villa di Tampaksiring."

"Nanti atur aja mau kapan. Aku juga masih harus ngurus kerjaan kantor karena ada deadline. Jasa arsitek dan desain interiornya masih pakai punya temanmu, kan?"

Long Overdue [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang