Bab 7. Bianglala

148 116 209
                                    

Akhirnya, wahana tilt-a-whirl itu melambat, dan berhenti setelah beberapa putaran lagi. Chris menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, sementara Lily masih tertawa kecil melihat wajahnya.

.
.
.
.

✎ᝰ.

Setelah wahana Tilt-a-Whirl melambat dan akhirnya berhenti, kelima sahabat itu turun dengan kondisi yang berbeda-beda. Chris yang paling pucat segera mencari bangku untuk duduk, sementara Lily tertawa kecil melihatnya. Nisha, Ardian, dan Ravindra juga tampak agak pusing, tetapi tidak seburuk Chris.

"Nih, minum dulu," kata Lily sambil menawarkan sebotol air kepada Chris, duduk di sampingnya. Nisha dan Ardian juga ikut duduk di bangku yang sama, sementara Ravindra bersandar di tiang terdekat.

"Gua nggak apa-apa kok," Chris mencoba menolak, tapi suaranya terdengar lemah.

"Udah, jangan gengsi," ucap Ardian sambil menepuk bahu Chris dengan senyum simpati.

"Lu beneran nggak apa-apa, Chris?" tanya Nisha dengan nada khawatir. "Muka lu pucet banget, lho."

Chris tersenyum tipis, "Gua beneran baik-baik aja. Mungkin gua cuman belum terbiasa lagi naik wahana kayak gini."

Ravindra, yang sudah mulai pulih, menimpali dengan nada bercanda, "Wah, kalau lu udah nggak kuat naik wahana gini, bisa-bisa nanti lu juga nyerah di Roller Coaster."

Lily yang mendengar itu langsung menyambung, "Eh, gimana kalo kita langsung naik Roller Coaster aja? Biar sekalian ngecek seberapa kuat Chris hari ini."

Nisha tertawa kecil, "Lu serius, Lil? Kita baru aja kelar di Tilt-a-Whirl. Gimana kalau kita istirahat sebentar dulu?"

Ardian mengangguk setuju, "Iya nih, gua juga masih agak pusing. Kasih jeda dulu lah, baru kita lanjut."

Chris yang merasa tertantang langsung berkata, "Gua nggak masalah. Ayo aja kalau mau langsung naik Roller Coaster. Gua siap!"

Lily tertawa pelan melihat upaya Chris untuk terlihat tegar. "Beneran nih? Jangan sampe lu minta turun di tengah jalan ya."

Ravindra melirik ke arah antrean Roller Coaster yang cukup panjang, "Gimana kalau kita lihat-lihat dulu yang lain sambil nungguin antrean Roller Coaster agak sepi? Siapa tau ada yang mau beli camilan dulu."

Nisha mengangguk setuju, "Ide bagus. Kita jalan-jalan dulu aja, baru nanti naik wahana lagi."

Akhirnya, mereka berlima setuju untuk berjalan-jalan sejenak, menikmati suasana taman hiburan sambil memulihkan diri sebelum melanjutkan petualangan mereka di wahana yang lebih menantang.

Setelah melihat antrean rollercoaster mulai sedikit, mereka memutuskan untuk pergi ke sana. Namun, sampai di depan wahana yang paling ditakuti Chris—rollercoaster—dia merasa ragu. Antrian di wahana ini tidak terlalu panjang, dan beberapa pengunjung bahkan memilih untuk mundur setelah melihat ketinggian dan kecepatannya.

Chris, dengan mata yang tak lepas dari rollercoaster yang sedang beroperasi, mulai merasa gelisah. Suara teriakan dari para pengunjung yang sedang menaiki rollercoaster membuat bulu kuduknya berdiri.

"Lily..." panggil Chris dengan suara yang sedikit gemetar.

"Ya?" jawab Lily, masih asyik memperhatikan rollercoaster yang sedang melesat di atas rel.

"Gimana kalau kita ke wahana lain aja? Kan masih ada bianglala yang belum kita naikin," usul Chris, mencoba membujuk Lily untuk menghindari rollercoaster.

Vignet : Kilas Waktu dalam Kata-kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang