Bab 8. Boneka Rubah

160 108 191
                                    

Tapi saat gondola yang chris dan Lily naiki mencapai titik tertinggi, Lily tiba-tiba merasakan gelombang pusing yang berat. Pemandangan dari ketinggian mengingatkannya pada sesuatu yang telah lama terlupakan. Kenangan yang samar-samar mulai muncul dalam pikirannya, membuat kepalanya terasa berat.

Lily berusaha keras untuk fokus, tapi semakin lama semakin pusing. Dia merasa pemandangan yang indah ini menyiratkan sesuatu yang menyakitkan dari masa lalunya. Sebelum Chris sempat merespons, Lily kehilangan kesadaran dan terjatuh ke dalam kegelapan.

.
.
.

✎ᝰ.

Lily membuka matanya, mendapati dirinya sendirian di sebuah kelas yang sunyi. Ia menoleh ke sekeliling, mencoba mengingat di mana ia berada. Ruangan itu terasa akrab, namun ingatannya tentang tempat itu kabur dan samar-samar. Tiba-tiba, seorang anak laki-laki masuk ke kelas dengan langkah tergesa-gesa, napasnya terengah-engah seolah baru saja berlari. Begitu melihat Lily, wajahnya yang cemas berubah menjadi lega.

"Lily!" serunya, mencoba menenangkan napasnya yang masih tersengal. "Kamu nggak ada kegiatan setelah ini, kan? Ayo, kita ke taman hiburan yang baru buka itu!"

Lily terdiam, matanya menyipit saat mencoba memfokuskan pandangannya pada wajah anak laki-laki itu. Ada sesuatu yang familiar dari suaranya, tetapi Lily tidak bisa mengingatnya dengan pasti.

"Lily? Kenapa kamu diam saja? Kamu sakit?" tanya anak laki-laki itu, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tulus.

"Uh? Oh, nggak, aku baik-baik saja..." jawab Lily, mencoba mengusir kabut lamunan yang mengaburkan pikirannya.

"Taman hiburan, ya?" Lily ragu sejenak. "Aku nggak yakin. Kamu tahu kan kalau aku pulang telat, ayah pasti akan memarahiku."

"Ayolah, sekali ini aja. Kita bisa pergi tanpa ketahuan," bujuk anak laki-laki itu dengan penuh semangat. "Dan kalau ayahmu marah, aku yang akan bertanggung jawab."

"Kamu gila ya? Kita bisa mendapat masalah besar," Lily memperingatkan.

"Aku tahu... tapi itulah serunya! Kita harus pintar-pintar supaya nggak ketahuan," katanya dengan mata yang berbinar penuh rencana.

"Cara kita nggak ketahuan gimana?" tanya Lily, penasaran.

"Mari, aku bisikin..." Anak laki-laki itu mendekatkan mulutnya ke telinga Lily dan berbisik, menjelaskan rencana mereka dengan hati-hati.

Setelah mendengarkan, Lily mengangguk meski masih ada keraguan yang tersisa. "Aku masih ragu, tapi sepertinya menarik untuk dicoba."

"Kalau begitu, ayo! Nggak usah tunggu lama lagi!" ajaknya dengan antusiasme yang menular.

Mereka bergegas mengambil tas mereka dan dengan cepat meninggalkan kelas menuju halte bus. Di sana, mereka menunggu dengan perasaan penuh antisipasi. Beberapa menit kemudian, bus yang dinanti akhirnya tiba. Dengan langkah ringan, mereka naik ke dalamnya.

Bus itu melaju membawa mereka melintasi kota yang mulai meredup di bawah langit senja. Gedung-gedung tinggi dan lampu-lampu jalan berlalu cepat di luar jendela, sementara penumpang lain tenggelam dalam dunia mereka masing-masing. Lily dan anak laki-laki itu duduk berdampingan, berbicara pelan tentang semua wahana yang ingin mereka coba.

Tak terasa perjalanan mereka sampai di taman hiburan. Mereka turun dari bus dan disambut oleh suara musik yang meriah dan cahaya warna-warni yang menari dari taman hiburan yang baru saja buka. Gerbang masuk taman hiburan itu berdiri megah, mengundang mereka memasuki dunia penuh keajaiban.

Vignet : Kilas Waktu dalam Kata-kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang