Bab 15 - Ditipu, Lagi

598 43 1
                                    

Sejak tadi menatapi ke luar jendela mobil, aku menoleh saat merasa lengan disenggol. Elard yang duduk di sampingku menyodorkan biskuit. Aku menggeleng.

Kami sedang dalam perjalanan pulang. Mundur dua hari dari rencana awal, hari ini cuma ada kami berdua, sebab Vista sudah pulang duluan.

Pantas Elard sangat marah kemarin. Kekasihnya pulang duluan. Dia pasti uring-uringan karena tak dapat jatah.

Selama di mobil, aku memang diam sedari tadi pagi. Aku masih marah padanya. Dia keterlaluan. Hanya karena liburannya terganggu beberapa saat.

Nahasnya, ada jalanan yang rusak. Jadi, kami harus mencari arah alternatif dan itu jelas menambah lama waktu perjalanan. Harusnya hanya tiga jam menuju bandara, sekarang sudah lima jam dan kami bahkan belum setengah jalan.

"Makan sesuatu, Na. Kamu sejak tadi siang belum makan apa pun. Kamu mau pingsan?"

Sebelum omelannya makin menjadi, aku mengambil biskuit itu dan menghabiskannya. Saat akan minum, ternyata botol airku sudah kosong.

"Ini," kata Elard sembari mengangsurkan sebotol air.

Aku menerima itu dan meneguknya sampai habis setengah. Kemudian, aku kembali menatapi jendela. Kapan, sih, kami bisa sampai di bandara?

"Terpaksa kita harus ganti jadwal penerbangan. Sepertinya, harus berangkat tengah malam nanti."

Penuturan Elard membuatku cemberut. Sepertinya kerusakan jalan itu memang parah. Jalan alternatif ini saja ramainya minta ampun. Mobil kami bahkan hampir tak bergerak.

"Kamu mau diam terus sampai nanti malam?"

Aku menengoknya sinis. "Kamu mau ngomel dan ngatain aku lagi?"

Dia menggeleng. "Apa kita harus saling diam selama berjam-jam?"

Dasar pria tidak tahu diri. Dia tidak ingat kalau kemarin memarahi parah? Sekarang apa? Dia mau kami mengobrol seolah tak terjadi apa-apa?

"Kenapa Vista pulang duluan?"

"Marah."

Kali ini aku menatapnya terkejut. "Marah? Karena apa?"

Elard menoleh ke sini. "Menurut kamu, kenapa dia gak akan marah? Saya pergi meninggalkan dia tanpa bilang apa-apa."

"Hah?"

"Kan saya cari kamu, Bocah. Kamu baru ditemukan ketika menjelang pagi. Saya lupa mengabari dia, jadi dia pulang sendiri dan gak angkat telepon saya."

Ih, kenapa aku jadi sedikit merasa bersalah, ya? Jadi, Vista marah padanya karena aku?

"Nanti kalau udah sampai rumah, aku bantu jelaskan sama Vista," kataku berusaha terdengar tidak begitu menyesal.

Dia memandangiku lama. Aku sampai dibuat risih karena itu. Entah apa maksudnya menatap begitu.

"Yang kamu perlu tahu, alasan saya mengomel tempo hari, bukan karena saya be--"

"Udah-udah!" Aku memotong. "Aku enggak mau dengar soal itu dulu. Masih kesal. Stop aja ngobrolnya."

Melipat tangan di depan dada, aku berusaha tidur. Tak mau bicara lagi dengannya, aku bisa apa selain tidur? Tak lama, aku merasa ada yang disampirkan di tubuh. Mengintip sedikit dari kelopak mata, aku menemukan ternyata Elard memakaikan jaketnya padaku.

Oke. Shana. Jangan terpengaruh. Ini cuma akal bulusnya. Seperti kemarin. Tiap kali dia berbuat jahat, besoknya lelaki ini memang akan bersikap sangat baik.

Jangan termakan bujukan. Jangan terlalu besar kepala. Jangan berdebar, tolong!

***

Tak membuang waktu, sesampainya di rumah aku langsung menghubungi Lukas dan minta bertemu. Aku tak tahu ini hanya firasat, tetapi aku merasa Lukas seolah membuat alasan agar kami tidak ketemu.

I Love You, Om Pacar! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang