twenty eight

255 41 23
                                    


{•°}

Pada akhirnya Changbin lah yang terakhir kali menjalani sesi pemotretan sebab keadaannya yang sedang tidak baik-baik saja. Jelas pemuda yang berusia diawal dua puluhan itu merasa bersalah karena harus membuat orang lain kesusahan akibat sakitnya. Apa mau dikata, jika bisa memilih maka Changbin pun tidak mau mendapatkan demam begini.

Tak ingin terus-menerus merepotkan teman-temannya, Changbin seorang diri pergi menuju keluar studio setelah menyelesaikan sesi pemotretannya. Hanya sisa satu sesi lagi dan itu dilakukan sebagai grup maka Changbin masih punya cukup waktu untuk membuat dirinya lebih baik.

Ia berjalan menuju vending machine yang memang tersedia di gedung tempat mereka melakukan sesi foto. Seperti biasa, Changbin yang selalu kebingungan kala memilih minuman apa yang inginkan itu berdiri sejenak sambil berpikir keras. Meminum soda ketika kondisi tubuhnya tidak fit sepertinya bukan pilihan yang benar, bisa-bisa nanti Minho malah balik mengomeli dirinya yang ceroboh.

"Eumm, apa ya??" monolognya pelan.

"Ekhmm, maaf. Apa masih lama?" Sebuah suara lantas menyadarkan Changbin dari lamunannya yang tak berujung.

Tubuh itu konstan tersentak. Seketika jarinya menekan icetea dengan rasa buah persik. "Ah, sebentar.."

Berulang kali Seo Changbin menekan tombol memilih minumannya, namun mesin penjual otomatis itu malah berulang-ulang mengeluarkan bunyi yang membuat Changbin malu bukan kepalang, berpikiran bahwa mesin itu sedang rusak.

"Kurasa kamu belum memasukkan uangnya." Ujar suara yang masih belum Changbin ketahui siapa pemiliknya. Siapa juga yang punya nyali untuk memperlihatkan wajah setelah tingkah konyol yang ia pertontonkan secara gratis barusan.

Tak lama dari itu, sesosok tubuh muncul dari sebelahnya, memasukkan selembar uang lantas menekan tombol pilihan yang tadi ia tekan. "Yang ini kan?" Suara itu kembali bertanya.

Changbin sama sekali tidak mengatakan apapun. Bahkan sampai botol minuman itu sampai pada tangannya, tubuh itu konstan membeku. Sesosok pria tinggi mengenakan topi serta masker mulut itu menepuk pundaknya pelan.

"Tidak perlu diganti," serunya.

Lantas si pemilik tubuh semampai itu pun melenggang pergi meninggalkan Seo Changbin seorang diri masih dalam keadaan mematung.

Tentu saja bukan hanya karena fakta bahwa ia selalu melupakan dompetnya dan berakhir orang lain akan menegurnya di depan mesin penjual otomatis. Melainkan juga karena kejadian barusan seolah sebuah film yang sedang menayangkan kejadian masa lalu. Latar serta percakapan yang serupa. Dan bagaimana pula segala yang telah ia coba lupakan itu kini muncul begitu saja bagaimana pecahan puzzle?

Tidak mungkin orang itu kembali, setelah selama dua tahun lebih menghilang bak di telan bumi. Dan seharusnya Changbin tak diperkenankan untuk mencoba menerka apalagi sampai penasaran. Karena bukankah dia sendiri yang meminta orang itu untuk lenyap dari hadapannya? Lalu untuk apa harapan agar kembali itu malah muncul melantukan protesnya?

Seo Changbin adalah pengecut. Sama sekali tak punya keberanian untuk sekedar memandang tubuh tersebut berjalan menjauh dari hadapannya. Setidaknya memastikan bahwa apa yang ia pikirkan tidak benar.



{•°}



Daripada membaik, Changbin malah sempat tak sadarkan diri akibat demam panas yang menyiksanya perlahan-lahan. Tak satupun mengetahui tentang betapa buruk keadaannya sampai lelaki itu ambruk tepat setelah mereka menyelesaikan pekerjaan dihari tersebut.

NOTHING LIKE US | CHA EUNWOO & SEO CHANGBIN (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang