"Jangan cemaskan apa pun, nikmati waktu berdua sama Elard. Banyak hal yang harus kalian bicarakan."
Pada tante Andini yang barusan bicara sekalian pamit, aku mengerutkan dahi. Dilihat-dlihat, wanita itu cukup baik-baik saja setelah tahu kelakuan Elard. Mencurigakan.
Begitu juga dengan Ayah dan Mas Daru. Bisa-bisanya mereka pulang, membiarkanku menginap di rumah Elard dan sampai sekarang belum menjemput. Apa-apaan semua ini?
Kukira dunia akan runtuh kemarin. Aku sampai pingsan karena terlampau takut membayangkan dampak yang bisa saja timbul dari kenekatan Elard membeberkan hubungannya dengan Vista. Namun, keadaan sekarang malah adem-ayem.
Rasanya ada yang aneh.
Habis mengantar tante Andini yang katanya ada urusan mendesak di butik, aku duduk di ruang tamu rumah Elard. Kata Ayah, nanti aku dijemput. Nanti ini jam berapa? Sekarang sudah pukul sepuluh ngomong-ngomong.
Aku sudah sarapan. Sudah ngobrol dengan tante Andini. Namun, jemputan Ayah masih belum datang.
Sendirian beberapa saat di sana, aku akhirnya melihat si tuan rumah datang. Lelaki itu agaknya baru bangun karena wajahnya tampak seperti bantal, bengkak, tetapi tidak jelek.
"Muka bantalmu jelek juga, ya," ejekku sengaja.
Kukira dia akan mengatai balik. Ternyata, tidak. Elard hanya melirik santai.
Lelaki itu duduk di samping. Rapat denganku. Tepat di sebelah, seolah tak ada sofa kosong atau sisi kosong lainnnya di sofa kami duduki. Mataku melotot saat dengan santainya Elard menyandarkan kepala di bahu.
"Saya baru tidur jam empat. Karena nungguin seseorang yang nekat bertamu jam satu pagi."
Sungutan itu aku abaikan. Memang aku mau sengaja bertamu di jam satu pagi? Kalau bukan karena mendesak, kalau bukan demi keamanan ayahku, mana sudi.
Lagipula, seingatku sudah tidur sebelum jam empat pagi. Aku tak suruh dia tetap terjaga sampai di jam segitu. Kenapa aku malah disalahkan?
Melirik Elard yang memejam, aku sengaja mendorong lengan untuk menjauhkannya. Pria itu duduk tegak, lalu melempar tatapan tajam.
"Ini Mas Daru kapan jemput, sih?" Aku pura-pura memeriksa ponsel.
"Mas Daru baru akan jemput kalau kita sudah selesai bicara."
Aku menatapnya serius. Tak lupa memberi isyarat lewat sorot mata kalau aku menunggu dia bicara. Soal apa ini?
"Saya sudah kasih tahu Om Ares soal Vista."
Aku terkesiap. Apakah dia sedang berbohong? Kenapa bisa semua terasa tenang sekali setelah rahasia soal Vista terbongkar?
"Dan kamu tahu? Mama saya, Om Ares bahkan Mas Daru sudah tahu soal Vista. Alasan kenapa mereka menjodohkan kita adalah untuk itu."
"Itu apa?" Aku mengejar karena tak paham.
"Mama saya ingin saya menentukan sikap. Menurutnya, dengan menjodohkan kamu dengan saya, akan membuat saya bisa membuat keputusan soal pernikahan."
Gila. Mulutku setengah terbuka. Aku ingin tertawa, tetapi juga merasa amat sangat kecewa. Jadi, Ayah sebenarnya tahu soal Elard yang sudah punya pacar? Lalu, kenapa Ayah setuju menjodohkanku? Sungguh Ayah sudah tak sayang padaku?
Dan Mas Daru? Astaga! Tak pernah kusangka kakakku itu akan tega berbohong sejauh ini. Aku sudah ketar-ketir, cemas tiap saat membayangkan kalau suatu saat Elard akan ketahuan. Namun, semua ketakutanku sia-sia.
"Kapan mereka tahu?"
Elard mengedikan bahu. "Sepertinya dari awal perjodohan. Tepatnya kapan, saya tidak tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Om Pacar!
RomancePertama kali bertemu Elard, aku masih berusia 8 tahun. Masih bocah, tetapi dengan lantangnya aku berkata pada ayah, kalau ingin menikah dengan lelaki itu. Bertahun-tahun berlalu, aku kembali bertemu Elard. Umurku sudah 28, bukan bocah lagi, tetapi...