{•°}Menjadi seorang idol tentu saja adalah mimpi yang ingin dicapai sebagian orang. Mereka pasti menyukai pekerjaan satu itu, di mana dapat memperlihatkan kemampuan menyanyi yang dapat didengar oleh banyak orang. Seharusnya, tidak ada mimpi yang patut disesali, mengingat semua perjuangan serta pengorbanan yang telah dilakukan untuk menggapai impian tersebut.
Namun terkadang, datang momentum di mana membuat semua prinsip itu hancur. Merombak ulang segala perasaan yang dirasa puas di awal, namun ternyata tak semudah yang dibayangkan. Debut sebagai penyanyi bukan berarti impian itu telah berada digenggaman. Kenyataannya malah bintang tidak semuda itu digapai, semakin tinggi kaki berjinjit, maka semakin sukar pula untuk diraih.
Dan kemudian, penyesalan pun hadir.
Seo Changbin berada di titik itu. Di mana dirinya membanting setir membenci pekerjaannya sebagai seorang idol. Membuatnya lebih sering mengutarakan kata 'andai' akibat rasa sesal yang membuat dada sesak. Lebih baik menjadi seorang musisi biasa dari pada dikenal oleh banyak orang, begitu katanya. Dan seharusnya, ia tidak jatuh cinta dengan orang yang berprofesi yang sama dengan dirinya.
Changbin tidak percaya kebetulan, maka dari itu ia limpahkan segala bencinya pada takdir.
{•°}
Pemuda berusia 21 tahun --umur internasional-- itu sedang memandang penuh keseriusan pada sebuah vending machine yang menjual minuman ringan seperti soda dan sebagainya. Kini kepalanya tengah sibuk memilih minuman macam apa yang kali ini akan menemani makannya.
Dia tengah berada di studio acara musik mingguan, melakukan promosi sebagai seorang penyanyi yang tergabung dalam sebuah grup bernama Stray Kids. Seo Changbin namanya.
"Aku minum apaaaa, hari ini--eummm..."
Lima menit berlalu, dan dirinya masih belum bisa memutuskan. Hingga tidak sadar bahwa saat ini ia tak lagi sendirian, sebab seseorang hadir dengan tujuan yang sama berdiri tepat di belakangnya. Masih betah diam menunggu selagi Changbin memutuskan akan membeli apa.
"Kamu masih lama?"
Pupilnya membulat sempurna kala mendengar sebuah suara menyapa dirinya, dan reflek Changbin memutar tubuh untuk mencari tahu siapa pemilik suara yang masuk ke dalam rungunya itu.
"Oh! Ya--yaa? Maaf, sebentar."
Changbin mengerjap mencoba menyesuaikan sosok yang kini memenuhi netranya tersebut, rasa terkejutnya akhirnya dapat ditolelir dalam beberapa detik selanjutnya. Tentu saja, ia tidak menyangka akan bertemu orang lain, yang memiliki pekerjaan sama dengan dirinya namun berbeda grup tersebut. Seseorang yang tidak dirinya kenal pula.
Sosok tersebut tersenyum tipis, mengangguk pelan dengan tetap bertahan pada tempatnya, menunggu Changbin selesai.
Pemuda kelahiran tahun 1999 itu kembali pada mesin penjual otomatis dihadapannya, buru-buru memilih minuman soda kaleng dengan perisa buah persik. Dan karena saking tak enak hati, ia sampai lupa memasukkan uang dan harus menanggung malu kala berulang kali menekan tombol mesin tersebut namun minuman yang dimaksud enggan turun.
"Kamu belum memasukkan uangnya." Sosok laki-laki itu kembali bersuara, Changbin kontan tersentak lalu kemudian merutuki kebodohannya.
"Iya maaf, lupa," cicitnya lirih.
Dengan gelagapan ia mencari keberadaan dompet yang seharusnya berada di dalam saku celana atau setidaknya ada di dalam genggaman tangannya. Hingga pada akhirnya pemuda bermarga Seo itu sadar bahwa dompet hitam usang itu tertinggal di dalam tasnya.
Changbin menepuk dahinya dan kembali merutuk dalam gumaman pelan.
"Duh, dompetnya ketinggalan."
Agaknya tingkah itu ditangkap cepat oleh seseorang yang berdiri menjulang tinggi di belakangnya tadi, lantas terkekeh melihat reaksi Changbin yang nampak kebingungan dan membuat dirinya menggeser posisi berdiri. Menggaruk tengkuk canggung sembari perlahan melangkah mundur untuk pergi dari sana, malunya tidak bisa diukur.
"Kamu mau yang satu ini?"
"Eung?"
Orang itu dengan gerakan cepat memasukkan selembar uang yang cukup, kemudian memilih minuman kaleng yang tadi Changbin inginkan dan satu lagi untuk dirinya, kemudian mengulurkannya pada Seo yang berdiri kikuk di sebelahnya.
Ia pun mengambil minuman tersebut dengan kedua tangan dan membungkuk penuh terima kasih. Bibirnya menyengir tipis tak enak hati.
"Terima kasih, tunggu sebentar di sini. Aku ambil dulu uang gantinya."
Belum sempat Changbin melenggang pergi, sosok itu menahannya terlebih dahulu. Tersenyum bagai aktor protagonis dalam sebuah drama romantis.
"Ganti lain waktu saja. Aku duluan, ya." Lantas laki-laki dengan tubuh yang benar-benar tinggi jika disandingkan dengan Changbin itu pamit lebih dulu. Meninggalkan Changbin yang masih berdiri mematung beberapa saat di tempat yang sama, ia masih kebingungan tentu saja.
"Memangnya aku akan bertemu dengannya lagi lain waktu?"
"Eum--mm, terserahlah."
Baiklah, lain waktu. Meski rasanya mustahil.
{•°}
"Kamu kenapa senyum terus begitu? Sudah mulai gila?"
Ia tertangkap basah saat terus mempertahankan ukiran senyum di wajah bak karakter kartun komik tersebut.
"Aku tadi bertemu seseorang, tingkahnya aneh tapi lumayan menghibur juga."
"Siapa lagi kali ini yang menarik perhatianmu, Cha Eunwoo." Seolah telah menghadapi situasi seperti itu berulang kali, laki-laki bernama panggung Moonbin itu bersidekap sembari mengistirahatkan tubuhnya pada punggung kursi yang tengah ia duduki.
Yang dipanggil Cha Eunwoo memicing sinis, seolah apa yang barusan keluar dari bibir temannya itu adalah sesuatu yang membuat telinganya iritasi.
"Jangan berbicara seolah aku punya banyak orang yang membuatku tertarik." Eunwoo membuka kaleng minuman soda rasa semangka yang tadi ia beli. Membiarkan sensasi dingin dan segar dari minuman tersebut mengguyur kerongkongannya.
"Kenyataannya, begitu, kan."
Tidak, itu tidak benar. Dirinya tak punya banyak waktu untuk memperhatikan masing-masing persona yang ia temui setiap hari. Dan pastinya, untuk yang hari ini mungkin akan berakhir sama. Berlalu begitu saja di bawa angin.
"Ngomong-ngomong, Changbin dari grup Stray Kids itu tidak semenyeramkan seperti cerita yang aku dengar." Eunwoo mengubah topik mereka begitu saja, tidak ingin terlalu tenggelam dalam percakapan rumit yang membuat pening.
Moonbin memejamkan mata, "Kamu bertemu dengannya?"
"Begitulah." Kembali kejadian beberapa menit lalu bermain di kepalanya, Eunwoo menggeleng sembari terkikik geli. Ia sudah sering melihat performa Changbin bersama grupnya di panggung, dan sebagai senior, ia mengakui kemampuan rap Changbin.
Maka dari itu, cukup mengejutkan bertemu Changbin dengan tingkah seperti tadi yang berbanding terbalik dengan kharismanya ketika di panggung. Dualiti itu membuat Eunwoo cukup penasaran tanpa alasan, bagaimana jika dirinya lebih sering bertemu dengan Changbin ketika berada di belakang kamera.
"Jangan berpikir macam-macam."
Seolah tahu apa yang saat ini bermain di dalam kepala Eunwoo, Moonbin membunuh sepi yang sempat menyelimuti keduanya. Meski tidak sepenuhnya sunyi, sebab rekan mereka yang lain sedang sibuk bercanda di sisi lain ruang tunggu tersebut.
"Kamu seorang idol, jaga reputasi mu." Moonbin melanjutkan, kali ini ditambah dengan tangannya mendarat pada pundak pria berusia 23 tahun tersebut.
"Jeez, aku bahkan tidak berpikir sejauh itu, dungu."
Ayolah, semua orang yang bekerja pada industri yang sama sudah tahu jelas konsekuensinya. Dan Eunwoo tidak perlu untuk diperingatkan dua kali.
{•°}
Halo.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOTHING LIKE US | CHA EUNWOO & SEO CHANGBIN (✓)
Fanfiction"Semua orang berhak jatuh cinta..." "...kecuali seorang idol." WARNING ⚠ ▶ BOYS LOVE, BOY X BOY, GAY LOVE ▶ CANON (BASED ON IDOL LIFE), FANWORK ▶ CRACK SHIP / CRACK PAIR ▶ WRITTEN IN BAHASA THIS WORK FOR CHANGBIN UKE/SOFT/BOTT/SUB OR etc. - STRAY...