Bab 23. Duri Di balik Senyuman

8 9 1
                                    

Lily menatap temannya dengan penuh rasa syukur. "Gue butuh lo lebih dari apapun sekarang, Nis. Kita nggak bisa kalah."

Dengan tekad yang semakin menguat, Lily dan Nisha memutuskan untuk tidak menyerah. Meskipun Laura tampaknya unggul dalam permainan ini, mereka tidak akan membiarkannya menang begitu saja. Mereka akan melawan, apa pun yang terjadi.

✎ᝰ.

Hari-hari berlalu, dan hubungan antara Chris dan Ravindra semakin memburuk. Meskipun Nisha, Ardian, dan Lily berusaha keras untuk menjaga pertemanan mereka tetap utuh, ketegangan di antara Chris dan Ravindra terasa semakin jelas. Setiap kali mereka berkumpul, suasana yang dulunya hangat kini dipenuhi dengan kebisuan yang menyesakkan, atau yang lebih buruk—adu mulut yang semakin sering terjadi.

Pada suatu sore ketika mereka berkumpul di taman sekolah, suasana menjadi panas. Awalnya, hanya candaan biasa yang dilemparkan Ardian, tapi tiba-tiba Chris dan Ravindra mulai menyindir satu sama lain dengan kata-kata tajam.

"Gue heran, Vin," kata Chris dengan nada dingin, sambil melirik tajam ke arah Ravindra, "kenapa lo selalu ngebelain orang yang salah? Apa lo emang nggak bisa lihat siapa teman lo sebenarnya?"

Ravindra menegakkan tubuhnya, wajahnya berubah marah. "Lo ngomong apa, Chris? Lo emang selalu sok tahu, ya? Gue cuma ngambil keputusan yang bener buat diri gue sendiri."

Nisha dan Lily saling berpandangan, tahu persis ke mana arah pembicaraan ini. Mereka tahu pertengkaran ini hanya akan semakin buruk.

"Apa lo yakin itu keputusan bener?" serang Chris lagi. "Atau lo cuma lagi dibutakan sama orang-orang yang nggak peduli sama lo?"

Ravindra mendekat, suaranya bergetar karena emosi yang tertahan. "Lo kira lo tau segalanya, Chris. Tapi lo nggak tau apa-apa soal apa yang gue rasain. Lo nggak paham!"

Tiba-tiba, Chris bangkit berdiri, wajahnya memerah oleh amarah. "Gue nggak paham? Yang gue nggak paham adalah gimana lo bisa berpihak sama orang-orang kayak Laura! Lo pikir mereka peduli sama lo? Mereka cuma mau manfaatin lo, Vin!"

Ravindra tak mau kalah. "Gue nggak peduli sama omongan lo, Chris. Lo yang terlalu sok mengatur hidup orang lain!"

Situasi semakin memanas, dan sebelum ada yang bisa menghentikan mereka, Ravindra dan Chris saling dorong. Dalam sekejap, pertengkaran berubah menjadi fisik—pukulan terlempar, membuat Lily dan Nisha berteriak panik. Ardian segera turun tangan, mencoba melerai mereka, tapi emosi kedua sahabat yang kini berubah menjadi musuh itu sudah tak terkendali.

"Chris, Ravindra! Berhenti!" teriak Lily, tapi mereka berdua tidak mendengarnya.

Akhirnya, dengan bantuan Ardian dan beberapa teman yang kebetulan lewat, mereka berhasil memisahkan Chris dan Ravindra. Kedua pemuda itu terengah-engah, dengan luka kecil di wajah masing-masing. Namun, luka fisik itu tidak sebanding dengan keretakan yang semakin melebar di antara mereka.

Setelah pertengkaran itu, Ravindra mulai menjauh dari Chris dan teman-temannya. Dia merasa dikhianati, tidak dipahami, dan akhirnya mencari pelarian di tempat yang salah—bergabung dengan Laura dan gengnya. Pada awalnya, Ravindra hanya berpikir bahwa Laura dan teman-temannya akan memberikan ruang untuknya melampiaskan rasa frustrasinya, tapi perlahan-lahan dia mulai menyadari ada agenda lain di balik kebaikan Laura.

Laura, dengan senyuman manipulatifnya, mulai mendekati Ravindra lebih sering. Dia tahu bahwa inilah waktunya untuk memanfaatkan Ravindra demi rencananya yang lebih besar—menghancurkan Lily.

Vignet : Kilas Waktu dalam Kata-kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang