Bab 31 - Berdamai

1.4K 62 7
                                    

Semua sudah kulakukan. Mulai dari memasakkan bubur kacang hijau, mencucikan kaus kaki dan kemeja, sampai sengaja menawarkan diri untuk jadi asisten rumah tangga pribadi Mas Daru.

Berharap lelaki itu luluh dan mau membagi cerita soal obrolannya dengan Elard. Namun, sampai hari ini, kakakku itu belum juga mau berdamai. Dia buang muka saat aku menatap. Tidak menjawab saat aku bertanya. Dan barusan melengos saja saat aku mengadang langkahnya yang akan menuju kamar.

Aku sudah tidak tahan lagi. Ini sudah terlalu lama. Aku tidak bisa menunggu.

Duduk di lantai dekat tangga, aku mulai merengek. Pura-pura menangis.

"Mas Daru!"

Berhasil. Kakakku berhenti menaiki tangga. Dia menoleh, alisnya masih mengait seperti ekspresi burung marah.

"Udahan, Mas. Mau marah sampai kapan? Aku mau tahu apa yang kamu obrolin sama Elard."

Dia memalingkan wajah. Lanjut menapaki anak tangga menuju lantai dua.

Aku kembali merengek. Menggosok-gosok kaki ke lantai, persis Varo kalau lagi tantrum.

"Mas Daru, tolong! Kamu, tuh, bener-bener enggak sayang aku lagi, ya?"

Mas Daru kembali berhenti berjalan. "Siapa yang bilang begitu?"

"Buktinya kamu sembunyiin fakta kalau Ayah udah tahu soal Vista. Kamu ikut bohongin aku, bahkan setuju aku dijodohkan sama dia. Kamu enggak takut adikmu jatuh ke tangan buaya macam Elard?"

Panjang lebar aku bicara, Mas Daru membalas dengan lirikan mata malas.

"Buaya-buaya gitu, kamu juga nggak nolak. Munafik kamu!"

"Kamu enggak larang aku."

"Memang kamu udah diapain aja sama Mas El?" Mas Daru melangkah ke sini.

Aku mengulum senyum, lalu menggeleng. Dia benar-benar menghampiri, berdiri di depanku. Segera aku berdiri untuk menangkap lengannya.

"Enggak boleh lari lagi! Cerita dulu. Apa yang kamu bicarain sama Om El?"

"Udah diapain sama Mas El?" Kali ini matanya menajam.

Aku menggeleng. "Enggak ada." Pipiku panas mengingat apa-apa saja yang pernah kulakukan dengan Elard.

"Bener?" Daru memegangi kepalaku dengan tangan besarnya. Menatap lama sebentar, kemudian menepuk-nepuk puncak kepalaku.

Bagus! Dia percaya. Agaknya juga sudah tidak marah. Saatnya meminta apa yang aku inginkan.

Kami duduk di ruang tamu. Mas Daru memulai cerita dengan mengingatkan soal peristiwa 20 tahun lalu. Saat aku menangis di belakang rumah sebab Om Elard ingkar janji dan tidak datang.

"Kamu ingat Mas ngomong apa sama kamu waktu itu?"

Aku mengorek memori. Waktu itu, aku diminta untuk tidak menangis. Jangan menunggu Om Elard karena dia punya kehidupan sendiri dan aku tak bisa menyuruhnya datang sesuka hati.

Mas Daru menarik senyum tawar. "Waktu itu Mas juga bilang kalau El itu nakal, karena dia suka lupa kerjakan tugas dari Ayah, suka bolos kuliah dan ngerokok. Mas bilang dia enggak baik untuk kamu."

Aku mengangguk. Masih belum mendapat gambaran utuh, aku diam dan menunggu Mas Daru melanjutkan.

"Ternyata, hari itu El datang. Dan dia dengar apa yang Mas bilang. Dan karena itu juga, dia berhenti datang ke sini."

Mas Daru melanjutkan. El mengaku dia benar-benar merasa rendah diri setelah mendengar perkataan Mas Daru hari itu. El merasa tak layak menemuiku, karena sadar diri memang sangat nakal kala itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Love You, Om Pacar! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang