Nisha, yang berada di samping Lily, mengangguk singkat. "Iya, gak ada apa-apa," tambahnya, mencoba tersenyum tipis. Tanpa menunggu respons lebih lanjut, Nisha menggandeng tangan Lily lagi, membawanya pergi melewati Chris, Ardian, dan Ravindra begitu saja. Keduanya berjalan cepat menyusuri koridor, seolah ingin segera menjauh dari situasi tersebut.
Chris, Ardian, dan Ravindra tetap berdiri di tempatnya, saling melemparkan tatapan penuh tanya. Chris mengerutkan kening, jelas terlihat khawatir, sementara Ardian menyilangkan tangannya di dada, tatapannya tajam, seolah mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Ravindra, yang biasanya lebih santai, kali ini tidak melemparkan candaan seperti biasa. Dia hanya melirik kedua temannya, bertanya-tanya dalam diam apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan Lily dan Nisha.
"Kayaknya ada yang nggak beres," gumam Chris akhirnya, suaranya terdengar rendah, penuh kegelisahan.
Ardian hanya mengangguk pelan, sementara Ravindra menghela napas, pandangannya masih tertuju pada punggung Lily dan Nisha yang semakin menjauh. "Kita harus cari tahu apa yang terjadi," ujarnya singkat, tapi tegas.
✎ᝰ.
Pagi ini terasa begitu menyesakkan bagi Lily. Setelah insiden di kantin kemarin, setiap langkahnya menuju kelas seperti menjadi perjalanan panjang yang dipenuhi kecemasan. Tatapan murid-murid di koridor menyayat hatinya. Bisik-bisik di sekitarnya terdengar semakin nyaring, beberapa murid mencuri pandang dengan senyum sinis, sementara yang lain menunduk seolah ikut prihatin namun terlalu takut untuk mendekat.Seorang murid tiba-tiba mendekat, menyenggol bahunya sambil tertawa mengejek. "Gimana rasanya jadi selebriti sekolah, Lil?" ledeknya sebelum berlalu, tawanya terbahak bersama teman-temannya.
Lily hanya diam, menundukkan kepala dalam upaya mengabaikan ejekan tersebut, meski hatinya terasa hancur. Tatapan murid-murid lainnya seperti jarum yang menancap di kulitnya, membuat setiap langkah semakin berat. Rambutnya yang kemarin basah karena tumpahan teh tampak lepek. Sebuah foto dari insiden itu kini tersebar di seluruh sekolah—foto yang diambil Laura dengan kejamnya, menunjukkan Lily dalam keadaan basah kuyup dengan ekspresi malu di wajahnya.
Setibanya di kelas, Lily merasa sedikit lega karena teman-teman sekelasnya tidak langsung menghakimi. Namun, ia tahu itu hanya sementara. Nisha, yang sudah menunggunya di sana, segera menghampiri begitu melihat wajah letih Lily. Tatapan penuh kekhawatiran terpancar dari matanya. Dia tahu sahabatnya sudah melihat foto itu.
“Lo udah liat, kan?” Nisha bertanya lembut, suaranya penuh amarah yang terpendam.
Lily hanya mengangguk pelan, tak mampu mengeluarkan kata-kata. Perasaan malu, marah, dan kecewa bercampur aduk dalam dirinya. "Kenapa mereka harus nyebarin kayak gitu?" bisiknya nyaris tak terdengar, matanya mulai basah.
Nisha menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Laura emang cari masalah, Lil. Dia mau liat lo jatuh... Tapi ingat, lo nggak sendiri. Gue di sini, dan kita bakal hadapin ini bareng-bareng,” katanya tegas meski hatinya ikut terluka melihat sahabatnya tersakiti seperti ini.
Lily mencoba tersenyum, meski matanya masih dipenuhi kesedihan. "Thanks, Nis. Tapi rasanya semua orang cuma liat gue dari foto itu sekarang."
Nisha menggenggam tangan Lily erat. “Kita gak bakal biarin mereka menang. Mereka cuma berani main kotor. Lo lebih kuat dari ini.”
Tiba-tiba, suara langkah-langkah terdengar dari arah pintu kelas. Chris, Ardian, dan Ravindra muncul di ambang pintu, tatapan mereka segera tertuju pada Lily dan Nisha. Chris, yang terlihat paling khawatir, memperhatikan setiap perubahan ekspresi di wajah Lily dengan cermat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vignet : Kilas Waktu dalam Kata-kata
Teen Fiction⚠️typo bertebaran, akan hilang nanti jika di revisi⚠️ Status :on going Sinopsis : Lily Allen Veronica kehilangan sebagian besar ingatannya setelah kecelakaan tragis saat berusia tujuh tahun. Peristiwa itu tidak hanya meninggalkan kekosongan dalam in...