Bab 5 - Kencan Penuh Air Mata

782 54 3
                                    

"Manis ini, Shana. Ayo, dong. Dimakan."

Siang, terik, aku masih harus menghadapi Mas Daru yang penyakit memaksanya kumat. Pria itu tak membiarkanku pergi. Sengaja memegangi kedua tangan, sembari terus mencoba memasukkan potongan mangga ke mulutku.

Entah sudah berapa kali aku bilang pada kakakku ini. Aku tak suka buah. Terutama yang asam, seperti mangganya itu. Dia ini kenapa keras kepala sekali?

"Asam, Mas. Aku enggak mau. Mau Mas paksa sampai besok juga, aku enggak akan makan." Aku berusaha memalingkan wajah, sebab potongan mangga barusan dibuat Mas Daru mengenai bibir.

Mas Daru menghela napas, tetapi urung melepaskan tanganku.

"Mas itu tahu kamu enggak suka asam. Ini mangganya sengaja dibeli yang super manis. Susah sekali makan ini?" Lelaki itu memasang wajah memelas andalannya.

Huh. Pikirnya aku Mbak Arini yang bisa luluh dengan wajah sok menderitanya itu?

Tidak.

Aku kenal kakakku ini. Akalnya banyak. Apa pun bisa dilakukan, agar aku mau menuruti perintahnya.

"Asam, Mas Daru. Enggak suka," kataku kukuh.

Mas Daru memasukkan satu potong mangga ke mulutnya. Mengunyah dengan wajah dibuat seolah baik-baik saja.

"Enggak asam, Shana. Mas enggak bohong."

Aku menyipit. Jelas tidak percaya. Sejak kecil, dia sering berbohong begini. Mengaku buah yang dia makan manis, padahal waktu aku yang makan, rasanya malah kebalikannya.

"Mas enggak bohong, Shana."

Aku mengangguk pada dia. "Percaya. Tapi, aku tetap enggak mau. Enggak usah buang waktu untuk membujuk aku. Sana, main sama Varo aja."

Mas Daru kembali bersikeras. Pria itu agaknya bertekad ingin membuatku memakan buah mangga tadi. Tanganku dipegang makin kuat. Sementara satu tangannya lagi mengambil mangga.

Beruntung, kami kedatangan tamu.

Elard Albrata.

Kakakku mempersilakan dia duduk. Aku semringah saat tangan akhirnya lepas dari pegangan Mas Daru.

"Saya mau ajak Shanaya jalan, Mas."

Kakakku mengusap kepala. Wajahnya terlihat memasang ekspresi canggung. "Sedikit canggung dengar Mas panggil saya begitu. Umur saya masih di bawah Mas Elard."

Eh, iya. Aku baru ingat. Kan umurnya Mas Daru baru 35. Sedangkan Elard sudah menginjak kepala empat.

Senyum geliku muncul tanpa kutahan. Aneh juga kalau nanti Mas Daru punya adik ipar yang usianya lebih tua dari dia.

"Santai saja, Mas Daru. Jadi, boleh saya ajak Shana?" Om Elard ini tidak ada basa-basinya sedikit pun.

"Mau ke mana memangnya?" tanyaku penasaran.

Tumben sekali dia berinisiatif mengajak kencan pura-pura begini. Kan, biasanya selalu aku yang bertindak. Juga, apa dia ada waktu? Selain sibuk dengan kafe, kan dia sibuk bercinta dengan Vista.

"Ikut saja. Nanti saya beritahu sambil jalan."

Aku menyimpan curiga, kakakku malah mendorong bahu. Menyuruhku segera bersiap-siap. Tak bisa berkutik, pun ini baik demi keberlangsungan rencana, maka aku menurut.

Segera aku pergi mandi, kemudian bersiap-siap. Lumayan, kencan ini sudah menyelamatkanku dari pemaksaan Mas Daru.

***

Sebelum ke tempat tujuan, Elard mengajak makan lebih dulu. Kebetulan memang lapar, jadi aku setuju. Kami makan mi super enak di sebuah warung yang baru aku ketahui ada di dunia ini.

I Love You, Om Pacar! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang