33 : Geranium

1K 145 27
                                    

Hai, siapa yang rindu sama cerita ini?

Rindu siapa?

Draco?

atau

Luna?

*

Bersama dengan air mata yang semakin membasahi pipi gadis ini, ia sudah tak kuasa membendung rasa di dadanya, Luna dengan segera memeluk sosok di hadapannya, tidak peduli sosok ini nyata atau hanya bagian dari halusinasinya karena ia sangat merindukan sosok itu. Satu hal yang sangat jelas di pikiran Luna saat ini adalah, entah ini nyata atau bayangan, ia tidak ingin melewatkan momen untuk mendekap tubuh seseorang yang sangat ia rindukan ini.

"Draco, aku sangat merindukanmu, sungguh, sangat merindukanmu," ujarnya parau.

Pemuda ini terdiam, ia merasakan seluruh aliran dalam tubuhnya berdesir, sudah lama ia tidak merasakan pelukan hangat dari gadis berambut pirang ini. Dengan kesadaran yang penuh dan rasa rindu yang menyeruak dalam dadanya, ia balas mendekap tubuh mungil itu, ia menyesap aroma kuat buah stoberi bercampur dengan wangi bunga edelweis yang membuat Draco rasanya sungguh merindukan gadis tersebut.

"Aku juga, Love, aku juga..." balas Draco seraya memejamkan matanya.

"Draco, jika ini adalah kenyataan dan kau benar-benar adalah dirimu yang nyata, kumohon jangan pernah pergi lagi," ujar Luna terisak.

Draco mengusap lembut bagian belakang rambut pirang Luna yang panjang dan terasa lembut, ia tak menjawab, ia hanya diam dan terus mendekap gadis itu.

Cukup lama untuk mereka berdua saling memeluk melepaskan rasa rindu, Draco menguraikan pelukan mereka, ia kemudian menangkup kedua pipi Luna, wajah gadis itu terlihat memerah seperti buah tomat dan manik mata abu-abu kebiruannya terlihat berkilau. 

"Cantik," ujar Draco singkat sambil tersenyum tipis.

Luna balas tersenyum kecil, ia kemudian tak menduga bahwa selanjutnya Draco mendekatkan wajahnya pada Luna dan langsung memberikan kecupan singkat di kening Luna. Hal itu membuat pipi Luna semakin terasa panas dan Luna yakin pipinya sekarang benar-benar memerah.

"Aku merindukanmu, Draco..." lirih Luna kembali mengungkapkan apa yang mengganjal di hatinya beberapa bulan ini.

Draco tersenyum paham, ia mengusap rambut gadis itu dan mengangguk. "Aku juga, tak pernah sedetikpun kulewatkan tanpa mencemaskanmu," balas Draco.

"Aku berada di Hogwarts, Draco. Sekarang Professor McGonnagall telah menjadi Kepala Sekolah, tidak ada yang perlu kau cemaskan," sahut Luna.

"Justru, akulah yang selalu mencemaskanmu, sebab aku tak pernah tau kemana kau pergi dan apa yang kau lakukan selama ini," lanjut Luna sambil menunduk dan meremas jari-jarinya, rasanya sesak membayangkan Draco berada jauh darinya selama ini.

Draco menghembuskan napasnya dan ia meraih jemari Luna untuk ia genggam, "Syukurlah kalau tidak ada yang perlu aku cemaskan," ujarnya lembut.

Luna kembali menatap Draco, "Lalu bagaimana denganmu, Draco? Apakah kau baik-baik saja? Apakah tidak ada hal yang perlu aku cemaskan?" tanya Luna yang membuat Draco terdiam. Pemuda ini lagi-lagi tak menjawab, ia terlihat menelan ludah dengan berat dan menghembuskan napas dengan berat.

"Draco, jawablah aku!" desak Luna yang kemudian membuat Draco menatapnya dan terkekeh kecil.

"Sejak kapan kau jadi pemaksa?" tanya Draco sedikit terkejut.

Luna menghembuskan napasnya, "Ini bukan saat yang tepat untuk bercanda! Kau memiliki banyak hutang padaku. Bagaimana bisa di hari itu kau mengecup bibirku dengan singkat seraya berkata kau mencintaiku, namun kemudian kau pergi begitu saja tanpa berpamitan dengan jelas!" balas Luna menumpahkan semua isi hatinya.

Moon [Draco Malfoy × Luna Lovegood]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang