"Makanan sudah matang?"
"Sudah, kau dari mana saja?"
Jaesuk duduk di kursi makan, memandang istrinya yang hari ini berdandan rapih. Wanita itu memasukkan surat-surat di dalam amplop kecil warna-warni dan mengumpulkannya ke dalam satu amplop cokelat besar, lalu meletakkannya di atas lemari es.
"Apa itu?"
"Surat."
"Untuk siapa?"
"Soojae." Jaesuk tersenyum mengejek.
"Rupanya kau lupa kalau putrimu itu anak yang bodoh. Membaca saja dia tidak bisa!"
"Soojae tinggal bersama Tuan Dante. Suaminya itu pasti bisa membantunya membaca surat."
"Lagi pula kau hanya perlu memakai telepon rumah untuk bicara dengan si bodoh itu."
Haeso sudah kebal dengan hinaan suaminya terhadap Soojae. Jadi dia tidak lagi marah atau berusaha membantah. Lelah rasanya hidup bertahun-tahun dengan manusia seperti Jaesuk. Pria itu adalah duri di dalam daging. Selama bertahun-tahun hidupnya penuh penderitaan dan kebencian.
Pernikahan mereka sangat hambar, mati dan dipenuhi noda. Bertahun-tahun Haeso terjerat oleh Jaesuk, yang tidak pernah mau melepaskannya meskipun ia sudah memohon agar diizinkan pergi. Pria itu adalah benalu, penyebab hidupnya menderita dan hampa.
Oh, ya! Kebencian Haeso terhadap Jaesuk sudah sangat menggunung dan di satu titik jiwanya, terdapat rasa putus asa untuk mengakhiri semua. Rasa-rasanya ia sudah tak sanggup lagi untuk membendung itu semua. Rasa frustrasi dan putus asa bergabung menjadi satu. Meskipun sekarang permasalahan hidup mereka sudah bukan pada ekonomi lagi, tetapi Haeso tetap merasa kosong.
Setelah putrinya menikah dan pergi, Haeso kehilangan arah dan selama beberapa Minggu dia mengalami depresi, tetapi tak satu pun orang menyadarinya. Tidak, sebenarnya ia telah mengalami tekanan itu sejak ia remaja, hanya saja rasanya sulit memberitahu kepada seseorang. Terlebih lagi ia telah dengan bodoh mencintai pria bajingan seperti Jaesuk.
Selama berminggu-minggu, ia mencari arah dan tujuan, selama itu ia merasa hancur dan kacau, dan akhirnya sekarang dia benar-benar memiliki tujuan.
"Aku hanya bisa memasak sup ayam dan nasi dari sisa uang yang kau berikan."
Jaesuk merengut, tetapi tidak berkomentar banyak ketika Haseo meletakkan semangkuk sup ayam di atas meja.
"Andai saja ada Soojae di sini, dia pasti akan menyukai sup buatanku ini."
Sebuah sendok tebal melayang ke wajah Haeso, yang mendarat keras membentur hidungnya. Haeso meringis, tidak peduli dengan darah yang keluar dari sana, wanita itu hanya tersenyum.
Jaesuk melotot marah.
"Bicara soal gadis itu lagi, kupotong lidahmu!"
"Maaf, aku harusnya menutup mulut saja."
Seperti robot, Haeso menuangkan air dingin untuk suaminya. Selama beberapa saat, Haeso termenung dan akhirnya memasukan sesuap nasi ke dalam mulut. Jaesuk sudah menelan makanan itu sebanyak 3 suap sebelum dia ambruk di atas meja dengan tubuh menggelepar seperti ikan kehabisan napas.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Flower Girl
FanfictionKang Soojae terjebak rayuan manis Hwan Gang Vin. Ketika dikabarkan kalau Soojae hamil dan keluarga gadis itu meminta pertanggungjawaban, Gavin justru mengalami kecelakaan. Karena tak ingin nama keluarganya tercemar. Hwan Dante bersedia untuk bertang...