Lily akhirnya mengangguk pelan, merasa lelah dan hancur. Bersama Nisha, dia berjalan menembus kerumunan, sementara bisikan dan tatapan dingin terus mengikuti mereka. Di belakang, Laura dan kelompoknya hanya tertawa pelan, merasa telah memenangkan pertempuran.
Tapi di hati Lily, meskipun hancur, sebuah tekad mulai tumbuh. Dia mungkin telah jatuh, tapi dia tidak akan membiarkan Laura menghancurkannya sepenuhnya. Ada pertempuran yang lebih besar di depan, dan Lily tahu, dia tidak akan menyerah begitu saja.
✎ᝰ.
Lily dan Nisha berdiri membeku saat Chris menatap mereka dengan tajam. Dada Lily terasa sesak, sementara tatapan Chris, yang penuh kemarahan, seolah menghancurkan semua keberanian yang ia kumpulkan untuk berbicara dengannya.
“Lo masih ngotot ngebela Ravindra?” suara Chris rendah, nyaris bergetar dengan emosi yang sulit ditahan. Tatapan dinginnya menusuk, seperti menantang Lily untuk menjawab sesuatu yang dia tidak siap untuk dengar.
Lily mencoba menahan getaran di suaranya. “Chris, lo salah paham—”
“Gue salah paham?” potong Chris tajam, suaranya meninggi, membuat Ardian yang berada di belakangnya menegakkan tubuhnya waspada. “Gue udah ngeliat semuanya, Lil! Lo pikir gue nggak ngerti apa yang terjadi? Lo pikir gue bodoh? Semua orang ngomong hal yang sama, dan sekarang lo mau bilang ke gue kalau semuanya cuma salah paham?”
Nisha membuka mulutnya untuk membela Lily, tapi satu tatapan dingin dari Chris membuatnya terdiam di tempat. Lily menelan ludah, merasa lidahnya kelu di hadapan kemarahan Chris.
“Gue nggak percaya lo, Lil,” lanjut Chris, nadanya tajam seperti pecahan kaca. “Selama ini gue kira lo beda. Gue kira lo orang yang bisa gue percaya… tapi ternyata lo sama aja.”
Perkataan itu menghantam Lily lebih keras daripada yang dia perkirakan. Dia merasakan dadanya sesak, seolah setiap kata yang diucapkan Chris menyayat hatinya. “Chris, gue nggak—”
“Udah, Lil,” potong Chris lagi, kali ini dengan suara lebih pelan namun tetap beracun. “Gue nggak butuh dengerin alasan lo. Gue udah cukup denger dari orang-orang yang lebih gue percaya sekarang.”
Tatapan Chris beralih sejenak ke Ardian, yang berdiri di sampingnya dengan wajah serius. Ardian tetap diam, meskipun matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang hanya bisa dimengerti oleh Chris. Lily melihat pertukaran pandangan itu, dan hatinya semakin hancur.
“Chris, gue nggak pernah bohong sama lo…” Lily berusaha bicara lagi, meskipun suaranya terdengar lemah. “Lo tau gue nggak bakal ngelakuin itu ke Ravindra, ataupun ke lo…ini ulah Laura Chris..”
Lily menatap Chris yang berdiri dengan kedua tangan terkepal, amarah terlihat jelas di wajahnya. Hawa dingin menguar dari caranya menatap, membuat Lily tersentak. Rasanya seperti menghadapi dinding yang tidak bisa ditembus. Namun, ia tahu tidak bisa menyerah sekarang. Dia harus menjelaskan, harus membuat Chris mengerti. Tapi, sebelum dia bisa membuka mulutnya, Chris sudah memotong.
"Lo serius, Lil?" kata Chris dengan suara rendah, nyaris berbisik, tapi dengan nada yang mengancam. "Lo bener-bener mikir bisa ngomong gitu setelah semua yang terjadi?"
Lily terdiam, merasakan dadanya sesak. Tatapan Chris seperti belati, menusuknya tanpa ampun. Di sebelahnya, Nisha tampak ingin berbicara, tapi Lily mengangkat tangan, memberi isyarat agar Nisha tidak ikut campur. Ini antara dia dan Chris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vignet : Kilas Waktu dalam Kata-kata
Fiksi Remaja⚠️typo bertebaran, akan hilang nanti jika di revisi⚠️ Status :on going Sinopsis : Lily Allen Veronica kehilangan sebagian besar ingatannya setelah kecelakaan tragis saat berusia tujuh tahun. Peristiwa itu tidak hanya meninggalkan kekosongan dalam in...