"Pagi, Nyonya."
"Pagi ... Bibi Veda."
Baru berjalan ke ruang makan, Soojae sudah dihadiahi senyum hangat bibi Veda, aroma lezat dari roti yang baru selesai dipanggang dan lirikan mata Hwan Dante yang tajam. Ketika menatap ke arah pria itu, Soojae menunduk dan dengan malu-malu berkata, "Pagi, Tuan."
Dante hanya berdehem sebelum kembali melirik Soojae dari balik koran paginya dan berkata, "Duduklah."
Soojae duduk di seberang Dante, kedua tangannya saling terlipat rapih di atas meja. Meskipun sudah dinasihati ibunya berulang kali--bahwa Soojae harus bersikap tenang di mana pun dia berada--gadis itu tetap tidak bisa menghentikan gerakan tidak sabar dengan kakinya. Ketika di rumah dan matahari mulai menyongsong naik. Soojae akan duduk di kursi dengan semangat, berceloteh dan bersikap tidak tenang sebelum olahan kentang buatan ibunya disajikan.
Sekarang, Soojae berusaha keras agar tidak membuat kekacauan. Dia duduk dengan tegak, matanya terpaku pada bibi Veda yang mondar-mandir di dapur, tetapi tidak bisa menghentikan kaki-kakinya untuk berhenti mengetuk-ngetuk lantai.
"Bagaimana tidurmu?" Bibi Veda meletakkan segelas susu hangat untuk Soojae dan secangkir kopi untuk Dante.
"Aku bermimpi aneh," kata Soojae polos, lupa kalau di seberangnya ada Dante tengah memperhatikan.
"Mimpi soal apa?"
"Ada seseorang masuk ke kamarku, dia bilang padaku ... katanya kehadiranku akan membuat semuanya jadi kacau."
"Oh, ya?" Soojae mengangguk, tidak menyadari kalau Dante mendengarkannya dengan cermat.
"Iya! Aku kemudian mimpi tidur di atas awan cokelat. Aku bisa terbang, kau tahu?"
"Oh! Itu pasti sangat menyenangkan." Soojae tersenyum lebar.
"Tentu saja! Aku terbang kesana-kemari, rasanya benar-benar menyenangkan! Aku sampai ...."
"Bisakah kau bicara lebih tenang?" tegur Dante tegaa. Soojae baru menyadari bahwa sejak tadi ia berceloteh terus dan suaranya terlalu nyaring, suasana pagi yang tenang tidak bisa menampung semangat Soojae yang menggebu-gebu.
"Maafkan aku, Tuan. Aku terlalu senang bercerita."
"Lakukan nanti saja, aku ingin sarapan dengan tenang sebelum pergi bekerja."
"Aku ... aku tidak akan mengulanginya lagi."
Pagi ini Soojae mandi busa, rambutnya yang hitam dikeramas. Setelah bibi Veda membantunya mengeringkan rambut, Soojae memakai rok dan blus bunga-bunganya yang dipilihkan asisten ramah itu. Karena rumah milik Dante sangat besar. Ada 2 asisten lain yang memiliki tugasnya masing-masing, tetapi tak tinggal di sana sebab punya anak dan istri di rumah. Soojae sudah mengenal mereka ketika diizinkan berkunjung sebelum hari pemberkatan tiba.
"Kau suka pancake atau roti, Sayang?"
"Itu tidak pernah makan pancake." Soojae memainkan garpunya dengan lugu.
"Oh, ya? Kalau begitu ini waktu yang tepat untuk mencobanya. Benar begitu, Tuan?"
Dante hanya berdehem. Soojae melirik suaminya yang sibuk terpaku pada surat kabar. Gadis itu kembali teringat dengan ucapan Dante semalam.
Kalau aku tidak nakal, Tuan Dante tidak akan memarahiku.
Jadi Soojae berjanji untuk bersikap baik.
"Aku yakin kau akan menyukainya."
Bibi Veda menyerahkan piring berisi pancake dengan sirup maple dan potongan buah segar di atasnya. Mata Soojae berbinar, senyumnya malu-malu.
"Boleh aku makan sekarang?"
"Ya, tentu saja."
Sementara memperhatikan Soojae memotong pancakenya, bibi Veda meletakkan piring berisi roti kering dan biskuit di hadapan Dante. Kemudian menyenggol lengan tuannya, yang sudah seperti putranya sendiri.
"Dia manis sekali, 'kan?"
"Apa?" Bibi Veda melirik Soojae dengan tatapan sayang.
"Istrimu, dia manis sekali."
"Oh ...." Dante melihat Soojae mengunyah sarapannya dengan semangat, tidak satu pun ekspresi tergambar di wajah pria itu.
Dante justru berkata, "Hari ini aku akan mampir ke rumah sakit untuk menjenguk Gavin."
"Sudah lama sekali rumah ini tidak disentuh oleh keceriaan wanita muda."
Dante melipat surat kabarnya dan meraih cangkir kopi.
"Sebaiknya kau kembali saja dengan pekerjaanmu."
Setelah menyadari kekesalan Dante, bibi Veda menyeringai, lalu tanpa mengatakan apa pun pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sekarang, hanya Dante dan Soojae di sana, sibuk dengan diri masing-masing dan hanya suara denting dari alat makan yang menemani sebelum Dante beranjak berdiri dari kursinya.
"Aku sudah selesai."
Soojae mendongak, tangannya meraba-raba tissue untuk mengusap bibirnya yang berlepot sirup maple. Alih-alih melihat seorang wanita dewasa yang sedang sarapan bersamanya, Dante justru menemukan anak umur 7 tahun yang terjebak di dalam tubuh gadis berumur 19 tahun.
Dante merasa sangat tua, apalagi setelah menyadari betapa jauh perbedaan umur di antara mereka.
Gadis itu berumur satu tahun lebih muda dari Gavin, dan Soojae lebih cocok menjadi anaknya dibanding menjadi pasangan hidupnya. Toh, ia tidak akan melakukan apa pun pada gadis itu. Mengapa ia harus memikirkannya?
"Jangan mengacau."
"Boleh aku pergi berkeliling?"
"Hm ...."
"Terima kasih, Tuan."
Dante meraih jas kerjanya yang disangkutkan pada cantelan di dekat situ. Kemudian, dengan wajah kaku dan tanpa mengatakan apa pun lagi, Dante pergi dari sana. []
HaderKim/031122
Setelah ini libur updte dulu ya, kita lanjut ke Devil 😃🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
My Flower Girl
FanfictionKang Soojae terjebak rayuan manis Hwan Gang Vin. Ketika dikabarkan kalau Soojae hamil dan keluarga gadis itu meminta pertanggungjawaban, Gavin justru mengalami kecelakaan. Karena tak ingin nama keluarganya tercemar. Hwan Dante bersedia untuk bertang...