-----Selamat membaca.
-----
Heksa terbangun saat merasakan usapan lembut pada kepalanya. Ia mengerjapkan mata, menyesuaikan cahaya yang masuk pada rentina matanya.
Setelah jelas, dilihatnya sang ayah yang tersenyum lembut.
“Bangun! Kita kan mau lari pagi.”
“Iya, Ayah tunggu Adek di bawah aja, Adek ganti baju dulu.”
Setelah kepergian sang ayah, Heksa terbangun dari berbaringnya. Ia tadi sudah bangun untuk sholat Subuh, lalu memutuskan untuk kembali terlelap saat melihat pada arah luar yang memang jendelanya terbuka, diluar terlihat nampak gelap. Netranya melirik jam digital di sampingnya.
05 : 40 WIB
Siap dengan baju olahraga dan celana traning-nya. Heksa menuruni tangga menuju teras luar menemui ayahnya.
“Lho Abang juga mau lari pagi. Bukannya mau nganterin tugas ya ke kampus?” tanya Heksa saat melihat Marka yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.
“Gue ke kampus nanti agak siangan.”
“Sudah, ngobrolnya sambil jalan saja. Yuk mulai lari paginya!”
Setelah mengunci pintu pagar, mereka mulai berlari-lari kecil.
Mereka berpapasan dengan Jiko dan Jidan yang sedang berlari pagi juga.
“Pagi Jidan, Jiko,” sapa Joni tersenyum.
Jidan dan Jiko yang sedang mengobrol berhenti, mereka serempak membalas, “Pagi juga Om.”
“Pagi Bang Marka.” Marka membalas dengan anggukan kepala.
“Lagi lari pagi kan? Bareng saja yuk biar rame.”
“Oke Om.”
“Kalian gak nyapa gue gitu?” tanya Heksa.
“Gak perlu,” celetuk Marka disertai dengusan.
“Anda siapa ya?” tanya Jiko main-main.
Heksa menanggapi pertanyaan Jiko dengan kedua telapak tangan di dagu, matanya berkedip-kedip dengan cepat. “Saya adalah manusia tertampan di dunia,” jawabnya.
Jidan yang mendengar berpura-pura muntah, Marka berdecih, Jiko berdecak malas, sedangkan Joni tertawa pelan. Percaya diri sekali Heksa ini.
“Kok respon kalian, kecuali Ayah bikin kesel ya.”
“Gaya Abang tadi kayak cabe-cabean pinggir jalan Bang,” sahut Jidan.
Pecahlah sudah tawa Joni, Marka dan Jiko.
Wajah Heksa langsung berubah menjadi datar.
“Sialan lo,” gumam Heksa.
Heksa berlari kencang meninggalkan ke empatnya.
“Lho Dek, kok Ayah ditinggalin,” teriak Joni saat Heksa berlari kencang.
“Udah Yah, biarin aja. Palingan nanti dia nunggu di taman komplek.”
Kembali pada Heksa, ia misuh-misuh di sela-sela berlarinya.
“Pagi-pagi bikin kesel aja.”
“Kok gue bisa kesel ya, padahal gitu doang.”
“Taulah, capek.”
Saat sampai di taman komplek, Heksa memberhentikan larinya. Ia melihat kearah taman, terlihat banyak orang-orang di kompleknya yang juga sedang berlari pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heksa Story ✓
Fiksi Penggemar[END] Menceritakan daily life Heksa dengan Ayah dan Abangnya. Dan Heksa dengan para sahabatnya. Juga Heksa dengan tingkah randomnya. Yang penasaran, boleh langsung mampir! Kalau suka jangan lupa masukkan ke library kalian. ---------- Warning!! • Lee...