Bab 16 - Posisi Vista

612 52 5
                                    

Saat turun dari kamar, aku melihat ada Mas Daru di rumah. Memeriksa jam di tangan, aku tak salah waktu. Ini memang masih siang.

"Pulang cepat, Mas?" tanyaku ingin tahu.

Lelaki itu menatapi, tak langsung menjawab. Setelahnya, dia merapikan rambut baruku. Baru dipotong kemarin. 

Aku ingin sedikit mengubah penampilan. Biar tidak dikatai bocah lagi. Selama ini betah dengan rambut panjang, kali ini rambutku dipotong sebahu dan diwarnai coklat gelap.

Seingatku sudah minta izin Mas Daru. Kenapa sekarang dia terlihat tidak rela, ya?

"Apa yang aku bilang kemarin, jangan lupa. Kamu enggak pernah jadi beban apalagi menyusahkan aku. Jangan mikir kayak gitu. Sekali pun kamu menyusahkan, aku bakal terima. Kamu adikku."

Padanya, aku mengangguk sambil memajukan bibir. Ingat kemarin saat dia menasihati sekaligus membuatku menangis. Padahal, aku belum bercerita apa-apa soal Lukas dan Riel padanya.

"Mas Daru pulang cepat?" ulangku.

Dia menggeleng. "Mas bawakan es buah. Lagi disiapkan sama Mbak Gita. Kamu mau pergi?"

Aku mengangguk. "Diminta Tante Andini datang. Plus, ada urusan juga." 

"Esnya?"

"Disimpan. Jangan dihabisin."

Mas Daru mengangguk. Aku berpamitan padanya, sekalian pada Mbak Arini yang baru muncul.

"Sama Pak Joni, Shan?"

"Enggak, Mbak. Aku nyetir sendiri," jelasku sambil lalu. 

Terhitung sejak dua hari lalu, aku memang sudah menyetir sendiri ke mana-mana. Aku tak ingin terus disebut anak manja yang tak bisa melakukan apa-apa.

Juga, karena punya waktu senggang setelah memutuskan rehat menulis sebentar, aku jadi lebih sering mengunjungi toko kue yang sudah sejak lama hanya kukontrol dari jauh.

Beberapa hari ini aku banyak pekerjaan. Pergi pagi, pulang sore. Aku menyibukkan diri dengan berbagai hal yang bisa kulakukan dan harus kulakukan, sembari menunjukkan pada diri sendiri kalau aku tak seperti yang Elard sebutkan.

Aku tidak manja. Aku tidak menyusahkan Ayah atau Mas Daru. Kalau aku mau, aku bisa hidup dan menghidupi diriku sendiri.

Benar. Sejauh itu perkataan Elard mempengaruhi. Terutama di bagian dia yang menyebutkan kalau aku hanya bisa membuat orang di sekitarku repot dan susah.

Tak terasa, aku sampai di tempat tujuan. Kuparkirkan mobil di halaman rumah Tante Andini. Aku segera masuk ke sana. Sepertinya, ini hanya pertemuan biasa.

"Wah, kamu bawa kue, Shana?"

Aku mengangguk dan tersenyum sekenanya. "Tante sehat?" Kami duduk di ruang tamunya.

"Sehat. Rambut barunya cantik sekali, Shana."

Kembali aku hanya bisa tersenyum. Tante itu mengajakku mengobrol. Aku hanya berusaha menimpali sesekali. Aslinya, aku lebih suka mendengar saja.

Cukup lama kami bicara, sampai seseorang datang dan membuatku tercengang. Vista. Ada kekasihnya Elard di rumah Tante Andini.

"Sebentar, ya, Shana. Kenalkan, ini Vista. Karyawan Tante."

Vista tampak tersenyum canggung padaku. Dia menyerahkan paper bag ke Tante Andini. Isinya pakaian.

"Kamu ikut makan siang sekalian saja, ya, Vis. Sebentar, kalian tunggu di sini dulu." Tante Andini pergi, kami benar-benar ditinggal berdua saja.

I Love You, Om Pacar! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang