Bab 25. Jeratan Kepalsuan

9 8 1
                                    

Nisha mengangguk setuju, lalu menoleh ke Lily. "Lo siap, Lil? Kita mungkin nggak punya banyak waktu sebelum Laura bergerak lagi."

Lily menguatkan dirinya. Jika Chris benar-benar punya rencana, dia harus mempercayainya. Tapi jika tidak, dia harus siap melakukan apapun untuk menyelamatkan persahabatan mereka. "Ayo," katanya dengan tegas. "Kita bakal pastiin kebenaran terungkap."

Mereka bertiga berpisah, masing-masing dengan misi yang berbeda, namun dengan tujuan yang sama: menghentikan Laura sebelum semuanya terlambat.

✎ᝰ.

Hari-hari berlalu, dan atmosfer di sekolah mulai berubah. Laura, dengan senyum liciknya, merasa puas melihat efek dari rencananya. Lily sekarang semakin terisolasi. Setiap kali Lily melangkah di lorong, tatapan sinis dan bisik-bisik dari teman-teman sekelasnya terasa semakin tajam, seolah mereka menuduhnya tanpa kata. Setiap gosip yang ditiupkan Laura bersama sekutunya, Liam, visha dan Kian, semakin meracuni pikiran orang-orang di sekitar Lily.

Meskipun Nisha dan Ardian masih tetap setia di sisi Lily, kehadiran mereka tidak bisa menutupi kenyataan pahit bahwa Lily sedang dijauhi oleh semua orang—bahkan Chris. Lily menyadari betul bagaimana sikap Chris berubah sejak gosip itu meledak. Setiap kali mereka berpapasan di lorong, Chris menghindari kontak mata dan berbicara dengan dingin, seakan-akan semua kenangan masa kecil mereka lenyap begitu saja. Namun, apa yang tidak diketahui oleh Lily adalah bahwa Chris hanya berpura-pura. Dia memainkan peran ini dengan sempurna, menunggu waktu yang tepat untuk mengungkap kebenaran di balik kebohongan Laura.

Laura, di sisi lain, semakin menikmati "kemenangan" yang dia ciptakan. Setiap kali melihat Lily yang duduk sendirian di pojok kelas atau berjalan menyusuri lorong dengan kepala tertunduk, dia merasa puas.

Suatu pagi, Laura berjalan melintasi koridor dengan penuh percaya diri, dihampiri oleh Liam dan Kian. Mereka menertawakan sesuatu yang baru saja mereka bicarakan, namun perhatian Laura segera tertuju ke Lily yang sedang duduk di bangku taman sekolah, bersama Nisha dan Ardian. Lily terlihat berbicara dengan mereka, tetapi senyumnya tidak lagi seceria dulu. Mata Laura menyipit, puas melihat pengaruhnya mulai meresap lebih dalam.

"Keliatannya mereka nggak bakal lama bertahan," kata Visha sambil menyeringai. "Ardian dan Nisha mungkin setia, tapi mereka nggak bisa bertahan kalau semuanya mulai ikut ninggalin Lily."

Laura mengangguk. "Nggak perlu buru-buru. Semuanya udah berjalan sesuai rencana." Dia memandang Chris yang berdiri di ujung koridor, sedang berbicara dengan beberapa temannya. "Dan Chris? Dia udah mulai menjauh dari Lily juga. Sempurna."

Liam menatap Chris, lalu kembali ke arah Laura. "Lo yakin dia nggak bakal balik ke Lily?"

Laura tersenyum sinis. "Chris terlalu marah untuk itu. Dia nggak bakal percaya sama siapa pun sekarang. Ini cuma soal waktu sebelum persahabatan mereka bener-bener hancur."

Sementara itu, di taman, Lily mencoba menenangkan hatinya yang semakin terpuruk. Meskipun Nisha dan Ardian tetap berada di sisinya, rasa sepi dan pengkhianatan dari teman-teman yang lain terasa semakin nyata. Dia merindukan hari-hari ketika semuanya normal, ketika Chris dan Ravindra masih bersamanya, melindungi dan memahami tanpa harus banyak bicara. Tapi sekarang, jarak antara mereka semakin lebar, dan Lily mulai meragukan apakah semuanya bisa kembali seperti semula.

Nisha, yang duduk di sebelah Lily, menatap sahabatnya dengan prihatin. "Gue nggak ngerti kenapa orang-orang masih percaya sama Laura. Dia bener-bener jahat, Lil. Ini nggak adil."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Vignet : Kilas Waktu dalam Kata-kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang