08 : Lelap

1.3K 333 238
                                    


Dante melipat laptop setelah dengan teliti memeriksa pembukuan yang dilakukan pekerja barunya. Meskipun masih terbilang hijau, Cassian bekerja dengan baik dan membuat Dante merasa puas. Sudah empat jam lamanya Dante mengurung diri di ruang kerja setelah kembali dari lahan pertanian sore tadi. Meskipun sudah melepas status duda yang melekat selama 5 tahun terakhir, Dante tidak merasakan perubahan suasana apa pun. Gadis itu menepati janji rupanya. Jadi, tidak ada masalah kan? Ya, sepertinya Dante terlalu cemas wilayahnya diganggu orang lain. Soojae jelas bukan ancaman besar, tetapi Dante begitu berlebihan saat memperingatkan Soojae kemarin lalu. Ya ampun! Mengingat kalau istrinya tengah mengandung anak Gavin, Dante merasa risih.

Hubungan macam apa ini? Benar-benar menggelikan. Meskipun begitu, semua orang rupanya lupa kalau Soojae tengah hamil, dan mungkin hanya Dante satu-satunya yang menyadari kalau Soojae lebih pantas menjadi anaknya.

"Begitu anaknya lahir, akan kusingkirkan dia," kata Dante.

Andaikan saja malam itu Dante menyeret Jaesuk ke suatu tempat yang jauh, ibunya tidak akan pernah tahu rencana keji itu, tidak akan pernah Dante mengambil keputusan untuk menikahi bocah ingusan itu, yang ... ya Tuhan! Meskipun memiliki tubuh seperti wanita dewasa, tetapi tidak cukup dewasa dalam berpikir. 

Setelah meregangkan tubuhnya yang kaku, Dante meraih cangkir bekas kopi dan meninggalkan laptopnya tetap di atas meja. Ruang kerjanya berada di sisi kiri rumah, jauh dari jangkauan orang melintas dan berada tepat di sisi pemandangan di mana Dante bisa melihat taman dengan leluasa.

Dibawanya gelas kotor itu ke wastafel, beberapa lampu yang dimatikan membuat dapur menjadi temaram. Setelah selesai, Dante berbalik menuju ruang tamu. Siapa yang menyalakan televisi tengah malam begini? Bahkan televisinya tidak mengeluarkan suara. Beberapa langkah setelah Dante masuk lebih dalam, dilihatnya Kang Soojae meringkuk nyaman di atas karpet beludru bagai anak kucing dalam buaian ibunya.

Rambut panjang gadis itu tergerai dari kepala bagaikan tinta hitam, wajahnya yang lugu terlelap dalam damai, kedua tangannya saling terlipat di bawah pipi dan piyama bergambar nanas itu sangat cocok dengan karakternya yang polos. Meskipun dihadapkan pemandangan manis yang bisa melelehkan hati pria paling kasar sekali pun, Dante tetap tidak menunjukan ekspresi apa-apa. Hal pertama yang dilakukannya adalah bergerak untuk mencari remote dan menekan tombol off pada televisi. Setelah kerlip cahaya dari benda pipih itu menghilang, ruang tamu menjadi temaram.

Ketika Dante hendak meninggalkan Soojae. Dante langsung berhenti bergerak. Beberapa detik kemudian, Dante sudah berjongkok di hadapan Soojae. Lengan-lengannya yang kuat saling terulur. Sulit mengabaikan gadis seperti Soojae. Meskipun Dante tidak ingin memedulikannya, Dante tidak bisa membiarkan ibu dari cucunya kedinginan karena tidur tanpa selimut di sana.

Ibu dari cucunya? Bukankah itu menggelikan?

Meskipun jelas-jelas tubuhnya disentuh dan diangkat ke dalam gendongan, Soojae tidak terganggu sama sekali. Napasnya terdengar teratur, wajahnya bersandar di dada keras Dante. Dalam perjalanan menuju kamar gadis itu, Dante tidak sekali pun menunduk untuk menatap wajahnya. Besok pagi, Dante berjanji akan memarahi gadis ini. Setelah membaringkan dan menyelimuti Soojae di atas tempat tidurnya. Tanpa mengatakan apa pun, Dante pergi dari sana.

Lagi.

Meskipun sudah ditegur dengan keras. Malam kemudian Dante menemukan Soojae di ruang tamu.

"Tuan?" Kali kedua, Soojae terbangun ketika Dante baru saja berjongkok dan hendak membangunkannya.

"Tuan sudah selesai bekerja?" kata Soojae polos, sambil lalu menguap.

My Flower Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang