Manusia itu kadang punya jalan pikiran aneh. Sementara diriku ini masih bersedih karena kebohongan Lukas, sempat-sempatnya malah memikirkan masalah Elard dan Vista.
Aku kasihan pada Vista. Aku iba memikirkan dia harus bertemu Tante Andini setiap hari, tetapi tak bisa mengatakan kalau dirinya adalah perempuan yang dipacari Elard.
VIsta sudah memberikan segalanya pada Elard. Demi apa pun, mereka sudah tidur bersama. Namun, apa? Elard tak memberikan kepastian apa-apa.
Dasar jantan! Hobinya kawin apa, ya?
Terlebih kejadian kemarin di rumah Tante Andini. Kalau aku jadi Vista, sudah pasti akan kujambak rambut Elard. Bisa-bisanya pria itu bersikap tak kenal, padahal sudah tidur bersama.
Dasar om-om mesum!
Sepulang dari mengontrol toko, aku menyempatkan singgah di salah satu kafe dekat sana. EnjoyMe. Kukira tak masalah datang ke sini, tetapi pada akhirnya aku menyesal sudah melakukan itu.
Elard ada di sini dan pria itu baru saja duduk di hadapanku, tanpa minta izin atau dipersilakan.
Dasar muka tembok!
"Kamu menyetir sendiri?"
Aku berusaha tak terlihat kekanakan. Aku mengangguk tenang. Tidak apa-apa. Sebentar lagi aku juga akan pulang.
"Kenapa? Sepertinya, ada yang berbeda dari kamu."
Oke. Katakan otakku gila, tetapi aku merasa inilah waktunya melakukan pembalasan dendam pada lelaki satu ini.
Aku menatapnya tajam. Berusaha mengintimidasi.
"Bisa bicara sebentar?"
Lelaki itu mengangguk dengan ekspresi angkuh.
"Aku mau membantah tuduhan yang pernah kamu berikan waktu aku di rumah sakit tempo hari."
Dia tersenyum remeh. Matanya bergulir naik dan turun, mirip pria gila yang suka menggoda gadis belia di jalanan atau dalam angkutan umum.
Dasar gila!
"Silakan," katanya terdengar menantang.
"Kamu tahu siapa ibuku?"
"Tante Linka?"
"Linka Hartawan. Anak pertama dari Susilo Hartawan, pemilik salah satu hotel terbesar di kota ini."
"Lalu?" Bola matanya berputar malas.
"Kalau Ibuk mau, dia bisa menjadi pewaris dari Na--"
"Nay's Hotel," potong Elard pongah. "Saya tahu kenapa kamu diberi nama Shanaya. Kamu satu-satunya cucu perempuan dari mendiang Susilo Hartawan."
Bibirku otomatis melipat ke dalam. Aku terkejut kenapa dia bisa tahu hal itu. Berdeham sekali, aku berusaha kembali mengumpulkan keberanian.
"Ibuk punya bagian lima belas persen dari saham di Nay's Hotel. Dan dividen dari sana, sudah jadi milikku sejak usia 20 tahun."
"Oke. Maksud kamu, karena punya uang banyak, kamu berhak disebut dewasa dan gak manja?"
Ah! Kenapa dia bisa mengerti maksudku dengan baik?
"Aku juga punya bisnis," lanjutku berusaha tak terpengaruhi tatapan sinisnya itu. "Meski enggak sebesar kamu, tapi tiga toko kue-ku lumayan menghasilkan. Aku menulis dan itu juga lumayan mendatangkan pendapatan. Singkatnya, tanpa uang bulanan dari Ayah dan Mas Daru, aku masih bisa menghidupi diriku sendiri. Aku bukan benalu!"
Elard tampak menggeleng singkat. "Kamu gak menangkap maksud saya, Bocah," ucapnya pelan.
"Dan satu lagi. Perlu kuingatkan, kakak dan ayahku enggak dungu, yang mau-mau saja aku atur dan mengikuti keinginanku. Aku tahu cara bersikap. Sikapku yang kamu sebut manja itu, kulakukan karena aku tahu itu masih lumrah dan memang aku suka saat mereka mau direpotkan. Itu bentuk kasih sayang mereka, bukan kebodohan." Bicara panjang lebar, napasku sedikit cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Om Pacar!
RomancePertama kali bertemu Elard, aku masih berusia 8 tahun. Masih bocah, tetapi dengan lantangnya aku berkata pada ayah, kalau ingin menikah dengan lelaki itu. Bertahun-tahun berlalu, aku kembali bertemu Elard. Umurku sudah 28, bukan bocah lagi, tetapi...