Bab 20 - Posisi Vista (2)

652 53 5
                                    

Aku merasa bersalah pada Vista. 

Pertama, karena kejadian di rumah Tante Andini. Meski tidak mengira dia akan datang dan mendengar ucapan Tante Andini soal perjodohanku dengan Elard, tetap saja rasanya aku turut andil melukai hati perempuan itu.

Kedua, aku merasa berdosa padanya karena peristiwa di apartemen Elard.  Meski kami tak sampai melakukannya, tetap saja itu bentuk dari kecurangan.

Ketiga, aku lupa belum menjelaskan apa yang terjadi sewaktu liburan kemarin. Karena itu, siang ini, sehabis belanja bahan baku untuk toko, aku menyempatkan diri datang ke butik Tante Andini.

Untungnya, Tante Andini sedang tidak di sana. Jadi, kami bisa lebih leluasa.

"Shanaya?" Vista tampak terkejut saat aku muncul di depannya.

Melambai singkat dan tersenyum canggung, aku menyapa. "Hai?"

"Hai?" Dia membalas agak bingung. "Buk Andini enggak di butik hari ini," tuturnya.

Aku mengangguk. "Udah dengar dari yang jaga di depan. Aku datang mau ketemu kamu. Kamu punya waktu?"

Vista sempat diam beberapa saat, sampai akhirnya dia menjawab, "Aku punya satu jam untuk istirahat. Ada apa, Shana?"

Perempuan yang lebih muda dariku itu tersenyum sungkan. "Maaf, harusnya aku panggil kamu Mbak Shana, ya?"

Cepat-cepat aku melambai, tanda tidak setuju. "Shana aja, tolong? Aku enggak mau merasa tua."

Vista tersenyum. Dia terlihat cantik sekali. Aku jadi paham mengapa Elard bisa menyukainya. Wajahnya tirus, pun tampak terawat. Mata perempuan itu besar dan dipoles make up yang membuat tatapannya semakin memukau. Ditambah tinggi dan bentu tubuh ideal, sungguh dia memang idaman semua lelaki.

"Jadi, kamu ada waktu?"

Dia setuju, aku pun mengangguk. Tak mau mengganggu waktu kerjanya, aku pamit dan bilang akan menunggu di mobil saja.

Dua jam kemudian, kulihat Vista keluar dari butik itu. Dia menghampiri mobilku. 

"Kamu mau makan di mana?"

"Aku udah makan di dalam tadi."

Padanya aku mengangguk, kemudian menyalakan mobil. "Ke EnjoyMe dekat sini, mau?"

"Boleh."

Kami pun berangkat ke salah satu kafenya Elard yang berada di dekat sana. Tak ada pembicaran selama di jalan, aku baru buka suara ketika sudah di kafe.

"Pertama, aku mau minta maaf. Liburan kamu sama Om El terganggu cuma gara-gara aku. Tapi, sungguh, aku enggak bermaksud. Hari itu ada sesuat yang mendesak dan bikin aku merasa harus segera pulang."

Vista tersenyum canggung. "Aku juga kekanakan. Harusnya aku enggak ngambek cuma karena dia mau nolongin kamu."

"Enggak, itu murni kesalahanku. Maaf."

Aku memandanginya agak lama. "Maaf kalau aku ikut campur, kalau boleh tahu, udah berapa lama kamu dan Om El pacaran?"

Ada sirat sedih di senyumnya Vista itu. "Kami enggak pacaran, Shan. Cuma ... ya, begitulah."

"Begitulah?"

Tatapan mata Vista tampak menerawang. "Aku pertama ketemu dia waktu diminta Buk Andini antar laporan butik. Beberapa kali ketemu lagi, terus, semua terjadi gitu aja. Kami merasa sama-sama tertarik, setidaknya begitu yang aku tangkap. Tujuh bulan, mungkin."

"Kalian pacaran," pungkasku yakin.

"Pak Elard enggak pernah mau kasih status atau nama di hubungan kami. Suka sama suka, mau sama mau. Kami jalan, makan, nonton dan tidur bareng, semata untuk senang-senang."

I Love You, Om Pacar! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang