Bab 9. Proyek Sabun Alami

151 109 156
                                    

Setelah mendapat izin dari dokter untuk pulang, Lily dan teman-temannya akhirnya memutuskan untuk mengantar Lily pulang. Mereka memastikan bahwa Lily baik-baik saja dan tidak ada gejala lain yang muncul. Chris, Nisha, Ardian, dan Ravindra tetap berada di sisinya, membantu mengemas barang-barang dan berbicara dengan dokter untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kondisi Lily.

Ketika mereka tiba di rumah Lily, ibunya menyambut dengan kekhawatiran yang bercampur lega. Setelah memastikan bahwa Lily merasa nyaman di kamarnya, teman-temannya pun pamit dengan janji akan kembali untuk menjenguknya besok.

.
.
.
.

✎ᝰ.

Dua hari kemudian, saat di sekolah, Lily merasa sudah lebih baik. Ia berjalan ke kelas dengan hati-hati, masih merasa sedikit lemah tapi senang bisa kembali ke rutinitas. Begitu masuk ke kelas, teman-temannya segera menghampirinya, menyambutnya dengan senyuman.

Ketika jam istirahat tiba, Lily duduk di bangku taman sekolah dengan buku sketsa di pangkuannya. Matahari siang memancarkan sinarnya yang hangat, membuat suasana taman sekolah terasa nyaman. Ia tengah asyik menggambar bentuk boneka rubah yang terus menghantui pikirannya sejak mimpi aneh itu. Setiap detail bulu dan ekspresi boneka itu ia coba gambarkan seakurat mungkin, seolah-olah ia berusaha menghidupkan kembali sosok yang ada dalam mimpinya.

Di sebelahnya, ponsel Lily terbuka, menampilkan foto boneka rubah lamanya yang ia ambil beberapa hari lalu. Ia membandingkan gambar di ponselnya dengan sketsa yang sedang ia buat, memastikan setiap garis dan bayangan terlihat mirip dengan boneka yang ada di mimpinya. Setiap kali ia menggambar, kenangan dari mimpi itu semakin jelas, meskipun wajah anak laki-laki yang muncul di mimpi tersebut tetap kabur dan sulit ia ingat.

Lily menggambar sosok anak laki-laki itu dengan garis-garis halus, tapi tanpa menambahkan detail pada wajahnya. Ia merasa frustrasi karena tak bisa mengingat bagaimana rupa anak itu, hanya bayangan samar-samar yang membuatnya semakin penasaran. Sambil terus menggambar, Lily bertanya-tanya pada dirinya sendiri, "Lu sebenarnya siapa?"

Ia mencoba mengingat kembali detail dari mimpinya-senyum anak laki-laki itu, cara ia menawarkan boneka rubah, dan perasaan hangat yang ia rasakan saat itu. Tapi, semakin keras ia mencoba mengingat, semakin kabur wajah anak itu dalam pikirannya.

Lily menghela napas panjang, meletakkan pensilnya sejenak dan menatap gambar yang hampir selesai. Di dalam gambar itu, anak laki-laki tersebut sedang tersenyum, menawarkan boneka rubah yang sangat mirip dengan boneka miliknya. Meskipun begitu, ketidakjelasan wajah anak itu membuat gambar tersebut terasa tidak lengkap.

"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa gua nggak ingat sama sekali?" gumam Lily pelan, menatap gambar itu dengan penuh kebingungan.

Ia mengangkat sedikit buku sketsanya, membandingkan gambar boneka rubah yang ia buat dengan foto di ponselnya. "Mereka benar-benar mirip... Mata, hidung, bahkan bentuk tubuhnya sangat mirip dengan yang di mimpi."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Vignet : Kilas Waktu dalam Kata-kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang