Bab 25 - Ketakutan Shana

670 53 5
                                    

Aku senang sekali. Sejak tadi, senyum tak mau hilang dari wajah. Sebab apa? Pasar malam masih jadi tempat paling menyenangkan di dunia.

Sejak kecil, aku selalu senang jika diajak main ke pasar malam. Bukan karena banyak wahana seru. Yang lebih membuatku menyukai tempat ini adalah karena atmosfer yang ada.

Semua orang tampak bahagia. Tersenyum, tertawa, memekik girang atau terkejut. Melihat itu semua di antara lampu warna-warni yang ada, rasanya benar-benar baik. Pasar malam adalah satu-satunya tempat ramai yang tidak membuatku tak nyaman.

Aku, Elard dan Vista datang satu jam lalu. Elard dan Vista sedang mencoba wahana komidi putar, aku duduk di dekat sana, tengah menikmati jagung bakar.

Awalnya, aku kira memang hanya akan berdua saja dengan Elard. Ternyata, Vista datang saat aku menunggu Elard ganti baju dan mandi di apartemen. Jadilah, kami pergi bertiga.

Walau sedikit kecewa, tetapi aku tetap berusaha bersikap wajar. Toh, memang apa hakku cemburu? Elard dan Vista itu kan punya hubungan. Dan, untuk apa menyia-nyiakan tempat seru begini untuk perasaan negatif seperti cemburu?

"Kamu bisa dikira gila, Na." Elard datang dan langsung merebut jagung dari tanganku.

"Om! Punyamu yang itu. Balikin jagungku." Aku berusaha mengambil, tetapi dia mendorong lenganku dengan sikunya.

Kesal, jagung miliknya aku makan. Biarkan dia makan sisaku. Aku dapat jagung yang baru.

"Vista mana?" tanyaku ketika sadar kalau Vista tak ikut datang.

"Toilet."

"Kenapa tadi ngatain aku gila?"

"Senyum sendiri, duduk sendiri. Gak main kamu? Tadi baru naik itu, 'kan?"
Telunjuknya mengarah ke permainan bianglala yang tadi aku naiki.

"Enggak. Udah. Duduk aja. Habis ini mau cari harum manis."

Elard menatapku. "Cuma main itu? Ngapain ikut? Udah ngantuk?"

Padanya, aku tersenyum saja. "Lihat lampu warna-warni gini aku udah senang, kok."

Tadinya menatap lurus pada wahana komidi putar, aku menoleh sebab merasa ada yang menatapi. Dan benar. Elard ternyata masih memandang ke arahku.

Dia terus memaku tatapan padaku, sampai akhirnya Vista datang.

"Wah, ada jagung."

Aku mengangsurkan jagung ke Vista. "Kamu dari mana? Kok lama?"

"Itu, ada yang jual asesoris di sana. Cincin atau gelangnya bisa dikukir nama. Aku pesan satu. Mau balik ke sana untuk ambil, tapi habis makan jagung, deh."

Vista duduk di kiri Elard.

"Biar saya aja yang nungguin. Kamu di sini aja." Lelaki itu berdiri dan pergi ke stand yang Vista maksud.

Vista buka suara setelah menatapi punggung Elard yang tak lagi tampak. "Harusnya kalian berdua aja yang ke sini, ya?"

Gerakan mengunyahku memelan. "Apa?" tanyaku memastikan tidak salah tangkap.

Vista menatapi jagungnya dengan pandangan nanar. "Dia kelihatan banget merhatiin kamu terus, Shana."

Dia yang Vista maksud itu Elard? Bagaimana bisa? Kan sejak tadi mereka bersama.

"Pak Elard pikir aku enggak lihat. Dari tadi, dia selalu menoleh ke kamu. Bahkan, dia hampir mau turun dari komidi putar tadi, cuma karena lihat kamu kesandung."

Aku putuskan tak mau memberi perhatian pada penuturan Vista itu. Dia pasti salah. Buktinya, Elard bahkan mau menggantikan Vista menunggui pesanan cincin itu. Dari sisi mananya pria itu lebih memperhatikanku?

I Love You, Om Pacar! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang