twenty one

371 61 14
                                    


{•°}

Changbin tak lagi mendengar kabar dari Eunwoo semenjak malam dimana laki-laki yang lebih tua darinya itu memutus sambungan telepon secara sepihak. Meninggalkan rentetan pertanyaan penuh penarasan akibat kalimat rancu yang dilontarkan olehnya.

Seo pun tak ada waktu luang untuk bertemu dengan Eunwoo mengingat betapa sibuknya ia beberapa waktu belakangan. Mereka sedang menyiapkan penampilan untuk world tour yang akan diadakan dalam dua bulan ke depan. Tentu saja perlu latihan keras agar para penggemar yang membayar biaya tak sedikit untuk melihat mereka itu merasa puas.

Bohong jika mengatakan pemuda bermarga Seo itu tak dirundung perasaan khawatir. Eunwoo itu tipikal pengganggu yang tak mungkin membiarkan hidupnya tenang barang sehari. Jika mereka tidak memungkinkan untuk saling bertemu, maka yang lebih tua akan terus menyerbu kolom chat-nya dengan puluhan bahkan ratusan pesan tidak penting.

Dan pantas juga disebut sebagai pendusta kalau-kalau Changbin berdalih tentang perasaannya terhadap Eunwoo. Katakan saja bahwa dirinya sedang mulai membuka hati terhadap sosok yang secara terang-terangan menunjukan ketertarikan terhadap dirinya tersebut, tanpa perasaan canggung sekalipun.

Changbin telah menyelesaikan latihannya, dengan deru napas tak karuan kini dirinya berbaring sembarangan di atas lantai kayu licin ruang latihan milik perusahaan,  diikuti oleh yang lain yang seimbang rasa letihnya.

Secada random menggulir layar ponsel android-nya, Changbin secara sengaja membuka aplikasi burung biru semata-mata hanya ingin mengunggah aktivitas harian sekedar memberi kabar kepada pada penggemar setianya.

Namun, semua niat itu urung kala ia melihat pada tab pencarian, dimana disana pun terdapat hal-hal trending yang tengah hangat diperbincangkan. Biasanya Changbin akan memiliki tak acuh, tetapi kali ini berbeda. Kalimat seperti 'Cha Eunwoo pensiun' tertera jelas disana membuat sepasang obsidian itu bergetar.

Sesuai dugaan, headline berita trending itu sedikitnya menjelaskan tentang apa yang terjadi. Maka Seo Changbin tak perlu menunggu untuk segera membawa tubuh itu bangkit secara kasar. Persetan dengan penat yang melanda.

"Aku izin pulang lebih dulu, ya!" pekiknya seraya melengos pergi. Tidak sabaran menunggu reaksi teman grupnya, Changbin hanya perlu bertemu dengan seseorang.

{•°}

Jangan gegabah merupakan satu-satunya buble pesan yang ia dapatkan dari Bangchan selagi dalam perjalanan ke kediaman Eunwoo.

Sudah amat pasti laki-laki berkulit putih pucat itu telah paham tentang apa yang tengah terjadi. Changbin bersyukur akan hal tersebut.

Tergopoh-gopoh Seo menekan tombol elevator kala telah sampai pada sebuah gedung apartemen yang Eunwoo tinggali. Lantas benda pintar yang sedari awal ia genggam itupun digunakan untuk men-dial nomor seseorang yang sekarang ini sedang ia tuju.

Seperti biasa, tak butuh satu menit bagi bunyi dengung itu untuk melantun memekakkan telinga Changbin. Ia mendapatkan jawaban.

"Rindu denganku ya?"

Sudah dikatakan bahwa Seo Changbin itu sosok yang cengeng, mudah sekali tersentil hatinya meski perkara sepele. Dan alasan cairan hangat menggenang pada pelupuk matanya kali ini adalah karena sosok di seberang telepon sana.

"Diam, buka saja pintunya. Aku tidak bawa kunci." Changbin berlarian di koridor secepat kilat setelah pintu lift terbuka. Masa bodoh dengan lingkungan sekitar, ia hanya ingin bertemu dengan Cha Eunwoo. Si pelaku yang menyebabkan perasaannya gusar.

Benar saja, pintu unit Eunwoo terbuka meski sang pemilik belum menampakkan wujud jangkungnya. Maka dari itu detak jantung Changbin semakin berpacu laju, senada dengan larinya.

Kala sepasang manik legam itu menangkap sosok yang sudah tak menghiasi netranya selama beberapa pekan belakangan, maka luluh lantak lah si cairan hangat yang telah menggunung. Meski tak terdapat isakan.

"Kamu, tidak baik-baik saja kan?" Changbin memutus sambungan telepon sebelumnya.

Eunwoo tadinya telah berencana untuk menjahili anak itu. Pemuda yang belakangan mampu memenuhi isi kepala serta menyesakkan dadanya. Tetapi kenyataannya ia malah tidak berkutik. Mematung bagai manusia dungu yang seolah segala rahasia hidupnya telah ditelan mentah oleh massa.

Hanya pada Seo Changbin lah ia memperlihatkan sosok Lee Dongmin yang sesungguhnya. Raga yang kokoh namun pada dasarnya lemah seolah tak memiliki tulang untuk bertumpu.

Changbin tak banyak cakap, tubuh pendek itu segera mendekap sang lawan bicara. Bagaikan mampu membaca isi pikiran Eunwoo tanpa harus merantai kalimat penuh kilah.

Memangnya siapa yang akan baik-baik saja ketika harus merelakan segala perjuangan yang digenggam erat belasan tahun begitu saja.

"Kamu ini selalu saja muncul saat aku sedang tidak keren. Harus bagaimana lagi aku membangun image ku agar kamu kembali kagum." Eunwoo tersenyum tipis, hal yang hampir ia lupakan selama beberapa hari terakhir.

Changbin mendongak kepala tanpa melepaskan pelukan pada pinggang yang lebih tua.

"Cukup jadi dirimu sendiri saja saat bersamaku, tidak perlu memakai topeng Cha Eunwoo lagi. Aku tau kedepannya tidak akan mudah, tapi aku ingin kamu membagikannya denganku. Itu gunanya aku sebagai pacarmu, kan?"

Amal baik apa yang telah Eunwoo lakukan pada kehidupan sebelumnya hingga mendapatkan Changbin sebagai sosok yang ia jadikan tumpuan hidupnya sekarang.

{•°}

"Huh?!"

Wajah mirip karakter kartun kelinci memperlihatkan ekspresi bingung, sama sekali tak mengerti apapun yang dijelaskan oleh lawan bicaranya sedetik yang lalu.

Eunwoo terkikik geli sembari mengusak surai legam nan lembut itu secara acak. Membuat sang empu merengut dengan bibir mengerucut andalan. Gemas berlebihan.

"Aku sudah memikirkannya matang-matang bahwa aku akan menghabiskan masa hidupku sebagai manusia biasa dan harus bersama denganmu." Kepalanya ditopang oleh tangan kiri yang melipat di atas meja, memandang penuh kasih pada sosok laki-laki di sebelahnya.

Rona merah di bawah mata itu benar-benar tidak mampu Changbin sembunyikan. Meskipun tidak dipungkiri bahwa kenyataan kali ini mengambil alih segala sipu malunya.

Berbeda dengan Eunwoo, Changbin masih dikekang rantai sebagai seorang idola. Lantas Seo meringis.

"Aku senang mendengarnya, tidak bohong. Tapi aku masih punya mimpi yang sekarang rasanya seperti menelan resiko. Eunwoo, kamu bukan satu-satunya yang ingin menghabiskan waktu bersama, aku pun juga. Tapi—"

"—siapa yang bilang kamu tidak bisa terus menggapai mimpimu? Aku hanya ingin hidup bersamamu, bukan merenggutnya. Changbin, aku tidak akan kemana-mana, aku akan menunggu kamu selagi mempersiapkan segala hal. Hubungan kita ini bukan sesuatu yang awam, aku paham betul itu. Makanya aku sekarang sedang mencari cara bagaimana agar kamu tidak tersakiti terlalu jauh, aku ingin kamu bahagia jika bersamaku."

Eunwoo sama sekali tak memberikan ruang bagi Changbin dan pikiran negatifnya. Akan sangat gegabah sekali jika ia mengambil tindakan tanpa persiapan. Dunia ini terlalu kejam jika hanya mengandalkan nekat.

Seo Changbin baru sadar bahwasanya Cha Eunwoo bukan sekedar manusia semena-mena yang hidup serampangan sesuka hati. Mengetahui betapa laki-laki itu melindunginya dengan segala cara membuat hati yang sempat ragu itu tersentil. Ia malu karena telah berpikir buruk bahkan ketika orang dihadapannya itu sedang berusaha untuk berdiri kokoh untuknya.

Kembali Changbin meringis, ia mengambil satu tangan Eunwoo yang bebas. Jari-jari panjang yang lebih besar dari miliknya itupun digenggam erat.

"Untuk apapun yang akan aku lakukan di masa depan, tolong jangan pergi dan percaya padaku. Aku akan meminta maaf lebih dulu atas apa yang terjadi di masa depan."

{•°}

NOTHING LIKE US | CHA EUNWOO & SEO CHANGBIN (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang