Bab 29 - Tumbang

1.1K 80 6
                                    

Aku terbangun dengan tubuh penuh peluh dan mata basah. Terengah-engah, aku bergegas turun dari ranjang dan berlari eluar dari kamar.

"Ayah!" Tak peduli sekarang pukul berapa, aku berteriak sembari menuruni tangga.

Bayangan mimpi yang tadi memaksaku bangun membuat langkah kaki beberapa kali tersandung anak tangga. Nyaris aku terjatuh berguling.

"Ayah!"

Terisak, aku berlari menuju kamar Ayah. Setelah sampai di sana segera kudorong pintu. "Ayah!"

Ayah tampak baru bangkit dari posisi tidur. Beliau menatapku heran. Aku langsung menghambur ke pelukannya.

"Ayah!" panggilku tersedu. "Ayah, aku cuma punya Ayah. Jangan tinggalin Shana, Ayah."

Ayah menepuk-nepuk kepalaku. "Kamu mimpi?"

Benar aku bermimpi. Namun, rasanya nyata sekali. Belum lagi, aku dihantui ketakutan soal ancaman Elard yang bilang akan memberitahu hubungannya dengan Vista pada Ayah.

Elard menunda itu. Aku berhasil membujuknya tadi, hingga lelaki itu memilih pulang tanpa bilang apa-apa. Entah karena terlalu memikirkan itu atau memang ini firasat, aku bermimpi.

Aku melihat Elard memberitahu rahasianya pada Ayah. Dan sama seperti yang terjadi pada Ibu, Ayahku tumbang. Aku melihatnya tak sadarkan diri.

"Itu cuma mimpi, Shana." Ayah membawa wajahku untuk ditatap. Pria itu memberi senyum menenangkan. "Ayah baik-baik aja."

Tidak. Dia tidak akan baik-baik saja setelah Elard buka mulut. Ayah begitu memuji Elard. Meyakini kalau pria itu adalah orang yang tepat untukku. Bagaimana bisa dia tetap baik saja, setelah tahu dibohongi?

"Ayah, jangan tinggalin Shana. Jangan, Ayah." Tangisku makin kencang saat memikirkan itu.

Aku tidak ingin ayah terluka. Aku juga tak mau Elard dapat masalah. Apa semua ini salahku? Apa aku terlalu gegabah mengungkit soal Riel hingga Elard menjadikan itu pemicu untuk bertindak begini?

"Itu cuma mimpi, Nak. Sudah, jangan menangis lagi."

Aku mendengar Mas Daru dan Mbak Arini datang. Mereka menanyaiku, tetapi tak bisa kujawab sebab air mata terus-terusan tumpah.

"Shana, sini-sini, sama Mas." Mas Daru menarikku menjadi dari ayah. "Kamu cuma mimpi. Lihat, Ayah baik-baik, 'kan?"

Aku menggeleng. "Ayah jatuh. Ayah sakit karena Shana. Shana bikin Ayah sama kayak Ibuk."

Mataku memejam saat bayangan mimpi buruk itu datang lagi. Pada Mas Daru aku berpegangan.

"Mas, aku harus ngomong sama Elard. Aku harus ketemu Elard."

Laki-laki itu tidak boleh sampai buka mulut. Tidak. Aku tak ingin Ayah bernasib sama seperti Ibuk. Harus celaka hanya karena nasibku yang kelewat sial.

Karena Mas Daru tak kunjung merespon, aku beranjak dan hampir berlari meninggalkan kamar.

"Ini jam satu, Shana. Kamu mau temui Elard di mana?" Kakakku itu mencekal lengan agar aku tak bisa kabur.

Aku menggeleng. "Aku harus ketemu Elard. Aku harus ketemu dia!"

Mas Daru terlihat menatap Ayah sebentar, sebelum akhirnya setuju membiarkanku pergi. Dia yang akan mengantar.

***

Pintu rumah Tante Andini terbuka saat kami tiba di sana. Aku baru sadar kalau Mas Daru tidak membawaku ke apartemen Elard. Baru saja aku ingin bertanya, Mas Daru sudah lebih dulu menjelaskan.

"Mas udah hubungin Elard. Dia pulang ke sini habis dari rumah kita," ucap sembari mengancingkan ritsleting jaket yang aku pakai.

"Ini semua untuk apa, Dek? Kenapa kamu harus ketemu Elard sekarang?"

I Love You, Om Pacar! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang