Bab 4. Cafe Pluie Lotus

177 131 145
                                    

Cafe Pluie Lotus, sebuah permata tersembunyi di tengah kesibukan kota, dikenal dengan suasana yang hangat dan mengundang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cafe Pluie Lotus, sebuah permata tersembunyi di tengah kesibukan kota, dikenal dengan suasana yang hangat dan mengundang. Dekorasi yang elegan dan cahaya remang-remang, ditambah dengan nuansa Prancis yang kental, menyambut Lily, Nisha, dan Ardian dengan hangat saat mereka memasuki ruangan.

Interior cafe dihiasi dengan perabotan bergaya vintage yang memancarkan keanggunan, lampu gantung kristal yang menyebar cahaya lembut ke setiap sudut, dan irama musik chanson Prancis yang melantun merdu, menciptakan suasana yang romantis dan nyaman. Di sini, di tengah aroma kopi yang khas dan suara percakapan yang berbisik, mereka siap untuk menghabiskan malam dengan penuh cerita dan tawa.

.
.
.
.

Cafe Pluie Lotus dipenuhi dengan suara gemuruh percakapan dan tawa pengunjung yang datang. Aroma kopi yang kuat dan makanan ringan yang lezat menyebar di udara, menjanjikan kepuasan yang sama seperti yang ditawarkan oleh cafe-cafe terkenal lainnya. Ardian, yang berjalan beberapa langkah di depan Lily dan Nisha, memandang ke kiri dan ke kanan, mencari sosok Cristian dan Ravindra di antara kerumunan.

Namun, mereka tidak tampak di lantai dasar, sehingga mereka bertiga memutuskan untuk naik ke lantai dua. Suasana di lantai atas sedikit lebih tenang, dengan cahaya yang lebih redup dan musik yang lebih lembut. Mereka berjalan melewati beberapa meja yang ditempati oleh pasangan yang tenggelam dalam percakapan pribadi dan kelompok-kelompok teman yang tertawa riang.

Di pojok ruangan, dekat jendela yang memberikan pemandangan lampu-lampu kota, mereka menemukan Cristian dan Ravindra. Cristian sedang berbicara dengan semangat, sementara Ravindra mendengarkan sambil sesekali menimpali. Cahaya malam yang masuk melalui jendela menambah suasana hangat pada obrolan mereka.

Ardian mengangkat tangan, memberikan isyarat kepada kedua temannya itu. Chris dan Ravindra menoleh, senyum mereka melebar saat melihat Lily, Nisha, dan Ardian mendekat. Mereka berdiri, menyambut kedatangan teman-teman mereka dengan jabat tangan yang erat dan pelukan hangat.

"Yo, Kak Ardian. Gua kira lo gak dateng, Kak," kata Cristian, sambil menepuk punggung Ardian.

Ravindra menambahkan, "Hahaha, betul tuh, gua juga mikir gitu awalnya. Kenapa telat, Bro? Jalanan macet kah?"

"Halah, bukan gara-gara macet, tapi biasalah..." kata Ardian, sambil memberi kode dengan matanya bahwa dia terlambat karena Lily dan Nisha ingin mampir ke rumah mereka masing masing dulu untuk ganti baju dan bersiap-siap.

Cristian dan Ravindra yang paham dengan kode Ardian hanya bisa tertawa. "Sabar ya, cewek emang gitu..." kata Ravindra.

Ardian hanya mengangkat bahu, menanggapi dengan senyuman simpul. "Yang penting sekarang kita semua udah kumpul, kan?" ujarnya, mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

Nisha, yang mendengar komentar Ravindra, hanya bisa saling pandang dengan Lily sambil tersenyum malu. "Hei, gak juga kok, kami juga gak mau terlambat, tapi ya... wanita dan pilihan baju, kalian tahu sendiri," sahut Lily, mencoba menjelaskan.

Vignet : Kilas Waktu dalam Kata-kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang