Bab 12. Kebersamaan bersama

144 101 241
                                    

Saat bel tanda masuk kembali berbunyi, mereka beranjak dari tempat duduk sambil membawa nampan kosong. Lily menatap teman-temannya dengan senyum hangat. "Oke, sampai nanti sore ya. Siap-siap kerja keras tapi tetap fun."

Nisha mengaitkan lengannya ke Lily. "Pasti dong. Dengan tim keren kayak kita, tugas apapun pasti kelar dengan baik."

Mereka berlima berjalan bersama menuju kelas masing-masing, siap menghadapi sisa hari dengan semangat dan kebersamaan yang kuat. Tantangan tugas baru dari Pak Rian kini terasa lebih ringan dengan rencana yang telah mereka susun bersama.

.
.
.
.

✎ᝰ.

Saat jam sekolah berakhir, langit sore mulai dihiasi warna oranye keemasan, memancarkan cahaya lembut yang membuat segala sesuatu terlihat lebih hangat. Siswa-siswa berbondong-bondong keluar dari gerbang sekolah, membawa semangat yang masih tersisa setelah seharian belajar. Di antara mereka, Lily, Chris, dan Ravindra sudah menunggu dengan sabar di depan gerbang sekolah, sementara Ardian dan Nisha masih dalam perjalanan.

Angin sore berhembus sepoi-sepoi, membuat Lily merasa sedikit canggung dengan rok seragamnya yang mulai terasa dingin. Dia merapatkan kakinya, berusaha menjaga agar angin tidak terlalu banyak menyentuh kulitnya. Melirik ke arah Chris yang sedang sibuk mengunci helm di motornya, dia berpikir betapa enaknya jika dia memiliki sesuatu untuk menutupi pahanya dari dinginnya angin sore.

Chris, yang selama ini selalu perhatian, segera menangkap kegelisahan kecil Lily. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia dengan lembut membuka ritsleting jaketnya dan, dengan gerakan penuh perhatian, menaruhnya di pangkuan Lily untuk menutupi pahanya. Gerakan itu sederhana namun penuh makna.

Lily menatap Chris dengan sedikit terkejut, namun seketika itu juga wajahnya memancarkan senyum manis yang tulus. "Makasih, Chris. Lu selalu perhatian banget," ucapnya dengan nada lembut, merasakan kehangatan yang menjalar bukan hanya dari jaket, tetapi juga dari perhatian Chris yang begitu tulus.

Chris balas tersenyum kecil, sedikit tersipu malu. "Nggak masalah. Biar lu nggak kedinginan," katanya dengan nada yang lebih rendah, seakan ingin menyembunyikan rasa malunya.

Lily menggenggam jaket itu erat-erat di pangkuannya, merasakan kelembutan bahan jaket yang hangat di kulitnya. Di dalam hatinya, ada perasaan yang tak bisa ia jelaskan-sebuah debaran halus yang membuatnya menyadari bahwa mungkin ada sesuatu yang lebih di antara mereka berdua. Sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan.

Tak lama kemudian, suara klakson mobil Ardian terdengar lembut, memecah momen tenang itu. Ardian menurunkan jendela mobilnya dan melambai kepada teman-temannya. "Ayo, kita berangkat! Jangan sampai sore-sore gini malah ngaret," katanya dengan senyum cerah.

Lily mencoba mengembalikan jaket Chris dengan lembut, tapi Chris menggelengkan kepala, menolak dengan senyum tipis. "Pakai aja dulu, sampai kita sampai di kafe. Nanti baru gua ambil lagi."

Lily mengangguk, merasa senang dengan perhatian kecil itu. "Oke, kalau gitu gua pinjem ya."

"Pinjem sepuasnya," jawab Chris sambil tersenyum lebar, menunjukkan sisi humorisnya yang ringan.

Ravindra, yang sudah mengenakan helmnya, berseloroh dengan nada ceria, "Siapa duluan nyampe ya?"

Ardian tertawa kecil dan menambahkan, "Eh, jangan kebut-kebutan! Liat-liat jalan."

Chris ikut tertawa dan menenangkan teman-temannya. "Tenang aja, bro. Yang penting sampai dengan selamat."

Mereka semua tertawa, merasakan semangat yang menggebu sebelum memulai perjalanan. Dengan semangat yang tinggi, mereka pun mulai berangkat menuju kafe cozy. Jalan menuju kafe tidak terlalu ramai, sehingga perjalanan terasa menyenangkan dan santai. Ardian dan Nisha memimpin dengan mobil mereka, sementara Ravindra, Chris, dan Lily mengikuti di belakang dengan motor.

Vignet : Kilas Waktu dalam Kata-kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang